Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Melawan Embargo hingga Kesatuan Sistem Jet Tempur

India membeli jet tempur Rafale karena hendak melawan embargo militer Amerika Serikat. Berbeda dari negara Timur Tengah yang berkeinginan bergerak dalam satu sistem pesawat.

14 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Display pesawat Rafale pada Egypt Defence Expo (EDEX), di Kairo, Mesir, 30 November 2021. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Teknologi yang digunakan jet tempur Rafale terbebas dari peraturan perdagangan senjata internasional.

  • Uni Emirat Arab lebih dulu daripada Indonesia memborong 80 jet tempur Rafale pada Desember 2021.

  • Alasan Indonesia memilih Rafale bisa jadi berbeda dari negara-negara Timur Tengah.

JAKARTA – Selain Indonesia, sejumlah negara di dunia lebih dulu membeli jet tempur Dessault Rafale asal Prancis. Mereka di antaranya Mesir, Qatar, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Yunani, dan India.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dosen hubungan internasional dari Bina Nusantara University, Curie Maharani Savitri, mengatakan pembelian pesawat buatan Prancis itu mempunyai kelebihan tersendiri, terutama bagi negara yang menyatakan diri sebagai non-aliansi seperti Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pemilihan Prancis sebagai supplier ini menarik karena negara tersebut terkenal akan kemandirian teknologi," kata Curie, Ahad, 13 Februari 2022.

Ia berpendapat, keputusan Indonesia membeli jet tempur Rafale seolah-olah ingin mengikuti jejak India yang pernah diembargo oleh Amerika Serikat. Karena embargo itu, India lantas berpaling dan memilih membeli jet tempur buatan Rusia, kemudian menyusul alat utama sistem senjata (alutsista) buatan Prancis. "Untuk mengurangi ketergantungan kepada Rusia, India berpaling ke Prancis," ujar Curie.

Indonesia pernah diembargo Amerika pada 1995. Embargo militer yang berlangsung selama 10 tahun itu lantaran Amerika menuduh Indonesia telah melanggar hak asasi manusia di Timor Timur—provinsi ke-27 di Indonesia ketika itu yang kini dikenal dengan nama Timor Leste. Amerika menghentikan penjualan senjata dan suku cadang alutsista yang dibutuhkan Indonesia. Embargo itu membuat Indonesia berpaling ke Rusia untuk membeli jet tempur Sukhoi Su-27 dan Su-30.

Indonesia sebetulnya hendak membeli Su-35 pada 2018. Tapi pembelian jet tempur generasi terbaru Rusia ini dibatalkan pada 2021 karena Indonesia khawatir akan sanksi Amerika. Kini Indonesia memilih membeli enam jet tempur Rafale, yang akan ditambah hingga 42 unit.

Pesawat tempur Rafale saat tiba di Tanagra, Yunani, 19 Januari 2022. REUTERS/Alkis Konstantinidis

Enam tahun sebelum Indonesia; India, Mesir, dan Qatar lebih dulu membeli jet tempur Rafale. Lalu menyusul Yunani, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi, yang ikut memborong pesawat tempur generasi 4,5 itu.

Saat ini Mesir sudah membeli 54 jet Rafale. India membeli 36 jet tempur serupa. Qatar dan Yunani masing-masing membeli 36 dan 24 unit Rafale. Adapun Uni Emirat Arab memborong 80 jet Rafale senilai sekitar Rp 276 triliun pada 3 Desember 2021.

Menurut Curie, Indonesia memilih Rafale karena teknologi yang digunakan terbebas dari peraturan perdagangan senjata internasional atau International Traffic in Arms Regulations (ITAR). Artinya, Amerika tak bisa mengembargonya karena Rafale sama sekali tidak menggunakan buatan Negeri Abang Sam tersebut.

"Berbeda dengan Gripen dari Swedia yang beberapa tipenya masih menggunakan mesin dari Amerika," ucap Curie. "Jadi, dengan pengadaan ini, Indonesia menyampaikan pesan yang kuat bahwa kita mungkin tidak bisa beli teknologi Rusia, tapi bisa beli teknologi lain yang tak bisa diintervensi AS."

Alasan Indonesia memilih Rafale ini bisa jadi berbeda dari negara-negara Timur Tengah. Misalnya, kata Curie, Uni Emirat Arab membeli Rafale karena mereka mempunyai kemitraan strategis dengan Prancis. Pasukan Prancis juga berpangkalan di Uni Emirat Arab. "UAE sebelumnya pakai pesawat tempur Mirage (jet tempur generasi keempat buatan Dassault). Begitu juga dengan Yunani dan Mesir," ujarnya.

Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie mengatakan pemerintah seharusnya mempertimbangkan 11 anomali yang menjadi syarat, seperti potensi ancaman, sebelum membeli alutsista. "Saya setuju beli apa saja, tapi mau dipakai ke mana ini peralatan perangnya? Kalau beli itu, harus yang tepat guna, tepat beli, dan tepat sasarannya," kata dia.

Menurut Connie, negara-negara Timur Tengah membeli Rafale karena mereka ingin mempunyai sistem persenjataan yang sama jika ke depan ingin digerakkan. "Misalnya negara-negara Arab mau menghajar Israel, kan mereka mesti bersatu. Mesti commonwealthy pesawatnya," ujar dia. "Negara Timur Tengah ada keinginan bergerak bersama, jadi harus pakai yang satu sistem."

Connie menambahkan, jika ingin menggabungkan sistem pesawat dengan negara di sekitarnya, Indonesia justru sebaiknya membeli jet tempur F16 buatan Amerika. Negara tetangga Indonesia, seperti Singapura, Australia, dan Malaysia, juga menggunakan jet tempur ini.

IMAM HAMDI 
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus