Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Deputi Bidang Klimatologi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Herizal, mengatakan, musim hujan 2020-2021 dipengaruhi oleh fenomena iklim global La Nina. Pengaruhnya adalah dapat meningkatkan intensitas curah hujan hingga 40 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“La Nina diperkirakan masih akan berlangsung setidaknya hingga Mei 2021,” katanya lewat siaran pers Sabtu 20 Februari 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Saat ini, menurutnya, hampir sebagian besar wilayah Indonesia yaitu 96 persen dari Zona Musim telah memasuki musim hujan. Diprakirakan pada Maret-April 2021, curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia masih berpotensi kategori menengah hingga tinggi, yaitu 200-500 milimeter per bulan.
“Sedangkan sebagian besar wilayah Papua dan sebagian Sulawesi berpotensi mendapatkan curah hujan bulanan kategori tinggi hingga sangat tinggi, atau lebih dari 500 milimeter per bulan,” kata Herizal.
Masa peralihan musim atau pancaroba diperkirakan BMKG pada Mei, kemudian Juni hingga Agustus sebagian besar wilayah diprakirakan mendapatkan curah hujan kategori menengah hingga rendah. Kisarannya antara 20-150 milimeter per bulan.
September diprediksi sudah kemarau, sementara Oktober sudah memasuki transisi musim kemarau kembali ke musim hujan. “Diprakirakan November kembali memasuki musim hujan,” katanya.
Musim kemarau tahun ini diperkirakan bakal lebih basah dibandingkan normalnya karena itu BMKG menyatakan tetap perlu diwaspadai potensi bencana hidrometeorologi hingga April 2021. "Musim kemarau tahun ini tidak sekering musim kemarau pada biasanya atau juga dibandingkan musim kemarau 2019," ujar Herizal.
Catatan lain dari BMKG adalah potensi curah hujan kategori menengah dan tinggi pada Maret dan April yang bisa dimanfaatkan untuk mengisi waduk, bendungan dan embung sebagai cadangan air untuk mengantisipasi musim kemarau.