Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rasio Ridho Sani menyatakan, kejahatan perdagangan tumbuhan dan satwa yang dilindungi (TSL) bersifat kompleks dan dinamis karena aktor dan modusnya terus berkembang karena mengikuti perkembangan teknologi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Modusnya terus berkembang. Pelaku memanfaatkan perkembangan teknologi misalnya penggunaan platform sosial media, penggunaan pelabuhan tradisional dan cargo udara, penggunaan dokumen palsu serta ada dugaan dan potensi penggunaan crypto currency," kata Rasio, yang akrab dipanggil Roy ini, kepada Tempo, Senin, 2 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Roy, ada berbagai upaya yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengatasi masalah perdagangan satwa dilindungi ini.
Pertama, patroli siber. Ditjen Gakkum LHK telah membentuk tim patroli siber untuk memantau dan memonitor perdagangan satwa dilindungi di media sosial/e-commerce. Tindakan yang dilakukan ketika ditemukan akun dan konten perdagangan satwa dilindungi yakni menghapus akun dan konten.
Roy mengatakan, penghapusan akun dilakukan melalui permohonan ke Kementerian Kominfo dan penghapusan konten dilakukan langsung pada platform media sosial. "Sejak tahun 2021, sampai dengan tahun 2024, operasional patroli siber telah dilakukan penghapusan 3.980 Konten dan 256 akun," kata dia.
Sebelum penghapusan konten dan akun, kata Roy, dilakukan profiling terlebih dahulu terhadap akun tersebut. Hal ini untuk menentukan target dan prioritas, apabila skala perdagangannya kecil maka dilakukan penghapusan. "Namun jika skala perdagangannya cukup besar atau akun tersebut diidentifikasi sering melakukan perdagangan ilegal maka ditindaklanjuti dengan profiling lebih lanjut," kata dia.
Roy menyebutkan, terhadap akun-akun yang teridentifikasi secara frekuensi dan skalanya memenuhi kriteria untuk dilakukan penindakan maka dilakukan operasi intelijen untuk memastikan pelanggaran yang dilakukan. "Berdasarkan hasil operasi intelijen, apabila cukup bukti untuk dilakukan penegakan hukum, maka ditindaklanjuti dengan operasi pengaman an dan penindakan," kata dia.
Kedua, pertukaran data dan informasi terkait dengan kejahatan jenis dan pelaku peredaran illegal satwa liar, dengan Polri, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, Badan Karantina Indonesia, Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri, dan PPATK.
Menurut Roy, pertukaran data dan informasi ini juga dilakukan system to system di intelligence center Ditjen Gakkum LHK. "Kami juga membangun jaringan data dan informasi dengan lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang pelestarian dan konservasi satwa liar," kata dia.
Selain itu, kata Roy, Gakkum LHK membuka kanal pengaduan masyarakat. Berdasarkan informasi dari pengaduan itulah dilakukan pendalaman informasi, profiling target, pelaku, modus, dan sebagainya. "Termasuk juga di Ditjen KSDAE (Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem) membuka kanal laporan terjadinya interaksi negatif (konflik) manusia dan satwa," kata dia.
Untuk patroli, kata Roy, dilakukan bekerjasama dengan pengelola kawasan hutan sebagai habitat satwa. Selain sebagai upaya preventif, ini juga untuk pengumpulan data dan informasi di lapangan dan memetakan lokasi-lokasi rawan terjadinya kejahatan terhadap satwa liar. Penjagaan dilakukan di jalur-jalur rawan peredaran ilegal satwa liar, seperti di pelabuhan dan bandara.
"Ditjen Gakkum LHK bersama dengan Ditjen KSDAE bekerjasama dengan Ditjen Bea Cukai, Badan Karantina Indonesia, Kepolisian, Otoritas Bandara dan Pelabuhan, untuk penguatan pengawasan di jalur-jalur rawan dan perbatasan negara, termasuk juga dengan Bakamla untuk operasi dan pengawasan di laut," ucapnya.
"Penggunaan platform media sosial untuk perdagangan TSL semakin meningkat, untuk jalur pengangkutan pelaku menggunakan pelabuhan-pelabuhan tradisional/tidak resmi, namun pada beberapa kasus menggunakan cargo udara, pembayaran menggunakan rekening bersama, termasuk dugaan penggunaan crypto currency," kata Roy.
Penghitungan kerugian negara akibat perdagangan satwa liar masih belum dilakukan. Perhitungan nilai kerugian yang ditaksir oleh Ditjen Gakkum, kata Roy, diakukan lebih ke nilai ekonomi dari peran satwa tersebut terhadap ekosistem. "IPB telah melakukan kajian valuasi ekonomi satwa liar dilindungi terutama 25 jenis yang sering diperdagangkan ilegal. Sebagai contoh nilai ekonomi Trenggiling Rp 50,6 juta/ekor," kata dia.
Roy menyatakan, dari operasi penindakan yang dilakukan KLHK, ditemukan perdagangan ilegal sisik trenggiling di Sumatera Utara sebanyak 1,2 ton, dengan perkiraan jumlah trenggiling yang dibunuh 5.900 ekor. Berdasarkan valuasi ekonomi, nilai kerugian dari terbunuhnya 5.900 ekor trenggiling mencapai Rp 298,5 miliar.
Pilihan Editor: BMKG Prakirakan Cuaca Sebagian Besar Wilayah Indonesia Hujan