Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font size=2 color=#FF0000>MOMEN</font><br />Mahkamah Konstitusi Menangkan Setya Novanto

12 September 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHKAMAH Konstitusi mengabulkan gugatan uji materi dua undang-undang yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Aturan yang digugat adalah ketentuan informasi elektronik menjadi bukti hukum dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta ketentuan permufakatan jahat dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi.

Dalam gugatannya, Setya meminta informasi elektronik tidak dijadikan alat bukti hukum. Tapi majelis hakim konstitusi memutuskan informasi elektronik, terutama hasil penyadapan, masih bisa menjadi bukti sah sepanjang atas permintaan penegak hukum. Poin yang dikabulkan adalah informasi elektronik hasil penyadapan perorangan atau lembaga bukan penegak hukum dianggap ilegal. "Permohonan diterima sebagian," ujar Ketua Mahkamah konstitusi Arief Hidayat pada Rabu pekan lalu.

Untuk tafsir permufakatan jahat, Mahkamah memutuskan menerima semua gugatan Setya. Majelis menilai frasa permufakatan jahat dalam Undang-Undang Pidana Korupsi multitafsir dan tidak jelas.

Gugatan Setya ini terkait dengan skandal "Papa Minta Saham" pada November tahun lalu. Setya dilaporkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke Majelis Kehormatan Dewan. Sudirman menyerahkan bukti rekaman percakapan Setya, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. Karena kasus ini, Setya mundur sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Kejaksaan Agung sampai saat ini masih menyelidiki dugaan permufakatan jahat kasus itu. Setya mengaku puas terhadap putusan MK ini. "Dalam kasus saya, penyadapan itu bukan barang bukti," ujarnya.

Putusan Tidak Bulat

Dalam dua putusan itu, sembilan hakim konstitusi tidak bulat. Salah satu hakim menilai Setya Novanto masih anggota DPR, yang membuat undang-undang, sehingga tidak bisa menggugat.

  1. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
    • Poin gugatan: Pasal 5 dan pasal 44 Huruf B yang mengatur informasi atau dokumen elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.
    • Permohonan: Membatalkan.
    • Putusan: Dikabulkan sebagian. Informasi elektronik yang dibuat perorangan atau lembaga bukan penegak hukum ilegal. Jika atas permintaan penegak hukum dianggap sah.

  2. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi
    • Poin gugatan: Pasal 26 A, mengatur ketentuan alat bukti yang sah mengenai permufakatan jahat.
    • Permohonan: Frasa permufakatan jahat di undang-undang itu multitafsir atau tidak jelas sehingga harus dianulir.
    • Putusan: Mengabulkan seluruhnya.

Pemerintah Pulihkan Status WNI Arcandra

MENTERI Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menyatakan Arcandra Tahar berstatus warga negara Indonesia sejak 1 September lalu. "Setelah dilakukan pemeriksaan dan klarifikasi, Saudara Arcandra Tahar tetap menjadi WNI sesuai dengan prinsip perlindungan maksimum," kata Yasonna pada Rabu pekan lalu.

Menurut politikus PDI Perjuangan ini, Arcandra kehilangan kewarganegaraan Amerika Serikat sejak 12 Agustus lalu. Ini, kata dia, dikuatkan dengan persetujuan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat melalui penerbitan certificate of loss on nationality dari negara tersebut.

Pada Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mencopot Arcandra sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral karena memiliki paspor Indonesia dan paspor Amerika. Menurut Undang-Undang Kewarganegaraan Nomor 12 Tahun 2006, sejak memiliki paspor negara lain, Arcandra otomatis kehilangan kewarganegaraan Indonesia. Pemulihan status ini disebut-sebut untuk memuluskan upaya Jokowi mengembalikannya sebagai Menteri Energi.


Menteri Luhut Kunjungi Pulau G

MENTERI Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kamis pekan lalu, mengunjungi Pulau G, proyek reklamasi di pantai utara Jakarta yang dikelola Agung Podomoro Land melalui PT Muara Wisesa Samudra. Luhut tengah mempertimbangkan pencabutan pembatalan izin pulau reklamasi seluas 161 hektare tersebut oleh Menteri Koordinator Kemaritiman sebelumnya, Rizal Ramli.

Para wartawan dilarang meliput aktivitas Luhut di Pulau G. Seusai kunjungan, kepada wartawan, Luhut menyatakan Pulau G itu tidak bermasalah. "Semua manageable," ujarnya.

Sejak terpilih menggantikan Rizal, Luhut langsung mengevaluasi status pembatalan proyek reklamasi di Pulau G. Rizal membatalkan izin pulau reklamasi itu karena posisinya terlalu dekat dengan pembangkit listrik. Tapi hal ini dibantah Luhut. "Sudah saya cek, pulau ini enggak ada masalah," katanya. "Reklamasi dilanjutkan atau tidak, lihat saja nanti."


Aturan Korupsi Korporasi Rampung

MAHKAMAH Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah merampungkan draf Peraturan MA tentang Tanggung Jawab Pidana Korporasi, Kamis pekan lalu. Peraturan itu akan menjadi dasar hukum menjerat korporasi yang diduga terlibat kasus korupsi. "Sudah (selesai)," ujar hakim agung Surya Jaya setelah membahas peraturan MA tersebut di kantor KPK, Kamis pekan lalu.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan Undang-Undang Pidana Korupsi yang ada saat ini belum mengatur hukum acara pidana korporasi. Pimpinan KPK, kata dia, selama ini kesulitan menetapkan korporasi sebagai tersangka. "Penyidik atau penuntut umum ragu mengenai prosedur atau hukum acaranya," ujarnya.

Hukum acara yang dimaksud Alex adalah penetapan tersangka, persidangan, hingga hukuman kepada korporasi. Sejauh ini KPK belum pernah menjerat korporasi dalam kasus korupsi, meskipun direksi perseroan sudah banyak yang menjadi terpidana. Menurut Alex, lebih dari 90 persen kasus korupsi melibatkan sektor swasta.


KPK Tangkap Bupati Banyuasin

PENYIDIK Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Bupati Banyuasin Yan Anton Ferdian di rumah dinasnya di Banyuasin, Sumatera Selatan, Ahad dua pekan lalu. Pria 32 tahun ini ditangkap bersama lima orang lainnya, yakni seorang pengusaha, seorang makelar proyek, dan empat anak buahnya.

Yan diduga menjanjikan sebuah proyek di Dinas Pendidikan Banyuasin kepada Zulfikar Maharami, Direktur CV Putra Pratama. Sebagai imbalan, Yan meminta dana Rp 1 miliar untuk pergi beribadah haji. "Ini semacam mengijon proyek," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Senin pekan lalu. KPK menetapkan Yan dan lima orang lainnya sebagai tersangka.

Yan Anton mengaku khilaf. "Saya salah dan saya mohon maaf," katanya. Adapun Zulfikar Maharami memilih tidak mau menanggapi penangkapannya. Dalam kasus ini, penyidik menyita uang Rp 229,8 juta dan US$ 11.200 dari Yan Anton. KPK juga mengantongi bukti setoran biaya naik haji ke sebuah biro perjalanan Rp 531,6 juta atas nama Yan Anton dan istrinya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus