Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi Kamisan Malang menggelar aksi menuntut keadilan bagi keluarga korban tragedi Kanjuruhan di depan Balai Kota Malang pada Kamis, 3 September 2024. Lantaran selama ini, mereka belum meraih keadilan. Bahkan, Nico Afinta yang dicopot dari Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur dicopot atas tragedi yang menyebabkan 135 nyawa lebih melayang, kini dipromosikan menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Keadilan masih terus diperjuangkan. Hai penguasa, hai pembunuh, kalian boleh bersenang-senang tapi ingat hukum karma. Saya bersumpah demi Allah, hidup kalian tidak akan tenang,” kata salah seorang keluarga korban saat berorasi di depan puluhan peserta aksi berkaos serba hitam.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka membentangkan spanduk bertulis,”1 Oktober Hari Duka Sepak Bola”, “Tragedi Kanjuruhan Pelanggaran HAM Berat”, dan “Negara Lepas Tangan Kanjuruhan Terabaikan”.
Mereka juga membacakan sejumlah puisi yang didedikasikan untuk keluarga korban. Sejumlah keluarga korban yang hadir meneteskan air mata, tangis meledak saat emosi mereka tersentuh. Salah satunya Cholifatul Nur atau yang akrab disapa Mama Ifa. Ia kehilangan anak semata wayangnya Jovan Farellino Yuseifa Pratama Putra, 15 Tahun.
Mama Ifa memprotes pengangkatan Nico Alfinta sebagai Sekjen Kemenkumham. Menurutnya, Nico merupakan pimpinan kepolisian yang paling bertanggung jawab dalam kasus tragedi Kanjuruhan. "Konyol. Saat kejadian dia melarikan diri. Sekarang kok naik jabatan. Negara tidak berpihak, keadilan belum diraih," kata dia.
Keluarga korban terus menyuarakan dan memperjuangkan keadilan. Menuntut agar pelaku intelektual diseret ke pengadilan dan dihukum berat. Mereka juga mendesak Presiden terpilih, Prabowo Subianto berani meminta aparat penegak hukum mengungkap kasus tragedi Kanjuruhan secara menyeluruh.
Sedangkan keluarga korban tidak menempatkan restitusi sebagai tujuan utama. "Tidak fokus ke situ, kami mencari keadilan bukan restitusi. Negara harus mengakui jika bersalah dalam kasus ini," katanya.
Dua tahun berlalu, keluarga korban masih menyimpan trauma. Anggota keluarga yang dicintainya tak kembali pulang usai menonton sepak bolan di stadion Kanjuruhan, Kepanjen pada 1 Oktober 2022. Suporter sepak bola bertumbangan usai ditembak dengan gas air mata.