SIBUK menumpas sisa-sisa kaum komunis, Malaysia merasa perlu
minta bantuan tetangganya: Muangthai, Singapura dan Indonesia
Akhir Juli kemarin, dalam pertemuannya dengan Presiden Soeharto,
Menteri Dalam Negeri Malaysia Tan Sri Ghazali Shafi'ie minta
agar Indonesia menangkap 25 orang komunis Malaysia yang
diperkirakan melarikan diri ke mari. Soal yang sama, dua munggu
sebelumnya telah diungkapkan Ghazali di hotel Jakarta Hilton
ketika ia menjadi tamu Kapolri Widodo Budidarmo dalam rangka
Hari Bhayangkara ke 31. "Nama-nama dan potret mereka telah saya
sampaikan kepada polisi Indonesia enam bulan yang lalu,"
katanya.
Keterangan Ghazali itu sendiri, sebulan sebelumnya dimuat secara
lengkap dalam koran Malaysia The New Straits Times 30 Juni. Ia
menjelaskan panjang lebar tentang "Operasi Planet" yang
dilancarkan sejak 5 September 1975. Dan berhasil menangkap $ 6
kader komunis. Mereka tergabung dalam Malayan National
Liberation League (MNLL), sebuah organisasi gelap dari Partai
Komunis Malaya (CPM).
MNLL itu sendiri dipimpin oleh Fong Cong Pik, yang namanya
pernah disiarkan oleh Lee Kuan Yew (sekarang PM Singapura) dalam
serangkaian pidato radio antara bulan September-Oktober 19GI.
Akhir 1962, Malaysia melancarkan operasi besar-besaran, hingga
30 orang komunis, di antaranya Chong Pik, diperkirakan lari ke
Indonesia.
Chooi Yip
Diduga merembes di sekitar Jakarta, beberapa waktu kemudian
sebagian menuju kepulauan Riau. Tokoh penting lainnya adalah Eu
Chooi Yip yang awal 1965 menyusul Chong Pik ke Jakarta. Ketika
G30S/PKI gagal kudeta, Chooi Yip berikut tiga orang lainnya
'ditargkap' pemerintah Indonesia lalu 'dikirim' ke Hanoi.
Antara, tahun 1966 -1967, 15 komunis Malaysia yang sembunyi di
Indonesia mendarat secara gelap di pelabuhan Changi, Singapura.
Mereka juga berusaha kembali ke Malaysia dengan berbagai cara.
Antara 1966 - 197, disinyalir adanya kontak antara Chong Pik di
Jakarta dan MNLL di Malaysia. Bahkan salilpai 1974 ada hubungan
surat-menyurat antara mereka lewat seorang 'pengusaha', Lim Mou
Teng, yang juga sering ke Eropa.
Masih menurut Menteri Ghazali, dari beberapa komunis yang
ditangkap, dikatakan masih ada 25 komunis lagi yang bersembunyi
di Indnesia, dipimpin oleh Chooi Yip. Sejauh mana pemerintah
Indonesia mengetahui hal ini? Ternyata fihak yang berwenang.
dalam hal ini Kas Kopkamtib belum bisa bicara banyak. "Saya akan
cek dulu ke Kedutaan Malaysia," latanya awal bulan lalu. Ia
juga mengelak pcrtanyaan Said Muchsin dari TEMPO "Persoalannya
sedang dipelajari," katanya.
Ghazali sendiri ternyata memang tak menghubungi Kopkamtib.
Karena soal-soal keamanan di negerinya ditangani oleh
kepolisian, maka Ghazali pun rupanya merasa cukup berhubungan
dengan Polri. "Di Malaysia kami tak punya badan seperti
Kopkamtih itu," katanya minggu lalu di Hotel Borobudur.
Tapi fihak Polri pun ternyata juga tak bisa memberi keterangan
banyak.
"Jangan diartikan mereka sudah positif masuk atau bahkan sampai
ke Jakarta," kata Kadispen Polri Brigjen Pol. Hudioro kepada
Klarawijaya dari TEMPO. "Mungkin hanya merembes sampai daerah
perbatasan saja," tambahnya.
Orang BPI
Meski pernah 6 tahun bertugas di perbatasan RI-Malaysia sebagai
Kasdak di Kalimantan Barat, sampai 1971, tapi Hudioro menunjuk
instansi lain. "Silakan tanya Kopkamtib, "katanya. "Sebab soal
komunis adalah soal subversi yang ditangani oleh satuan
intelejen di bawah koordinasi Kophamtib."
Sementara dari fihak Indonesia belum keluar keterangan resmi,
sampai minggu lalu Tan Sri Ghazali masih yakin akan dugaannya
bahwa 25 komunis Malaysia berkeliaran di sini. Di bawah ini
beberapa petikan wawancara singkat TEMPO dengan Mendagri
Malaysia itu 27 Juli siang minggu lalu. Mengenakan kaos sport
dan sandal, ia duduk santai di kamar 1868 Hotel Borobudur
Jakarta. Di meja terbentang peta operasi penumpasan komunis
Malaysia.
Tanya: Bagaimana sebenarnya persoalan 25 komunis Malaysia yang
menurut Bapak bersembunyi di sini itu?
Jawab: Itu hanyalah soal kecil saja dari operasi besar menumpas
gerombolan komunis Malaysia. Mereka lari ke mari waktu Indonesia
masih konfrontasi dengan Malaysia dulu.
T: Bapak yakin betul?
J: Saya tidak menuduh Indonesia menampung mereka. Saya hanya
bertanya kepada Indonesia, ada kemungkinan mereka di sini. Kalau
ada tolong ditangkap. Kalau tidak ada ya sudah. Kalau dari
keterangan saya di Hotel ! Hilton itu timbul kesan tak enak
seolah-olah saya cuma mau 'bikin ramai-ramai', saya menyayangkan
cara pemberitaan pers yang tidak lengkap.
T: Di mana kira-kira mereka itu bersembunyi?
J: Saya tidak tahu. Justru itulah yang saya tanyakan pula.
Mungkin di Riau, di penebangan kayu Kalimantan, mungkin di
Glodog atau Senen. Indonesia kan begitu luas? Tapi terakhir
diketahui di sekitar Riau. Jelasnya, saya minta bantuan
Indonesia, sebagaimana saya minta kepada Thailand atau
Singapura. Sebagai sesama negara bertetangga dan bersahabat,
biasa kan kalau saling bantu-membantu? Saya beritahu atau minta
lolong, hingga tugas saya jadi ringan.
T: Soal Eu Chooi Yip. Yang tahun 196 ditangkap pemerintah
Indonesia, mengapa dikirim ke Hanoi?
J: Saya kira ketika itu yang mengirim ke Hanoi adalah
orang-orang BPI (Badan Pusat Intelijen) yang ketika itu masih
punya kekuasaan. Mungkin sesudah itu malah dikirim ke RRT. Siapa
tahu?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini