Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=brown><B>Pemilihan Kepala Daerah</B></font><BR />Tongkat Estafet Para Suami

Tiga perempuan meneruskan jabatan suaminya. Ada yang sempat mogok karena disaingi istri kedua.

13 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AGAK bergegas Mbah Kaulan menuntun kereta anginnya memasuki halaman rumah dinas Bupati Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lelaki 66 tahun itu bertanya, apa benar rumah besar ini tempat tinggal Sri Surya Widati, istri Idham Samawi, bupati periode lalu.

Ida, demikian yang punya rumah biasa disapa, menyambut tamunya dengan senyum dan segelas teh manis. Sepuluh kilometer mengayuh sepeda dari Puton, Trimulyo, Bantul, Mbah Kaulan datang menagih janji Sri Surya Widati pada saat berkampanye di Imogiri.

Ketika itu, Kaulan datang dengan celana rombang-rambing. Ida terharu. Ia menyuruh asistennya memberi Kaulan celana. Ternyata tak ada yang cocok dengan ukuran buruh tani dengan penghasilan tak menentu itu. Sebagai gantinya, Ida menyodorkan angpau. Meski begitu, asisten Ida tetap mencarikan celana. ”Ini hanya simbol, memenuhi janji saya,” kata Ida, akhir Agustus lalu.

Kaulan menagih janji sepekan setelah Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan Sri Surya Widati-Soemarno memenangi pemilihan Bupati Bantul, akhir Mei lalu. Pasangan ini didukung Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional. Ida, 59 tahun, satu dari tiga istri bupati yang suaminya sudah dua periode memimpin dan tak bisa maju lagi.

Dua lainnya adalah Haryanti, 61 tahun, istri bekas Bupati Kediri, Soetrisno, dan Anna Sophanna, 53 tahun, istri bekas Bupati Indramayu, Irianto M.S. Syafiuddin. Haryanti menggandeng Masykuri, pengurus cabang Nahdlatul Ulama Kediri. Pasangan yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Golkar, dan Partai Hanura ini menang dalam pemilihan Bupati Kediri, Jawa Timur, Mei lalu.

Anna, yang didukung Partai Golkar, memenangi pemilihan Bupati Indramayu, Jawa Barat, pada Agustus lalu. Ia berpasangan dengan Supendi, Sekretaris Daerah Indramayu. Ada juga Widya Kandi Susanti, 46 tahun, istri bekas Bupati Kendal, Jawa Tengah, Hendy Boedoro. Pada pertengahan masa jabatannya yang kedua, Hendy tersangkut perkara korupsi, sehingga digantikan wakilnya, Siti Nurmakesi. Widya berpasangan dengan Mustamsikin dan memenangi pemilihan kepala daerah Kendal, Juni lalu.

Rata-rata strategi para istri ini mendekati rakyat jelata. Tapi dukungan suami juga punya andil besar. Haryanti, misalnya, sudah mulai dikenalkan ke pelosok-pelosok Kediri oleh suaminya, Soetrisno, lima tahun sebelum pemilihan. ”Bapak turut mengenalkan saya kepada masyarakat,” kata dokter umum itu.

Haryanti makin sohor ketika grup perusahaan miliknya menggenjot kegiatan corporate social responsibility. Ia membayar lembaga konsultan politik dan lembaga survei untuk tahu tingkat popularitas dan keterpilihannya. Pemilik pabrik pupuk, susu, pompa bensin, dan usaha agrobisnis ini getol memberikan bantuan peralatan kerja, modal usaha, perbaikan sarana umum, dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Sejumlah warga di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, mengaku pernah menerima alat pembuatan batako dari Haryanti. Peralatan itu diterima sepekan setelah Haryanti mengunjungi sentra usaha pembuatan batako di lereng Gunung Wilis, jauh sebelum pelaksanaan pemilihan bupati.

