Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Sengketa</font><br />Banjir di Tetangga Marinir

Korps Baret Ungu dituding menjadi penyebab banjir di permukiman Pondok Labu. Akibat proyek perluasan lapangan tembak.

31 Oktober 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANAH kosong seluas lapangan bulu tangkis itu tak lagi riuh. Bocah-bocah tak lagi bermain bola atau menggowes sepeda di situ. Mereka dilarang ke luar rumah. "Dulu semua maen di sini," kata Sugiyono, Ketua RT 11/03, Kelurahan Pondok Labu, Jakarta Selatan, tempat tanah kosong itu.

Hampir saban hari banjir merendam rumah penduduk di kampung yang berdekatan dengan Kali Krukut itu. Lurah Pondok Labu Safrijani mengatakan wilayah ini memang kerap kebanjiran ketika air datang dari Bogor dan Depok. "Daerah sini disebut kubangan kerbau," katanya. Tapi, ia menambahkan, banjir kali ini berbeda dibanding sebelumnya. "Sekarang surutnya lama."

Semua orang yang ditemui Tempo mengatakan, sejak Maret hingga Juni lalu, kampung itu terus tergenang air. "Ikan sering nongol. Macam empang saja," ujar Ketua RT 14 Muhammad Risan, yang telah 20 tahun tinggal di sana.

Selasa malam pekan lalu, hujan rintik menyiram wilayah itu. Tapi genangan air telah meninggi hingga satu meter. Sehari kemudian, hujan deras mengguyur. Dalam waktu setengah jam, ketinggian air naik hingga setengah meter. Sedangkan Jumat siang, ketika hujan belum juga tiba, ketinggian air telah mencapai selutut pria dewasa. Rumah penduduk pun kebanjiran.

Kegiatan penduduk tak lagi normal. Sejumlah orang tua mengatakan anak kecil harus digendong ayahnya setiap kali berangkat dan pulang sekolah. Dua ratusan sepeda motor penduduk hampir tiap malam diparkir di ujung jalan yang agak tinggi. Setelah banjir surut, sampah berserakan. Para ibu membersihkan rumah dari genangan lumpur tebal. "Bisa tiap hari kayak gini," kata seorang ibu.

Gatal-gatal di tubuh akibat kena air kotor menjadi biasa. Puji Astuti, 39 tahun, yang telah 16 tahun menempati rumahnya di pinggir Kali Krukut, mengutuk banjir harian ini. Dia kehilangan dua penghuni kontrakan miliknya gara-gara banjir jadi langganan. Kini kontrakannya hanya dihuni satu orang. Air bersih juga langka.

Sejumlah warga RT 11 mengatakan banjir juga merenggut nyawa Suriyem, 45 tahun. Ia meninggal, tiga pekan lalu, karena pembuluh darahnya pecah akibat stres. Suaminya, Riyadi, tak menyalahkan banjir. Dia mengakui istrinya sempat tertekan memikirkan anaknya yang masih duduk di SD tak bisa ke sekolah. "Perempuan mana pun pasti stres kalau begini," ujarnya.

l l l

WILAYAH itu berbatasan dengan Markas Komando Marinir, di belakang lapangan tembak pasukan elite Angkatan Laut itu. Ketua RT 11 Sugiyono dan sejumlah warga mengatakan banjir jadi langganan sejak kali diturap oleh kesatuan baret ungu itu Februari lalu. Turap dibangun hanya untuk sisi kali yang berbatasan dengan markas Marinir, dan tidak di sisi lain.

Menurut Budi, warga RT 11, Marinir tak hanya menurap, tapi juga mempersempit lebar kali. Sebelum kali diturap, lebarnya 6-9 meter. "Sekarang lebarnya hanya satu sampai tiga meter," katanya. Tempo, yang menelusuri turapan kali, melihat di sejumlah titik kali bisa dilompati.

Lurah dan para ketua rukun tetangga lebih dari dua kali menyampaikan keluhan ke Marinir. Alih-alih mengatasi banjir, perwakilan Marinir malah mendatangi dan menawar tanah penduduk pada April lalu. Sugiyono mengatakan harga yang ditawarkan Marinir Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta per meter persegi bangunan. Nilainya bergantung pada kategori gubuk, semipermanen, atau permanen. Penduduk menolak karena harga itu masih di bawah nilai jual obyek pajak, Rp 1,274 juta per meter persegi.

Awal Juli, utusan Marinir kembali datang. Pertemuan itu direkam. Pada rekaman video terlihat seorang anggota Marinir yang mengaku diperintah atasannya menyampaikan harga penawaran Rp 500 ribu per meter persegi bangunan. Anggota Marinir itu mengatakan korpsnya masih membutuhkan tanah untuk perluasan lapangan tembak.

Bisa ditebak, pertemuan itu berakhir dengan ketidakpuasan masyarakat. Jeritan warga terdengar dan disiarkan media massa. Sejumlah warga di RT 10 mengatakan ada satu penduduk dibawa dan diperiksa Marinir karena dituduh memberikan keterangan kepada pers. Belakangan, orang itu dilepaskan. "Sepertinya kami ditekan supaya menyerah," kata seorang penduduk.

Kepada Tempo, Komandan Pangkalan Marinir Jakarta Kolonel Hardimo tak membantah penurapan mengakibatkan banjir. "Pasti ada dampaknya. Tapi, perlu diingat, banjir sudah sejak dulu, jauh sebelum penurapan," ujarnya.

Ia balik menuduh, penyempitan kali terjadi karena penduduk terus membangun rumah di bantaran. Ia menunjuk surat yang dikirim pemerintah Jakarta Selatan ke markas Marinir. Dikirim 28 Juni 2010, surat itu ditandatangani Kepala Bagian Tata Ruang dan Lingkungan Hidup Shita Damayanti. Di situ disebutkan terjadi penyusutan 5-10 meter di lahan Marinir karena erosi yang diakibatkan permukiman.

Penyusutan itu dianggap membahayakan aset Marinir. Di situ pun, kata Hardimo, ada rumah sakit Marinir dan gudang peluru yang bisa terkena dampak erosi. Sejumlah rumah juga telah direlokasi karena rawan longsor. "Bisa-bisa tanah penahan rumah sakit longsor." Hardimo mengatakan penurapan justru merupakan normalisasi Kali Krukut.

Ihwal rumah penduduk, Hardimo mengatakan sebenarnya tak ada rencana membeli rumah yang terkena banjir. Apalagi sebagian besar rumah di sana tak bersertifikat. "Sekarang pun kami tak punya uang untuk membeli."

Korps Marinir, dia menegaskan, hanya ingin mengamankan aset sekaligus memperluas lapangan tembak. Saat ini, lapangan tembak hanya 400-an meter. Idealnya, lapangan itu berukuran 600 meter dan jauh dari permukiman warga. "Kami ingin latihan. Apa jadinya kalau tentara tak bisa latihan menembak?"

Hardimo membantah ada intimidasi ke masyarakat. Ia mengklaim Marinir ikut membantu pengobatan dan memberikan bahan makanan kepada penduduk. Marinir juga tiap pekan membantu mengangkat sampah dan endapan lumpur di kali dengan ekskavator.

Pramono

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus