BEBERAPA pegawai rendahan tampak berkerumun di pintu. Dalam
ruangan upacara jumlah wartawan jauh lebih banyak dibanding
pejabat yang hadir. Peristiwanya? Serah terima jabatan Sekjen
Asean dari H.R. Dharsono kepada penggantinya Umarjadi
Njotowijono yang berlangsung Sabtu pekan lalu di gedung
Sekretariat Asean, di Jalan Pejanihon, Jakarta.
Empat negara Asean diwakili oleh kepala perwakilan diplomatik
mereka, sedang Indonesia diwakili oleh Janwar Maran Djani, wakil
Umarjadi, yang beberapa jam sebelumnya diangkat menggantikan
Umarjadi menjadi Penjabat Sekretaris Umum Seknas Asean
Penyelesaian masalah Dharsono ternyata berupa penarikan dukungan
Indonesia pada Dharsono sebagai Sekjen Asean dan pencalonan
Umarjadi sebagai penggantinya. Dukungan itu ditarik karena
Dharsono dianggap "telah melibatkan di dalam masalah-masalah
politik dalam negeri Indonesia dengan membuat
pernyataan-pernyataan mengenai masalah tersebut dalam suatu
pertemuan terbuka di Bandung." Kegiatan demikian dipandang oleh
pemerintah Indonesia "tidak sejalan dengan kedudukan maupun
fungsi Dharsono sebagai Sekjen Asean" (TEMPO, 4 Pebruari).
Masalah ini ternyata cukup membuat sibuk Menlu a.i. Mochtar
Kusumaatmadja. Setelah beberapa kali rnengadakan pertemuan
dengan para dubes negara Asean di sini, awal bulan ini ia
mengunjungi negara-negara anggota Asean lain. Hasilnya:
Kesepakatan para Menlu Asean untuk membebaskan Dharsono dari
jabatannya dan menggantikannya dengan Umarjadi. Menlu Muangthai
Upadit Pachariyangkun sebagai ketua Panitia Tetap Asean kemudian
mengirim nota resmi pada Dharsono mengenai kesepakatan ini dan
memintanya untuk menyerahkan jabatannya pada Umarjadi sesegera
mungkin.
Kasus Baru
Dalam sambutannya yang 20 menit, Dharsono berpendapat bahwa
alasan yang diajukan Indonesia untuk menarik dukungan pada
dirinya kuat sekali, sehingga negara-negara Asean lain tidak
bisa tidak menerimanya. Kepada TEMPO ia menjelaskan
negala-negara Asean mengerti bahwa tanpa dukungan Indonesia,
efektifitasnya sebagai Sekjen akan berkurang.
Bagaimana pun ia bisa mengerti dan menerima keputusan itu karena
semua itu adalah untuk kepentingan Asean. Diakuinya bahwa
sedikit pun ia tidak merasa mendongkol kepada keempat negara
Asean karena keputusan mereka itu. Tentang penggantinya? "Pak
Umarjadi adalah 'orang lama' dalam masalah Asean dan saya yakin
ia mempunyai kemampuan untuk melnegang jabatan ini," kata
Dharsono.
Umarjadi Njotowijono, 68 tahun, memang bukan orang baru untuk
Asean. Ia ikut aktif dalam pencetusan dan pembentukan
Sekretariat Jenderal Asean dan selama beberapa tahun terakhir
ini menjabat Sekretaris Umum Seknas Asean. Dikenal sebagai
diplomat karir, ia sering mengetuai delegasi Indonesia pada
berbagai perundingan dan konperensi internasional dan pernah
menjabat Dubes dan Kepala Perwakilan Tetap Indonesia untuk PBB
di Jenewa. Tapi diakuinya bahwa sisa masa jabatan Sekjen Asean
yang hanya 3 bulan sampai akhir Mei mendatang hanya memberinya
kesempatan untuk sekedar meneruskan apa yang telah dilakukan
Dharsono.
Masalah Dharsono ini memang kasus baru bagi Indonesia.
Sekretariat Asean adalah organisasi internasional pertama ang
berpusat di Indonesia. Sampai sekarang belum ada ketentuan yang
jelas yang mengatur kedudukan orang Indonesia yang bekerja
sebagai staf Sekretariat ini. Apakah mereka dianggap dan
menerima perlakuan sebagai diplomat dengan hak-hak istimewanya
atau tetap sebagai warga negara biasa.
Kabarnya Indonesia sendiri sedang mengusulkan beberapa pasal
tambahan pada peraturan tentg- Sekretariat Asean ini. Diusulkan
agar staf Sekretariat Asean yang berkebangsaan Indonesia tidak
mendapat status diplomat. Mochtar Kusumaatmadja kepada pers
pernah menjelaskan adanya prinsip dalam hukum internasional yang
berlaku bagi seorang "pegawai sipil internasional" dalam
organisasi antar-bangsa dan diakui secara umum.
Mungkin ini hikmah dari kasus Dharsono. Untuk mencegah
terulangnya kejadian yang sama, perlu ada peraturan yang jelas
yang menegaskan kedudukan orang Indonesia yang kebetulan
menjabat pegawai sipil internasional dalam suatu organisasi
internasional yang berkedudukan di Indonesia. Umarjadi sendiri
memandang perlu adanya semacam "kode ethik" bagi semua staf
Sekretariat Asean. ini mungkin yang segera akan dikerjakannya.
Apa rencana Dharsono selanjutnya? Mula-mula ia akan lapor ke
Deplu di mana ia ditempatkan sejak 1969 "kalau-kalau mereka
masih memerlukan saya." Kalau tidak, ia akan kembali ke Hankam
Juni mendatang ia akan memasuki Masa Persiapan Pensiun (MPP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini