Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

''Kami Menemukan Beberapa Kuburan"

17 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walaupun Kota Dili hitam gosong, senyum penduduk kini mudah ditemui di mana-mana. Ribuan orang telah keluar dari lubang persembunyian di gunung. Ratusan lainnya, sejak Jumat lalu, mengalir pulang dari tempat pengungsian di Atambua, Nusatenggara Timur. Ojek dan angkutan kota mulai bekerja, di antara panser dan truk tentara. Di depan pelabuhan muncul pasar dadakan. Di situ sebatang sabun berharga lima sampai sepuluh ribu rupiah dan menjadi barang yang paling dicari saat ini.

Mayor Jenderal Peter Cosgrove, yang lahir di Sydney 52 tahun silam, adalah ''penguasa sementara" di wilayah yang mulai hidup lagi itu. Dia memimpin pasukan multinasional gabungan dari 12 negara tadi. Sejak pertama kali menjejakkan kakinya di Bandara Comoro, 20 September lalu, pemain rugbi bertubuh tinggi besar itu kini membawahkan 6.000 tentara. Jumlah ini akan terus bertambah hingga mencapai 8.500 personel, 4.500 di antaranya berasal dari angkatan bersenjata Australia.

Sabtu lalu, di sebuah bangunan tua bekas Gedung Perpustakaan Timor Timur di Dili, yang kini telah disulap jadi markas pusat Interfet, jenderal kutu buku itu menerima Karaniya Dharmasaputra dari TEMPO untuk sebuah wawancara khusus. ''Tolong beri tahu rekan-rekan Anda sesama wartawan agar tidak segan-segan datang ke sini," katanya. Pekan lalu, kecuali TEMPO, kawasan itu cuma diliput oleh ratusan wartawan asing. Berikut petikannya.


Apa hasil pertemuan Anda dengan Wakil Panglima Falintil Taur Matan Ruak, Jumat lalu?

Sebuah perundingan yang amat bagus. Agenda utamanya adalah membicarakan rekonsiliasi antara Falintil dan milisi prointegrasi. Langkah pertama adalah dengan mengurangi jumlah warga bersenjata. Saya mengatakan pada Matan Ruak, saya juga akan mengadakan pembicaraan dengan para pemimpin milisi (pro-Indonesia) seperti Eurico Guterres dan Joao Tavares. Saat ini saya tengah mencari jalan untuk bisa berunding dengan mereka.

Apakah Anda juga membicarakannya dengan TNI?

Ya. Saya telah meminta bantuan TNI untuk mengadakan pembicaraan pendahuluan, karena merekalah yang memiliki jalur kontak dengan pemimpin milisi.

Bagaimana tanggapan TNI?

Belum ada respons sampai hari ini. Tapi kami akan terus menanyakannya. Jika saya berada di sini selama 4 bulan, 14 bulan, atau berapa lama pun, setiap hari saya akan selalu memperjuangkan terselenggaranya perundingan itu.

Xanana Gusmao telah mengusulkan agar pasukan Falintil diintegrasikan ke Interfet, ini termasuk yang dibicarakan dalam perundingan kemarin?

Sama sekali tidak. Bunyi mandat saya sangat jelas. Pasukan multinasional ini harus beroperasi tanpa memihak salah satu kubu. Saya memahami usul Xanana Gusmao, tapi itu tidak masuk dalam rencana kerja saya.

Jika tidak menggunakan Falintil, bagaimana Anda bisa menyaring milisi dari para pengungsi yang sudah mulai kembali dari Timor Barat?

Prinsipnya, kami selalu mengupayakan agar Falintil dan milisi kembali dan hidup bersama secara harmonis. Memang ini sebuah masalah yang sulit. Karena itulah, saya harus segera bertemu dengan para pemimpin milisi untuk datang ke sebuah forum rekonsiliasi dengan pihak CNRT dan Falintil.

Di banyak media, tentara Interfet kerap terlihat duduk-duduk dengan warga prokemerdekaan yang bersenjata tanpa melucutinya. Target operasi Interfet ha-nya milisi?

Itu jelas tidak benar. Kami berusaha menyikapi setiap fakta secara sensitif. Yang ingin saya katakan, jika milisi menunjukkan itikad baik untuk berunding, atas dasar itulah perlucutan senjata atas semua potensi konflik di Tim-Tim bisa dilaksanakan. Itu pun secara bertahap. Jika mereka masih bertempur satu sama lain atau mengancam orang lain dengan senjata, mereka harus menghentikannya. Saya telah mendapat jaminan dari Falintil bahwa mereka bersedia berunding dan menahan diri. Saya juga menunggu-nunggu tanda yang sama dari milisi prointegrasi.

Rabu kemarin malah terjadi konflik bersenjata antara milisi dan Interfet di Suai. Seberapa besar kans perundingan bisa terselenggara?

Meski saat ini masih berada dalam situasi konflik, kami tidak boleh berhenti berunding. Insiden di Suai berawal saat pasukan saya bertemu dengan sejumlah orang—beberapa di antaranya bersenjata—yang hendak menyeberang ke Timor Barat. Diyakini beberapa adalah penduduk yang dipaksa pergi. Interfet bermaksud melucuti senjata mereka, tapi mereka menolak. Mereka akhirnya dilepas, tapi milisi lalu menembaki pasukan kami. Dan pasukan saya harus membela diri. Akhirnya, dua orang milisi terbunuh, dua orang tentara Interfet luka ringan terkena tembakan. Kedua milisi itu membawa senjata militer modern.

Senjata militer?

Ya, senjata militer. Jenisnya senapan otomatis SP-1 dan G-3.

Maksud Anda, senjata organik TNI?

Well, senjata jenis itu dimiliki TNI. Tapi saya tidak menuduh mereka telah mendapatkannya dari TNI. Yang saya katakan, mereka memiliki senjata militer modern (Dalam suatu wawancara dengan TEMPO, Xanana Gusmao mengatakan pihaknya pernah punya 27 ribu pucuk senjata bekas tentara Portugal, dan kebanyakan jenisnya G-3 itu. Adapun SP-1 dan SS-1 adalah buatan Pindad Bandung—Red.).

Kejadian itu menunjukkan milisi telah melakukan konsolidasi dan siap menyerang Interfet?

(Suara Cosgrove melambat dan memberi tekanan khusus) Kami merupakan kekuatan militer modern dan merupakan pasukan multinasional yang amat terlatih. Saya ingin menegaskan agar milisi jangan coba-coba melakukan tindakan itu.

Anda akan mengizinkan pasukan Interfet mengejar milisi sampai ke Timor Barat, sebagaimana pernyataan Menteri Pertahanan Australia?

Pernyataan Menteri Pertahanan itu harus dilihat dalam konteks sebuah situasi yang sangat luar biasa. Tapi, mari kita bicara tidak hanya dalam kasus Timor Timur dan Timor Barat. Jika pasukan kami diserang, mereka harus melindungi diri. Untuk itu mereka perlu mencari di mana lokasi para penyerang. Selama ini, perintah saya amat jelas, wilayah operasi pasukan ini adalah di dalam Timor Timur. Hanya di dalam Timor Timur.

Pemerintah RI protes keras atas pelanggaran wilayah oleh sebuah helikopter Black Hawk yang diduga milik Interfet di Pulau Kisar, Maluku.

Itu tidak pernah terjadi. Sekali lagi saya tegaskan: tidak ada. Tak satu pun helikopter kami mendarat di Pulau Kisar.

Jadi, itu helikopter dari mana?

Saya betul-betul tidak tahu. Yang jelas itu bukan heli kami. Selain Interfet, ada banyak pihak di dunia ini yang juga menggunakan Black Hawk.

Apa peran Interfet dalam penyelidikan kejahatan perang di Tim-Tim?

Jika menemukan indikasi kejatahan, hasil investigasi dan identifikasi yang telah kami miliki akan kami serahkan ke PBB, khususnya Unamet (United Nations Mission on East Timor). Kami akan membantu proses investigasi, tapi kami tidak memiliki ahli di bidang itu. Penyelidikan secara terperinci akan dilakukan oleh sebuah badan PBB yang memiliki ahli yang kompeten di bidang itu.

Apakah benar ada bukti pembunuhan massal di Tim-Tim?

Kami menemukan beberapa kuburan yang berisi sejumlah mayat sekaligus. Soal ini masih terus berkembang dan memang amat mengkhawatirkan. Tampaknya, ada banyak orang yang telah dibunuh di sana.

Dan itu bisa disebut sebagai pembunuhan massal?

Saya tidak tahu. Saya belum berada di sini ketika pembunuhan itu terjadi. Yang bisa saya laporkan, telah ditemukan sejumlah mayat di beberapa area. Sejumlah saksi mata memberi tahu kami bahwa mayat-mayat itu dibunuh pada saat yang bersamaan. Kami juga memiliki sejumlah bukti.

Noah Chomsky menyebut angka 10.000 orang telah dibantai di Tim-Tim, angka versi TNI tak lebih dari 100 orang. Versi Anda?

Well, saya tidak tahu. Ini sebuah negeri yang luas dengan penduduk yang sedang amat ketakutan. Saya tidak bisa berkomentar seberapa besar skala kekerasan yang telah terjadi.

Menurut Anda, apakah TNI mempersenjatai milisi untuk menciptakan kerusuhan setelah jajak pendapat?

Sekali lagi, saya tidak tahu. Yang bisa saya katakan, milisi yang tidak terkontrol telah melakukan berbagai tindakan kekerasan. Saya juga mafhum, kadang-kadang Falintil juga menggunakan kekerasan.

Benarkah pengiriman pasukan Australia hanya untuk kepentingan politik Perdana Menteri John Howard pada pemilu mendatang?

Saya adalah seorang prajurit. Dan saya sangat bangga menjadi panglima Interfet. Setiap negara yang mengirimkan pasukannya ke Interfet memiliki setidaknya dua tujuan nasional. Pertama, untuk menolong warga Tim-Tim. Kedua, untuk tetap mempertahankan hubungan baik dengan Indonesia.

Dulu Australia selalu getol mendukung ''pendudukan" Indonesia di Tim-Tim, tapi sekarang kebijakan itu berubah. Bukankah ini standar ganda?

Well, Australia mungkin mengubah pikirannya saat melihat kehancuran yang terjadi di kawasan ini. Jelas waktu itu ada sebuah situasi saat keamanan tak lagi bisa dikontrol.

Benarkah tentara Anda telah membakar hidup-hidup tiga anggota milisi di Pelabuhan Dili, 30 September lalu?

Segera setelah membaca berita itu, kami mengadakan investigasi. Dan saya sangat yakin untuk melaporkan kepada seluruh rakyat Indonesia bahwa peristiwa itu tidak pernah terjadi.

Panglima PPI Joao Tavares mengatakan tentara Anda merobek Merah Putih di Tibar, Liquica, pada 28 September, benarkah?

Sama sekali tidak benar. Pasukan saya telah diwanti-wanti bahwa kawasan ini masih menjadi wilayah kedaulatan RI. Saya menegaskan pada seluruh pasukan untuk menghormatinya. Anda lihat saja di sekeliling kota, tidak ada bendera kebangsaan lain.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus