Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>CALON PRESIDEN</font><br />Perang Bubat Menjelang Tenggat

Kompetisi menjadi calon presiden Partai Golkar memanas. Kalla menyiapkan rencana cadangan.

23 Februari 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAKAN malam itu berlangsung dalam suasana penuh tawa. Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla duduk di antara Ketua Dewan Penasihat Surya Paloh dan Sultan Hamengku Buwono X, sambil sesekali melontarkan anekdot segar dari lawatannya ke luar negeri. Hidangan mengalir tak putus-putus. Tujuh jenis makanan disajikan, di antaranya sop buntut dan semur ayam.

Rabu malam itu, di kantor pusat Partai Golkar di kawasan Slipi, Jakarta Barat, hawa perseteruan internal Partai Beringin seolah meruap tak berbekas. ”Suasananya sangat cair,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Rully Chaerul Azwar, pekan lalu. Kalla yang berkemeja batik kuning terang, sewarna dengan semua kader Partai Beringin yang hadir dalam jamuan itu, sesekali berkeliling dari meja ke meja, menyapa semua pengurus Golkar.

Sebelumnya, sewaktu memberikan keterangan pers, Kalla diapit ketat jajaran teras Partai Beringin. Selain Surya Paloh dan Sultan, ada Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, anggota Dewan Penasihat Aburizal Bakrie, dan Sekretaris Jenderal Letnan Jenderal (Purn.) Soemarsono. Saat itu Kalla menegaskan dia merestui dimulainya proses penjaringan calon presiden Golkar oleh para pengurus daerah. ”Jangan anggap perbedaan pendapat sebagai perpecahan,” katanya dengan ringan.

Manuver Kalla tidak berhenti di sana. Jumat pekan lalu, Kalla menyatakan menerima pinangan sejumlah pimpinan pengurus daerah Golkar dan siap dicalonkan menjadi presiden. ”Mereka bertanya, kalau Bapak diajukan, Bapak keberatan atau tidak. Saya bilang, bagaimana saya bisa keberatan sama Anda. Saya tidak bisa keberatan, karena itu adalah suatu amanah,” kata Kalla, di kantor wakil presiden, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Langkah-langkah politik Kalla yang mengejutkan ini sekilas mengesankan bahwa tensi perseteruan antar-elite Golkar sudah menurun. Senada dengan tema iklan terbaru kampanye Golkar yang mulai intensif ditayangkan di layar kaca pada pertengahan Februari lalu, Partai Beringin tampaknya berusaha keras menonjolkan kesan kompak menjelang pemilihan umum April depan. Meski tampak tenang di permukaan, potensi konflik di tubuh partai itu terus membara, seperti api dalam sekam.

l l l

SUARA Surya Paloh, Ketua Dewan Penasihat Golkar, menggelegar memenuhi ruangan. Matanya membelalak tajam. ”Seharusnya, satu tahun sebelum pemilihan, Golkar sudah punya calon presiden sendiri,” katanya ketika berpidato dalam rapat konsultasi Golkar, Rabu pagi pekan lalu. ”Ini praktek yang salah dan tidak boleh terjadi lagi,” ujarnya dengan nada tinggi. Wajahnya yang bercambang tebal tampak risau, ”Partai terpaksa menanggung risiko atas keputusan ini.”

Tak puas mengecam soal calon presiden, Surya juga mengkritik sejumlah pengurus Golkar yang pagi-pagi sudah mendorong Kalla menjadi calon wakil presiden Yudhoyono. ”Partai kita ini jangan dijual murah, nanti kita direndahkan di luar,” katanya. ”Saya yakin, yang genit itu hanya elite-elite saja, supaya dicatat SBY sebagai calon menteri, supaya menyenangkan Jusuf Kalla saja,” katanya seraya mengacungkan jarinya, menunjuk jajaran teras Partai Golkar yang duduk di barisan depan. Beberapa dari mereka sontak gelisah.

Pidato keras Surya Paloh, meski membuat merah kuping banyak orang, menyingkap peta konflik di Beringin. Saat ini setidaknya ada tiga kelompok besar di partai warisan Orde Baru itu. Kubu pertama mendukung Jusuf Kalla tetap menjadi calon wakil presiden mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono. Kubu kedua menginginkan Kalla maju sebagai RI-1. Sedangkan kubu terakhir menyokong tokoh Golkar lain sebagai calon presiden.

Sejak awal, kelompok pertama berusaha menahan agar Golkar tidak bicara terlalu banyak tentang pencalonan RI-1. Mereka khawatir isu itu bakal merusak kemungkinan berlanjutnya kongsi Yudhoyono-Kalla. Dasar perhitungan kelompok ini pragmatis-realistis.

”Berdasarkan hasil survei, saat ini sulit bagi calon presiden lain untuk mengalahkan SBY,” kata Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum Golkar, Firman Soebagyo. Dia secara terbuka sejak awal mendukung pasangan SBY-JK. Namun Firman yakin, tanpa Kalla, SBY bakal kesulitan meraup suara. ”Karena itulah, sampai saat ini, duet ini punya kans paling besar,” katanya.

Kelompok kedua menilai, sebagai Ketua Umum Golkar, Kalla layak maju ke bursa calon presiden. Kelompok inilah yang pekan lalu, diwakili sejumlah pengurus daerah Golkar, mendesak Kalla agar bersedia menjadi kandidat RI-1. ”Ketua Umum adalah lambang partai, karena itu kami mendukung Kalla,” kata Ketua Dewan Pimpinan Daerah Maluku Utara, Ahmad Hidayat Mus, pekan lalu di Jakarta. Kalla menerima pinangan itu.

Tapi tak semua orang di lingkar dalam Kalla antusias menyambut dukungan ini. ”Nanti akan tampak, siapa yang sungguh-sungguh mendukung, dan siapa yang mendorong, tapi sebenarnya punya maksud lain,” kata Wakil Sekjen Golkar, Malkan Amin, yang dikenal dekat dengan Kalla. Ada yang menduga, dukungan kelompok ini memang sengaja diberikan untuk memecah kekuatan SBY-JK. Jika keduanya maju sendiri-sendiri sebagai calon presiden, dipastikan yang akan diuntungkan kandidat dari partai lain.

Kelompok terakhir adalah pendukung calon presiden di luar Kalla. Sebut saja Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia, salah satu organisasi pendiri Golkar, yang sejak awal menyokong Sultan Hamengku Buwono X menjadi calon presiden. Namun sengitnya gesekan antarkubu di dalam partai membuat Syamsul Muarif, Ketua Sentral Organisasi, memilih berhati-hati. ”Saya tidak akan berkomentar,” katanya. ”Sebagai salah satu ketua di Pengurus Pusat Golkar, saya tidak ikut-ikut urusan pencalonan presiden,” ujarnya.

l l l

BENTROKAN antarkubu yang berseteru ini terjadi pertama kali justru pada saat Jusuf Kalla berkunjung ke luar negeri, akhir Januari lalu. Pemicunya adalah keputusan Wakil Ketua Umum Golkar, Agung Laksono, untuk segera membuka proses penjaringan calon presiden Golkar dari para pengurus daerah. Rapat Pimpinan Nasional Golkar, Oktober 2008, memang menyebut soal penjaringan calon presiden, namun sumber Tempo memastikan bahwa detail teknis penjaringan belum pernah dibicarakan dengan Kalla.

”Untung saja ada yang melaporkan rencana ini kepada Ketua Umum, yang lalu meminta surat penjaringan itu jangan dikirim dulu,” kata satu petinggi Golkar. Benar saja, setibanya di Tanah Air, dua pekan lalu, Kalla langsung meminta sejumlah koreksi. Penjaringan yang semula dilakukan berjenjang diubah menjadi sistem terbuka.

”Artinya, pengurus daerah di tingkat provinsi tidak bisa mengubah-ubah usulan calon yang muncul dari pengurus daerah di kabupaten/kota,” kata sumber Tempo lainnya. Koreksi Kalla mengurangi kemungkinan manipulasi hasil penjaringan di tingkat pengurus provinsi. Agung Laksono sendiri membantah tudingan ”menyalip di tikungan”. Senin pekan lalu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat ini memastikan Kalla sudah memberikan restunya.

Menyikapi ketegangan di antara tiga kelompok ini, sikap Kalla agak susah ditebak. Awalnya, dia disebut-sebut tidak berminat maju jadi RI-1. Menurut sumber Tempo, dalam beberapa kesempatan, Kalla terang-terangan mengaku lebih sreg jika dipasangkan kembali dengan Yudhoyono untuk masa jabatan kedua. Kebijakan Kalla menghapus mekanisme konvensi untuk memilih calon presiden Partai Golkar diyakini dalam rangka mengamankan rencana ini.

Namun belakangan ada indikasi Kalla sedang menyiapkan rencana cadangan. Jumat pekan lalu, satu petinggi Golkar berbisik: Kalla sekarang yakin bisa mengalahkan Yudhoyono jika berhadap-hadapan dalam putaran kedua pemilihan presiden. Asumsinya, hanya ada tiga calon presiden yang bisa maju ke pemilihan presiden Juli depan: Kalla, Yudhoyono, dan Megawati. ”Pada putaran kedua, semua suara yang sebelumnya memilih Megawati pasti mengalir ke Kalla, bukan ke Yudhoyono,” kata sumber Tempo itu. ”Perhitungan saya jarang meleset,” kata petinggi Beringin itu.

Wahyu Dhyatmika, Wahyu Muryadi, Agung Sedayu (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus