Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=1 color=#FF9900>RUU KETENAGALISTRIKAN</font><br />Dua Bulan Kejar Tayang

Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan sempat mandek. Menyoal pasal dari Kamerun.

14 September 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEMIMPIN panitia kerja Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan, Rapiuddin Hamarung menyiapkan sejumlah strategi agar pembahasan segera rampung. Maklum, rancangan undang-undang ini sudah berumur sekitar tiga tahun, dan tak kunjung selesai digodok oleh para wakil rakyat di Senayan.

Ia, misalnya, tak segan-segan memotong ucapan peserta jika melebar dari pokok pembahasan. "Ayo, ayo, itu bukan bagian dari undang-undang ini," kata Rapiuddin mencontohkan kepada Tempo, sebelum pengesahan rancangan itu menjadi undang-undang di Gedung Nusantara II, kompleks Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat siang pekan lalu.

Kahar Muzakir, anggota panitia kerja dari Fraksi Partai Golkar, masih ingat ditegur rekan-rekannya di panitia kerja karena bersikukuh soal batasan minimum denda bagi pelanggar undang-undang ini. Kahar mengusulkan batas minum supaya denda tidak terlalu kecil. Namun usulnya tak laku. "Sudahlah, Pak Kahar, biar cepat selesai ini," kata Kahar, menirukan rekan-rekannya.

Bergegasnya anggota Dewan menimbulkan tafsir lain dari Ketua Serikat Pekerja PLN, Ahmad Daryoko. "Mereka seperti kejar setoran," kata Ahmad kepada Tempo di kantor serikat pekerja, Kamis pekan lalu. Ketika Tempo menyambangi kantor di lantai tiga gedung I kantor PLN pusat, tak kurang dari 30 orang berkerumun di ruang 10 x 8 meter itu.

Mereka baru usai berunjuk rasa kesekian kalinya di depan gedung DPR, menolak pembahasan rancangan undang-undang itu. Setumpuk bendera dan umbul-umbul serikat pekerja tertumpuk di sisi depan kantor. Para pekerja ini mempertanyakan pembahasan rancangan oleh para anggota Dewan yang terkesan tertutup dan super-ngebut.

Menurut Ahmad, yang baru pensiun dari posisi project director di PLN, rancangan itu ternyata membuka peluang masuknya swasta domestik maupun asing untuk menggerogoti keberadaan PLN. "Paling fatal itu pasal 10 ayat 2," kata Ahmad. "Itu pasal setan." Klausul itu berbunyi, usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum dapat dilakukan secara terintegrasi.

Kata "dapat", Ahmad menjelaskan, sangat bermasalah karena swasta bisa berbisnis listrik secara ketengan, baik di bagian pembangkitan, transmisi, distribusi, maupun ritail ke pelanggan. Ujung-ujungnya, harga listrik akan melonjak. "Harga listrik di Kamerun melonjak hingga 15 kali menggunakan cara ini," katanya.

Ahmad mencurigai adanya agenda asing, seperti Bank Pembangunan Asia, yang mendorong pemerintah terus menggulirkan rancangan ini. Ia pun berencana menggugat undang-undang ini ke Mahkamah Konstitusi, seperti Undang-Undang No. 20 Tahun 2002, yang akhirnya ditolak Mahkamah Konstitusi. "Kami juga siap mogok nasional," katanya.

Pada Mei lalu, ia dan sejumlah aktivis serikat pekerja sempat pergi ke Nusa Dua, Bali, dan berunjuk rasa di sidang tahunan Bank Pembangunan Asia. Menurut dia, swastanisasi listrik ini bagian dari kesepakatan yang dibuat pemerintah dan lembaga pemberi utang itu pada 1999.

Ia sempat ditahan semalam di kantor polisi karena dinilai membuat kegaduhan. "Saya dibebaskan justru atas permintaan Kuroda," katanya tertawa. Yang dimaksudnya adalah Presiden Bank Pembangunan Asia Haruhiko Kuroda.

Pembahasan rancangan undang-undang ini sebenarnya sempat terkatung-katung. Baik pemerintah maupun Dewan berbeda pandangan mengenai pembagian kewenangan, misalnya kewenangan penetapan tarif dan regionalisasi tarif.

Keadaan seperti ini berlangsung hingga sekitar setahun. "Formula pemerintah tidak disetujui DPR, jadi dikirim kembali," kata Sony Keraf, anggota panitia kerja dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.

Menjelang pemilihan umum legislatif, sebagian anggota Komisi Energi mencalonkan diri kembali, sehingga waktu tersita untuk kampanye. Belum lagi masa reses Dewan yang bisa berlangsung hingga satu bulan. "Praktis enam bulan pertama tahun ini pembahasan tidak berjalan," kata Tjatur Sapto Edy, anggota Fraksi Partai Amanat Nasional.

Menurut Rapiuddin dari Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi, setelah ditunjuk menjadi ketua panitia kerja, ia melakukan pendekatan pribadi terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro untuk mencairkan ketegangan yang membuat pembahasan mandek. "Masak, kita mau ngotot-ngototan begini terus?" katanya kepada Purnomo.

Kahar menambahkan, masalah kewenangan daerah dalam penetapan tarif listrik juga sempat menjadi keberatan beberapa pihak. Soal "keselamatan nyawa" PLN juga menjadi sorotan jika swasta diizinkan masuk ke industri ini. Faktor lain yang memperlambat pembahasan, ketua panitia khusus rancangan ini, Agusman Effendi, sempat mengikuti proses menjadi anggota Dewan Energi Nasional, sebelum diganti.

Alhasil, menurut Tjatur, ketika panitia khusus kembali membahas rancangan ini dua bulan lalu, "Kondisinya masih 99 persen mentah." Setelah ketua panitia kerja dipegang Rapiuddin, rapat baru digeber habis-habisan.

Setiap pekan, rapat membahas rancangan ini mulai Ahad malam hingga Kamis. Sedangkan pembahasan Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup, yang juga melibatkan komisi yang sama, digelar dari Jumat hingga Ahad siang. "Sabtu-Ahad kami terus rapat," kata Rapiuddin.

Agar para anggota panitia bersemangat, tempat pembahasan pun, menurut Sony Keraf dan seorang anggota yang enggan disebut namanya, berpindah dari ruang Komisi Energi ke sejumlah hotel, seperti Four Seasons, Hotel Intercontinental, dan Hotel Gran Melia. Kahar menambahkan, para anggota panitia kerja, yang berjumlah sekitar 18 orang, mendapat jatah kamar selama pembahasan.

Menurut Rapiuddin, kamar dibutuhkan karena pembahasan berlangsung dari sekitar pukul delapan pagi hingga tak jarang pukul satu dini hari. Para anggota juga bisa sahur di hotel sehingga tak harus pulang ke rumah. "Juga agar tidak terlambat saat mulai rapat," kata seorang anggota.

Mengenai rapat di hotel ini, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi Jacobus Purwono, yang menjadi mitra kerja panitia khusus, mengaku "kurang ingat". Sedangkan Sekretaris Jenderal Nining Indra Saleh menjelaskan, rapat di hotel hanya Sabtu dan Ahad. "Tim perumus betul-betul butuh konsentrasi, sehingga perlu membahas di hotel agar lebih fokus," katanya.

Menurut Kahar, intensitas pembahasan sejumlah rancangan undang-undang menjelang akhir masa tugas memang cukup ketat. Ia mengaku hanya sempat mengikuti dua-tiga kali rapat kerja membahas Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan karena mengikuti pembahasan Rancangan Undang-Undang Lingkungan Hidup. Sedangkan Tjatur bisa mengalami tiga pembahasan rancangan undang-undang dalam sehari.

Menurut Sony Keraf, rampungnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Ketenagalistrikan ini membuka peluang seluruh masyarakat menikmati listrik. "Saat ini masih ada 35 persen rakyat yang belum menikmati listrik," katanya. Ia mengakui, fraksinya sempat ngotot meminta PLN menjadi satu-satunya pemain dalam penyediaan energi listrik.

Rapiuddin meminta agar para penentang rancangan undang-undang ini meneliti dulu ketentuan yang diatur dalam rancangan ini. "Jeleknya di mana?" ia bertanya. Menurut dia, setiap pemain baru tetap akan menggunakan jaringan transmisi yang dibangun PLN. "Dan itu artinya swasta harus membayar sewa."

Jacobus Purwono membantah tudingan swasta menunggangi rancangan ini. "Tidak ada itu, titipan dari mana?" katanya. Ia menuding balik, para pengkritik rancangan undang-undang ini tidak memikirkan sebagian rakyat yang sampai kini belum kebagian listrik.

Budi Riza, Agung Sedayu


Kejar Tayang

Ada 284 RUU yang ditargetkan rampung pada periode 2004-2009. Hingga 1 September, 171 RUU telah disahkan menjadi undang-undang. Inilah RUU yang diusahakan rampung sebelum masa akhir tugas DPR pada 30 September:

RANCANGAN UNDANG-UNDANGSELESAI
RUU Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan
Hidupnya
8 Sept.
RUU Ketenagalistrikan8 Sept.
RUU Perfilman 8 Sept.
RUU Narkotika 14 Sept.
RUU Penetapan Perpu No.
2/2009 tentang Perubahan atas
UU No. 13/2008 tentang Ibadah
Haji
8 Sept.
RUU Anggaran dan Pendapatan
Belanja Negara Tahun 2010
15 Sept.
RUU Kawasan Ekonomi Khusus15 Sept.
RUU Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Penjualan Barang Mewah
16 Sept.
RUU Perposan Akhir
Sept.
RUU Kearsipan 
RUU Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta
 
RUU Lambang Palang Merah 
RUU Mengenai Perpu No. 3/2009
tentang Perubahan atas Undang-
Undang No. 9/1999 tentang
Keimigrasian Menjadi Undang-
Undang
 
RUU Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
 
RUU Jaminan Produk Halal 
RUU Amendemen Undang-
Undang No. 23/1992 tentang
Kesehatan
 
RUU Kepemudaan 
RUU Jaring Pengaman Sistem
Keuangan (RUU JPSK)
 
RUU Perubahan atas UU No.
31/1997 tentang Peradilan
Militer
 
RUU Rumah Sakit 
RUU Mata Uang 
RUU Kekuasaan Kehakiman 
RUU Perubahan atas UU No.
2/1986 tentang Peradilan Umum
 
RUU Perubahan atas UU No.
5/1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
 
RUU Perubahan atas UU tentang
Peradilan Agama dan RUU
Pembangunan Pedesaan
 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus