Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Lingkungan

Risiko Kerusakan Habitat Burung Endemik di Sulawesi dan Maluku

Sulawesi dan Maluku termasuk lokasi penambangan nikel yang paling berpotensi mengusik habitat burung endemik.

7 Februari 2024 | 15.44 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Sulawesi dan Kepulauan Maluku menjadi salah satu habitat burung endemik yang paling rentan terkikis aktivitas penambangan. Peneliti dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mohammad irham, menyebut surface mining alias skema penambangan permukaan, seperti pada tambang nikel, kerap menghilangkan vegetasi yang menjadi rumah tinggal satwa liar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Proses penambangan kupas atas itu tentu saja berdampak pada komunitas burung secara umum, tak terkecuali burung endemik,” katanya kepada Tempo, Rabu, 7 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kupas atas alias strip mine termasuk metode yang populer diterapkan dalam penambangan terbuka. Istilah kupas datang dari pengangkatan lapisan tanah dan batuan untuk mencari nikel, batu bara, maupun material lainnya di bawahnya. Skema inilah yang biasanya mengurangi tutupan tanaman di suatu lokasi.

Contoh penambangan yang berpotensi mengusik habitat burung, kata dia, bisa dilihat di Sulawesi Tenggara. Sarang-sarang yang bersinggungan dengan tambang berada di sepanjang jalan dari Kota Kolaka sampai Kecamatan Batu Putih, bahkan sampai ke Morowali. Di kantong habitat Kolaka, terdapat beberapa spesies burung endemik Sulawesi, seperti julang sulawesi, bilbong, dan beberapa jenis pergam. Gangguan habitat pun terjadi di area Halmahera, pulau seluas hampir 18 ribu kilometer persegi di Maluku utara.

“Yang duluan terganggu adalah sarang dan sumber pakan burung. Dalam jangka panjang, (gangguan habitat) bisa saja memicu perubahan iklim skala kecil,” tutur Irham.

Irham berkata lembaganya belum mengukur luasan habitat burung endemik yang terganggu oleh penambangan. Namun, secara logika, pembukaan lahan berpohon berpotensi mengancam habitat burung. “Mestinya ada lokasi-lokasi yang tidak ditambang seluruhnya. Reklamasi juga menjadi salah satu kewajiban tambang setelah selesai.”

Dari catatan Yayasan Madani Berkelanjutan, konsesi nikel Sulawesi Tenggara mencapai 243,3 ribu hektare hingga pertengahan 2023. Sebanyak 73 persen konsesi tersebut menembus area hutan, mayoritas di hutan produksi. Pada periode yang sama, luasan konsesi nikel di Maluku Utara juga menembus 204,85 ribu hektare

Biodiversity and Conservation Officer Burung Indonesia, Achmad Ridha Junaid, sebelumnya menyebut perubahan tutupan hutan sekecil apapun bisa mempengaruhi habitat burung endemik. Padahal, spesies endemik yang wilayah hidupnya terbatas itu tidak boleh diganggu ketika berkembang biak.

“Kalau habitatnya rusak, pasti berdampak juga pada penurunan populasi dalam jangka panjang,” kata Ridha. 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus