Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemilu

Kata 7 Tokoh Soal Tingginya Angka Golput di Pilkada Jakarta 2024

Angka golput yang tinggi di Pilkada Jakarta disebabkan berbagai faktor, salah satunya adalah kandidat yang kurang diminati pemilih.

12 Desember 2024 | 12.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Tingginya angka golput dalam Pilkada Jakarta 2024 menjadi perhatian serius berbagai pihak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta, tingkat partisipasi pemilih hanya mencapai 53,05 persen, turun dari 70 persen pada Pilkada 2017. Penurunan ini memicu beragam pendapat mengenai penyebab dan solusi untuk masalah tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di bawah ini merupakan tanggapan dari berbagai tokoh, mulai dari Wamendagri, peneliti politik, hingga wakil ketua umum partai.

Wamendagri: Legitimasi Tetap Sah Meski Partisipasi Rendah

Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto menegaskan bahwa hasil Pilkada Jakarta 2024 tetap sah meski tingkat partisipasi pemilih rendah. Ia mengungkapkan bahwa legitimasi pemerintah dapat dibangun melalui kinerja kepala daerah terpilih.

"Sekarang publik menunggu bagi para kepala daerah terpilih ini untuk menunjukkan legitimasinya melalui kinerjanya, dan itu akan kami awasi bersama-sama dengan pemerintah," ujar Bima.

Ia juga menyoroti faktor-faktor seperti jadwal pemilu yang padat dan kejenuhan masyarakat sebagai penyebab utama rendahnya partisipasi pemilih.

Peneliti Politik TII: Masalah Mendasar Harus Diperbaiki

Peneliti dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, menekankan pentingnya introspeksi dari semua pihak terkait. Menurutnya, tingginya angka golput menunjukkan adanya masalah mendasar dalam proses politik, seperti kejenuhan masyarakat terhadap kontestasi politik yang berulang.

“Jika evaluasi dan introspeksi tidak dilakukan dengan tindak lanjut yang nyata, hal ini berpotensi membuat kepercayaan masyarakat terhadap proses politik semakin menurun,” katanya, sebagaimana dikutip dari Antara.

Felia juga mengkritik narasi saling tuduh di antara pasangan calon yang dianggap memperburuk citra pilkada.

"Angka golput kita tinggi sekali dan dalam konteks Jakarta, saya rasa hal ini lebih dari sekadar malas pergi ke TPS. Ada masalah yang lebih mendasar yang perlu diatasi oleh para politisi," ungkap Felia.

Peneliti Perludem: Kandidat Tidak Sesuai Aspirasi Publik

Menurut peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Asep Hasan Sadikin, tingginya angka golput dapat disebabkan oleh ketidaksesuaian kandidat dengan aspirasi masyarakat.

Ia mencatat bahwa tokoh-tokoh dengan elektabilitas tinggi seperti Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak diusung oleh partai politik. Jadwal pilkada yang berdekatan dengan pemilu nasional juga disebut Asep sebagai faktor kejenuhan masyarakat.

“Jadi calon-calon yang ada sekarang itu lebih kepada keinginannya elit (partai),” ujarnya.

KPU Jakarta: Perlu Evaluasi dan Kajian

Ketua Divisi Teknis KPU Jakarta, Doddy Wijaya, menyatakan akan melakukan evaluasi mendalam untuk memahami rendahnya partisipasi pemilih. KPU berencana menggandeng lembaga akademik untuk mengkaji perilaku pemilih dan menemukan solusi.

“Kami akan melakukan evaluasi lebih lanjut ya. Kami akan melakukan riset, melakukan kajian. Mungkin kami bisa mengundang lembaga yang kredibel atau kampus untuk meneliti voting behavior atau perilaku memilih,” kata Doddy.

Harapannya, hasil riset ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan partisipasi pemilih di masa mendatang.

Lembaga Survei Charta Politika: Tren Penurunan Partisipasi

Lembaga survei Charta Politika mencatat penurunan partisipasi pemilih dari 70 persen pada Pilkada 2017 menjadi 58 persen pada Pilkada 2024. Hal ini sejalan dengan data KPU yang menunjukkan bahwa 42 persen warga DKI memilih golput. Menurut Charta Politika, tren ini perlu dicermati sebagai indikasi kejenuhan politik.

Waketum PKB: Kandidat Kurang Diminati

Wakil Ketua Umum PKB, Jazilul Fawaid menilai tingginya angka golput disebabkan oleh kurangnya daya tarik kandidat yang bersaing.

"Orang DKI kan kelompok terpelajar, sebab itu angka golputnya pasti akan tinggi karena kandidat yang ada tidak diminati oleh warga DKI," ujarnya.

Ketua Harian Gerindra: Faktor Cuaca dan Sosialisasi

Ketua Harian Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menekankan perlunya peningkatan program sosialisasi kepada masyarakat untuk menarik minat pemilih. Ia menyebut rendahnya partisipasi juga disebabkan oleh kurangnya informasi yang efektif tentang program dan visi misi kandidat. Selain itu, menurutnya, faktor cuaca juga menjadi hambatan pemilih untuk datang ke TPS saat coblosan Pilkada Jakarta.

“Di beberapa daerah disebabkan faktor cuaca, hujan lebat dan lain-lain sehingga partisipasi pemilih menurun, seperti di Kepulauan Riau, itu hujan lebat sekali. Tapi kalau di Jakarta kami sedang evaluasi, sedang dikaji,” kata Dasco.

Ananda Ridho Sulistya dan Sapto Yunus turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus