Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 14 desa di Kecamatan Bulukumba, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan mengembangkan konsep desa inklusi. Aparat dan sebagian penduduk desa tersebut mendapatkan pelatihan pembangunan kapasitas desa yang terakses bagi penyandang disabilitas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pelatihan ini bermanfaat dalam penyusunan kebijakan dan anggaran yang mengakomodasi penduduk difabel. Fasilitator Pembangunan Kapasitas Desa Inklusi di Kabupaten Bulukumba, Nur Syarif Ramadhan mengatakan program ini merupakan perwujudan sosialisasi terhadap sembilan indikator desa inklusi yang sudah disusun organisasi penyandang disabilitas sejak 2014 di Yogyakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Ada beberapa materi pembangunan kapasitas desa untuk menjadi desa inklusi," kata Nur Syarif Ramadhan yang aktif di organisasi Pergerakan Difabel Indonesia untuk Kesetaraan atau Perdik saat diwawancara, Minggu 6 September 2020.
Materi pembangunan kapasitas desa menjadi desa inklusi ini antara lain, memperkenalkan siapa dan apa penyandang disabilitas, kerentanan penyandang disabilitas di beberapa bidang, penerapan aksesibilitas dan penyusunan anggaran berperspektif penyandang disabilitas. Ada pula penguatan strategi advokasi serta organisasi penyandang disabilitas.
Sejumlah perangkat desa dan elemen masyarakat dari 14 desa di Kabupaten Bulukumba mengikuti pelatihan tersebut. "Kami berharap mereka dapat menjadi duta yang membawa pesan inklusi ini," ujar Syarif.
Salah satu desa yang berhasil menerapkan kebijakan inklusi dan aksesibilitas adalah Desa Kambuno. Di desa tersebut, beberapa aksesibilitas bagi penyandang disabilitas yang sudah diterapkan antara lain menyediakan ramp atau bidang miring pada beberapa fasilitas umum, seperti posyandu. Beberapa bangunan ibadah di Desa Kambuno juga sudah memiliki lantai pemandu.
Sembilan indikator yang menjadikan sebuah desa menjadi desa inklusi mengacu pada konsep yang dikembangkan secara bersama-sama oleh aktivis difabel pada 2014. "Konsep ini digagas bersama teman-teman Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel atau SIGAB dan dimatangkan pada temu inklusi pertama di Sendang Tirto, Sleman," ujar Direktur Perdik, Ishak Salim.
Pada 2015, sembilan indikator desa inklusi mulai diterapkan pada sepuluh desa di Yogyakarta. Seiring waktu, sembilan indikator desa inklusi mulai disosialisasikan bersama pemerintah daerah dan banyak diterapkan pada desa di beberapa kecamatan seluruh Indonesia.