Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BUKA puasa bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia itu menjadi ajang tebar pesona. Tiga jenderal polisi berusaha terus berada di sekitar Kepala Negara pada acara yang digelar Kamis dua pekan lalu itu. ”Mereka tak ingin melepaskan peristiwa penting itu,” kata seorang perwira tinggi Kepolisian kepada Tempo.
Tiga perwira tinggi itu adalah Komisaris Jenderal Nanan Soekarna (Inspektur Pengawasan Umum Polri), Inspektur Jenderal Imam Soedjarwo (Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri), dan Inspektur Jenderal Timur Pradopo (Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya). Nanan dan Imam mengenakan batik. Timur memakai baju dinas lengkap. Mereka merupakan perwira yang santer disebut sebagai calon terkuat Kepala Kepolisian, pengganti Jenderal Bambang Hendarso Danuri.
Sejak kedatangan Yudhoyono, tiga jenderal polisi itu terlihat ikut menyambut. Mereka lalu segera mengambil posisi di barisan paling depan, tak jauh dari tempat Yudhoyono, yang duduk satu meja dengan Bambang Hendarso. Posisi ini menjadi penting setelah tiga hari sebelumnya Presiden mengumumkan rencana penggantian Kepala Polri bersama dengan Jaksa Agung dan Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Inilah ”babak final”, karena proses penjaringan calon Kepala Polri sebenarnya sudah dilakukan sejak akhir tahun lalu. Pada Oktober 2009, misalnya, Kepala Polri menugasi Badan Intelijen Keamanan menelisik latar belakang para perwira. Misi ”penyelidikan kompetensi” itu dilakukan terhadap lima perwira tinggi. Di akhir ”penyelidikan”, semua kandidat disimpulkan memiliki ”kehidupan keluarga yang sederhana, harmonis, dan agamis”.
Selain Imam Soedjarwo, Nanan Soekarna, dan Timur Pradopo, jenderal yang masuk penjaringan ketika itu adalah Inspektur Jenderal Oegroseno (Kepala Kepolisian Daerah Sumatera Utara) dan Komisaris Jenderal Susno Duadji (ketika itu Kepala Badan Reserse Kriminal Polri). Peluang Susno sudah pasti pupus karena kini dijerat kasus suap.
Suhu di Trunojoyo naik tajam setelah pengumuman rencana penggantian Kepala Polri. ”Ada kabar telah terjadi perang dingin antara kubu senior dan junior,” kata Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane. Pemicunya, menurut dia, semakin menguatnya Imam Soedjarwo dalam bursa. Mantan Komandan Korps Brigade Mobil lulusan Akademi Kepolisian 1980 ini berhasil menyalip Timur Pradopo dan Nanan Soekarna, yang sama-sama lulusan 1978.
Sumber Tempo yang dekat dengan Istana mengatakan, pada babak akhir, kandidat mengerucut ke Imam dan Timur Pradopo. Dua perwira tinggi inilah yang menjadi pilihan Cikeas. ”Namun akhirnya tercapai kata sepakat untuk menjatuhkan pilihan ke Imam,” ujarnya.
Imam kini masih jenderal bintang dua. Tapi itu bukan masalah. Sebab, dalam struktur organisasi Kepolisian yang baru, posisi Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan yang dijabat Imam merupakan jabatan bintang tiga. ”Dalam waktu dekat, dia akan mendapat satu bintang,” kata sumber itu.
Posisi Nanan, menurut sumber yang sama, meredup menjelang pencalonan. Meski dari persyaratan teknis dia paling memenuhi kriteria—Nanan berpangkat bintang tiga dan memiliki masa tugas paling panjang—peluangnya mengecil karena tidak didukung keluarga Cikeas.
Neta menduga, bisa saja muncul calon baru, misalnya Inspektur Jenderal Oegroseno. ”Ia dibawa seorang petinggi Partai Demokrat,” katanya. Soal ini, Didi Irawadi Syamsudin, anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Demokrat, membantah. ”Demokrat tidak ikut campur,” ujarnya.
Bambang Hendarso menolak menyebutkan calon yang akan diajukannya ke Presiden. Dia hanya menyebutkan jumlah: akan mengajukan dua calon. ”Siapa pun yang terpilih harus lebih baik dari saya,” katanya.
Gerilya para perwira agar tetap berada di radar Istana juga semakin kencang sebelum Presiden Yudhoyono menentukan calon pengganti Bambang Hendarso. Sang calon akan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dimintakan persetujuan.
Tak hanya lewat prosedur formal seperti menjalin komunikasi dengan petinggi partai politik, pendukung para perwira pun menggunakan jalur gelap. Seorang perwira tinggi sejak beberapa bulan lalu juga sering berkunjung ke sejumlah aktivis penggiat hak asasi manusia dan petinggi media massa. Dengan dalih silaturahmi, sang jenderal mengklaim sebagai polisi reformis dan tidak tersangkut kasus pelanggaran hak asasi manusia. ”Ia kemudian menjelek-jelekkan jenderal lain,” ujar seorang aktivis.
Seorang pejabat Istana pun menyatakan pernah menerima pesan pendek dari seorang jenderal polisi yang masuk bursa kandidat calon Kepala Polri. Isinya tuduhan perilaku buruk dalam penanganan kasus yang dilakukan jenderal lain. ”Ini perang lewat kampanye hitam,” katanya.
Informasi memanasnya persaingan di Markas Besar Kepolisian itu rupanya sampai ke Presiden. Walhasil, seusai sidang kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan, Selasa dua pekan lalu, ia menyatakan adanya manuver-manuver pihak tertentu berkaitan dengan penggantian Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Panglima Tentara Nasional Indonesia.
Presiden mengatakan terganggu oleh banyaknya pesan pendek yang isinya tentang suksesi tiga lembaga tersebut. ”Saya tidak suka dan tidak ingin ada konflik internal terkait pergantian ini,” kata Yudhoyono. Kendati tidak tegas menunjuk pihak yang bermanuver, sumber Tempo yang dekat dengan Istana memastikan telunjuk Yudhoyono mengarah ke sejumlah perwira Kepolisian.
Juru bicara kepresidenan Julian Aldrin Pasha memastikan calon Kepala Polri yang akan diusulkan Presiden ke Dewan merupakan hasil pertimbangan matang. ”Presiden tidak akan terpengaruh dengan manuver-manuver itu,” ujarnya.
Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menambahkan, Presiden memiliki banyak sumber informasi tentang calon yang akan dipilih. ”Presiden pasti cermat dalam memilih,” katanya.
Djoko Suyanto, yang juga menjabat Ketua Komisi Kepolisian Nasional, memastikan akan mengusulkan sejumlah nama sebagai bahan pertimbangan bagi Presiden. Menurut dia, Komisi Kepolisian sudah menyiapkan tiga-empat nama. ”Secepatnya segera kami ajukan,” kata Djoko kepada Tempo, Senin dua pekan lalu.
Djoko mengatakan, setelah menyerahkan nama, Komisi Kepolisian terus melakukan penelitian terhadap masing-masing calon. Penelusuran itu melibatkan lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. ”Calon yang jadi nanti dipastikan lepas dari persoalan korupsi, rekening tak wajar, dan pelanggaran hak asasi manusia,” katanya.
Para kandidat memilih tidak berkomentar. Imam dan Timur, yang ditunggu-tunggu saat acara buka puasa bersama di Markas Besar Polri, berkelit dari kejaran wartawan. Nanan hanya sedikit bicara. ”Siapa yang mencalonkan, enggak tahu saya,” ujarnya.
Dari Senayan, Gayus Lumbuun, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, meminta Presiden mengusulkan dua nama calon untuk diseleksi di Dewan. ”Idealnya dua,” katanya. ”Sebab, kalau satu, akan sulit mendapatkan calon berkualitas.”
Azis Syamsudin, Wakil Ketua Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Golkar, juga meminta ada dua nama calon Kepala Polri. ”Biar yang terpilih nanti benar-benar orang yang terbaik,” ujarnya.
Namun Menteri Djoko mengatakan tidak ada aturan yang mewajibkan Presiden mengusulkan lebih dari satu calon. ”Jadi hanya satu calon yang akan dikirimkan ke DPR,” katanya.
Setri Yasra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo