Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman beharap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam gugatan sistem pemilu tak seperti yang pernah diungkapkan oleh pakar Hukum Denny Indrayana. Dia berharap MK memutuskan pemilu tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Berdasarkan sidang-sidang terdahulu, menurut Habiburokhman, sangat jelas terlihat bahwa DPR secara umum menolak penggunaan sistem proporsional tertutup. Selain itu, dia pun mengingatkan bahwa penentuan sistem pemilu merupakan kewenangan pembuat undang-undang atau Open Legal Policy, yaitu DPR dan pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
"Kami yakin MK akan memutus yang terbaik, yaitu proporsional terbuka karena kalau kita melihat di persidangan, DPR sikapnya jelas ya menyampaikan pandangan proporsional terbuka, dan itu open legal policy-nya DPR," ujarnya ketika ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin,
Juni 2023.
Akhir Mei lalu, pakar hukum Denny Indrayana menyatakan telah mendapatkan bocoran terkait putusan MK dalam gugatan ini. Melalui media sosial, Denny menyatakan MK akan mengabulkan gugatan itu yang artinya pemilu akan kembali menggunakan sistem proporsional tertutup seperti pada Orde Baru.
Denny yang juga merupakan mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM menyatakan enam hakim Mahkamah Konstitusi akan mengambil sikap mengabulkan gugatan tersebut sementara tiga hakim lainnya akan mengajukan pendapat yang berbeda. Dia mengaku mendapatkan bocoran itu dari sumber yang kredibel.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja,” kata Denny melalui pesan teks, Ahad, 28 Mei 2023.
Pemerintah hingga masyarakat juga inginkan sistem proporsional terbuka
Menurut dia, sikap yang diambil DPR juga sama seperti sikap pemerintah. Melalui Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly, menurut dia, pemerintah juga tegas meminta agar sistem proporsional terbuka dipertahankan.
"Lalu, begitu banyak pihak terkait. Ini salah satu dua perkara yang rekor pihak terkaitnya paling banyak dan semuanya jelas menyampaikan ingin mempertahankan sistem proporsional terbuka," ucap Habiburokhman.
Tak hanya itu, dia menyatakan bahwa sejumlah lembaga dalam surveinya juga menunjukkan bahwa masyarakat lebih memilih sistem proporsional terbuka ketimbang tertutup.
"Ini kan soal pilihan ya, bukan soal pidana yang benar yang mana dan sebagainya. Tapi, rakyat lebih memilih yang mana? Karena itu, wajar menurut kami, tepat kiranya MK tetap mempertahankan sistem proporsional terbuka," kata anggota DPR RI dari Daerah Pemilihan (Dapil) Lampung ini.
Selanjutnya, Habiburokhman cs akan hadir saat pembacaan putusan
Bersama anggota legislatif lainnya, Habiburokhman pun memastikan akan hadir langsung dalam sidang pembacaan putusan tersebut di Mahkamah Konstitusi pada Kamis, 15 Juni 2023.
"Saya akan hadir, ya. Kalau kemarin kan hanya (melalui) zoom, besok kita akan hadir. Saya dan kawan-kawan akan hadir di gedung MK pada sidang pembacaan putusan tersebut," kata dia.
Dia menyebut kehadirannya itu untuk mewakili DPR dan tidak hanya mewakili delapan partai politik di parlemen yang menyatakan sikap menolak sistem proporsional tertutup.
"Kami akan hadir, kan saya posisinya sebagai kuasa (hukum) DPR di MK, bukan delapan atau sembilan (partai politik), tapi saya mewakili DPR," ujarnya.
Sebelumnya, juru bicara MK, Fajar Laksono memastikan jadwal pembacaan putusan gugatan soal sistem pemilu pada Kamis mendatang.
"Kamis, 15 Juni 2023, pukul 09.30 di Ruang Sidang Pleno,” ujar Fajar di Jakarta, Senin, 12 Juni 2023.
Gugatan soal uji materi sistem Pemilu ini diajukan ke Mahkamah Konstitusi oleh kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Demas Brian Wicaksono dan lima orang lainnya. Mereka meminta Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu yang menyebutkan bahwa pemilihan anggota DPR RI dan DPRD dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka. Mereka meminta agar pemilu menggunakan sistem proporsional tertutup.