Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Bandung - Indonesia punya potensi biosilika dari limbah sekam padi yang berjumlah sekitar 11 juta ton. Biosilika atau silika dari tanaman itu bisa diolah menjadi pupuk hingga bahan industri. Produksi massalnya menunggu kalkulasi bisnis investor.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan hasil riset dan pengembangan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Kementerian Pertanian, sejak 2015, biosilika dari limbah kulit gabah kering atau sekam padi telah diolah menjadi pupuk dengan bentuk cairan, gel, juga serbuk. Menurut Peneliti Ahli Madya di lembaga itu, Hoerudin, biosilika dunia pertanian merupakan unsur hara atau zat gizi tanaman bagi tumbuhan sejenis rerumputan semacam padi, jagung, dan sorgum. “Silika membentuk jaringan tanaman yang kuat,” katanya, Kamis, 18 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tanaman rerumputan itu disebut juga pengumpul silika. Pada tanaman padi, bahan silika banyak terdapat di sekam. Pada jagung, kata Hoerudin, tersebar di bonggol, daun, dan batang. Sementara pada tanaman tebu, kumpulan silika di bagian daun dan batang. Selain itu ditemukan juga pada tandan buah dan cangkang sawit. “Kami sedang kerja sama pengembangan limbah boiler kelapa sawit di Sulawesi Selatan,” ujar dia.
Dari beragam tanaman yang mengandung biosilika itu, sekam padi punya beberapa keunggulan. Dari segi jumlah, komposisinya mencapai 20 persen dari produksi gabah kering giling. Jumlah gabah itu di Indonesia setahun mencapai 55 juta ton, dan sekitar 11 juta ton diantaranya berupa limbah sekam padi.
Dari 1 ton sekam, kata Hoerudin, menghasilkan 150-200 kilogram silika dengan metode yang mudah. Itu artinya bisa sampai 2,2 ton silika per tahun dari seluruh limbah sekam padi. “Yang paling efisien silika dari bentuk abu, jadi prosesnya ada pembakaran dulu,” katanya. Balai telah membuat purwarupa tangki reaktor pembakaran yang asapnya bisa dicairkan.
Menurutnya, silika dari tanaman secara unsur kimia sama seperti silika berupa pasir hasil penambangan, yaitu SiO2 atau silikon dioksida. Penggunaan limbah sekam padi untuk diolah menjadi biosilika diharapkan memberi penghasilan tambahan bagi para petani. “Selama ini silika yang dipakai biasanya hasil tambang dan sintetis hasil impor,” ujar Hoerudin.
Mitra pengguna biosilika produksi Balai sejak 4 tahun lalu tersebar di berbagai provinsi. Diantaranya digunakan untuk membuat pupuk cair, industri pestisida, perusahaan benih, produk karet, industri cat dan pelapisan (coating). Namun sejauh ini belum ada perusahaan yang mengolah biosilika secara massal. “Industri orientasinya kan bisnis jadi berhati-hati untuk investasi di usaha baru,” katanya.
Seorang mitra pengguna, David Chrisnaldi, mengatakan sejak 2017 bekerja sama untuk meneliti dan mengembangkan penggunaan biosilika pada olahan karet. Dari limbah sekam padi, dia membuatnya sebagai sol luar sepatu yang sebagian diekspor ke Selandia Baru. “Sifat reaktif biosilikanya semakin membuat karet elastis dan membal,” ujarnya.