Anna Sophanna menyatakan tak bisa mengelak mendompleng suaminya, yang akrab disapa Yance. ”Semua kebaikan dan karya Bapak sudah dirasakan masyarakat Indramayu,” katanya. Tapi perannya sebagai ketua tim penggerak Pendidikan Kesejahteraan Keluarga Indramayu selama sepuluh tahun tak pula bisa diremehkan. Di Bantul, kegiatan Ida dalam PKK juga diakuinya efektif menggalang dukungan.

Para istri penerus tongkat estafet ini bukannya tak punya ganjalan. Anna, misalnya, sempat dianggap ingin menegakkan dinasti kekuasaan di Indramayu. Sebab, mertua lelakinya, M.I. Syafiuddin, pernah menjadi bupati kawasan pesisir itu pada 1947-1949. Tapi akhirnya, ”Masyarakat Indramayu banyak mendorong saya.”

Di Bantul, Bupati Idham Samawi semula tak setuju istrinya maju. Perlu sebulan sebelum ia mengambil keputusan. Tiap malam ia melakukan salat istikharah, memohon petunjuk. Tiap hari pula kelompok masyarakat datang silih berganti mendesak Ida bertarung dalam pemilihan kepala daerah.

Ini berbeda dengan di Kediri. Justru Bupati Soetrisno yang menghendaki istrinya meneruskan tampuk kepemimpinan. Haryanti yang justru tak langsung mengiyakan. Eko Ediono, saudara sepupu Soetrisno yang ditunjuk menjadi koordinator tim sukses pencalonan Haryanti, tak bosan-bosan membujuk sang kakak agar bersedia. ”Seluruh keluarga mendorong,” kata Eko.

Setelah Haryanti bersedia, seluruh keluarga berkumpul. Strategi pun disusun. Haryanti digembleng habis-habisan agar menguasai anatomi masyarakat Kediri. Enam bulan menjelang pemungutan suara, Haryanti mengundang Lembaga Survei Indonesia untuk melakukan political treatment.

Sempat muncul ”selingan” ruwet: Nurlaila, istri nomor dua Soetrisno, ikut mencalonkan diri. Haryanti mogok. ”Anda tahulah perasaan perempuan,” kata Eko Ediono. Mesin politik sempat terhenti dua pekan. Tim sukses cemas. Keluarga besar Soetrisno membujuk Haryanti agar melanjutkan proses pencalonan. Soetrisno sendiri kemudian membuat pernyataan, ”Saya hanya mendukung Ibu Haryanti!”

Berapa uang yang mereka belanjakan untuk ikut pemilihan? Anna menyatakan habis Rp 1,6 miliar. Sri Surya Widati tak menyebut angka. ”Enggak banyak, kok,” ujarnya, ”tidak sampai Rp 1 miliar.” Uang itu, katanya, berasal dari tabungan. Haryanti tak mau berterus terang. Yang pasti, ia mengerahkan semua sumber uang dari perusahaan dan jaringan pengusaha yang dekat dengan suaminya.

Tudingan melakukan politik uang juga tak terelakkan. Misalnya soal serangan fajar pembagian beras dan uang sebelum pemungutan suara di Indramayu. Di Kediri, Haryanti dituding menggelembungkan suara di sejumlah tempat pemungutan suara. ”Kami masih memegang data itu,” kata Husen Albana, juru bicara tim sukses Sunardi, pesaing Haryanti. Ida mendapat tudingan serupa, termasuk tuduhan menggunakan fasilitas suami.

Para suami tentulah senang menyerahterimakan jabatan kepada istri sendiri. Meski begitu, Idham Samawi tetap tegang. Ia khawatir istrinya salah ucap kata-kata pas upacara. ”Pak Idham senewen, stres, bahkan muntah dan diare,” kata Ida. Kini Idham, Soetrisno, dan Yance menjadi anggota staf ahli buat istri masing-masing.

Sunudyantoro (Jakarta), Muh. Syaifullah (Bantul), Hari Tri Wasono (Kediri), Ivansyah Sunu (Indramayu)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus