Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wilayah Sumatera dan Kepolisian Daerah Sumatera Barat menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan perdagangan satwa dilindungi. Tiga orang penjual 7,74 kilogram sisik trenggiling tersebut ditangkap pada Senin, 13 Mei lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Balai Penegakan Hukum KLHK Wilayah Sumatera, Subhan, mengatakan terungkapnya kasus ini bermula dari informasi ihwal penjualan sisik trenggiling di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Berbekal informasi tersebut, tim gabungan Gakkum KLHK dan Polda Sumatera Barat menyisir peredaran satwa liar tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Subhan, penyidik menangkap YEN (44 tahun) dan AP (31) di halaman sebuah penginapan, Jalan Sawah Paduan, Kelurahan Pulai Anak Air, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Tim kemudian menangkap RA (38 tahun) di Kecamatan Guguk Panjang, Bukittinggi.
"Selain pelaku, tim menyita sebuah tas berwarna cokelat berisi sisik trenggiling seberat kurang lebih 1,05 kilogram, satu berwarna ungu berisi sisik trenggiling 6,69 kilogram, satu unit kendaraan bermotor roda dua, satu STNK, dan satu unit telepon genggam," kata Subhan melalui keterangan tertulis pada Sabtu, 18 Mei 2024.
Subhan menuturkan, ketika ditangkap, YEN dan AP membawa tas berisi sisik trenggiling seberat 6,69 kilogram. Adapun RA, yang ditangkap belakangan, diduga adalah pemilik dari bagian satwa dilindungi tersebut. “Penyidik masih mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain dan potensi jaringan peredaran tumbuhan dan satwa liar di Sumatera Barat,” kata Subhan.
Saat ini, ketiga tersangka ditahan di Rumah Tahanan Polda Sumatera Barat. Mereka diancam dengan Pasal 21 ayat 2 huruf d juncto Pasal 40 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.