Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Aliansi Dosen Tuntut Regulasi Tukin Diatur Secara Adil

Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) menuntut pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi atau Kemendiktisaintek untuk mengatur regulasi soal Tunjangan Kinerja atau Tukin secara adil. Ketua Adaksi, Anggun Gunawan, mengatakan Kemendiktisaintek harus merancang draf Peraturan Presiden (Perpres) baru terkait Tukin bagi pegawai yang berada di bawah naungan kementerian tersebut.

14 Januari 2025 | 11.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karangan bunga yang dikirimkan oleh Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (ADAKSI) di depan Kantor Kemendiktissaintek Jakarta, 6 Januari 2025. Karangan bunga yang dikirim merupakan bentuk protes dan kekecewaan atas tidak dibayarnya tunjangan kinerja atau tukin dosen sejak 2020. TEMPO/Amston Probel

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) menuntut Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi atau Kemendiktisaintek untuk mengatur regulasi soal tunjangan kinerja atau Tukin secara adil. Ketua Adaksi, Anggun Gunawan, mengatakan Kemendiktisaintek harus merancang draf peraturan presiden (Perpres) baru terkait Tukin bagi pegawai yang berada di bawah naungan kementerian tersebut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Perpres baru ini mesti menghapus klausul pengecualian yang selama ini menghambat pemberian Tukin kepada dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berstatus Badan Layanan Umum (BLU) dan Badan Hukum (BH)," kata dia dalam keterangan resmi, Selasa, 14 Januari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Anggun mengatakan bahwa pemberian Tukin yang merata kepada seluruh dosen ASN Kemdikbudristek merupakan langkah krusial untuk mewujudkan keadilan di lingkungan pendidikan tinggi. Salah satunya dengan Perpres baru terkait Tukin.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M Simatupang mengatakan untuk PTN BLU dan PTN badan hukum ada remunerasi atau semacam tukin. Namun, Anggun menjelaskan bahwa pemberian remunerasi di PTN BLU saat ini memakan waktu yang sangat lama, yakni antara 5 hingga 8 tahun untuk dapat diberikan kepada dosen. Karena itu, ia menekankan pentingnya adanya Perpres baru untuk mengatasi masalah ini.

"Proses yang berlarut-larut ini berdampak pada kesejahteraan pegawai dan menghambat motivasi kerja mereka," kata Anggun.

Selain itu, ia juga menyampaikan bahwa terdapat kesenjangan remunerasi antara perguruan tinggi negeri (PTN). Kampus-kampus ternama yang berada di wilayah dengan populasi besar cenderung memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan kampus yang kurang dikenal dan berada di daerah dengan populasi kecil. Hal ini melanggar prinsip keadilan antar sesama profesi dosen ASN.

Remunerasi menurut Anggun juga kerap diterima dosen di bawah nominal Tukin yang telah diatur berdasarkan kelas jabatan. Selain itu, kampus sering kali menaikkan uang kuliah dan menerima mahasiswa baru dalam jumlah besar untuk meningkatkan remunerasi. Akibatnya, dosen mengajar secara melewati standar SKS yang wajar, yang kemudian mengganggu waktu mereka untuk menjalankan tridharma perguruan tinggi lainnya, seperti riset dan pengabdian masyarakat.

"Kuota mahasiswa baru yang besar di PTN mengurangi kesempatan PTS untuk mendapatkan mahasiswa baru, mengganggu keseimbangan ekosistem pendidikan tinggi," kata dia.

Ia juga menyoroti terdapat perbedaan remunerasi dengan Tukin. ADAKSI menekankan bahwa remunerasi seharusnya ditempatkan sebagai bonus atas kinerja perguruan tinggi yang bergantung pada pendapatan masing-masing. Sebaliknya, Tukin merupakan hak wajib yang harus diterima setiap dosen ASN Kemdiktisaintek, dengan besaran yang sama di seluruh Indonesia, sesuai kelas jabatan, dan didanai melalui APBN, bukan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) perguruan tinggi.

Oleh karena itu, Perpres baru ini, kata Anggun, diharapkan mampu menjadi solusi yang adil dan berkeadilan bagi seluruh dosen ASN Kemdiktisaintek, tanpa memandang status PTN tempat mereka mengabdi.

"Kami mengajak seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, akademisi, dan masyarakat luas, untuk mendukung upaya ini demi menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih baik dan berkeadilan di Indonesia," ujar Anggun.

Sebelumnya, Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Stella Christie mengatakan pihaknya sedang berupaya untuk membayar tunjangan kinerja atau Tukin dosen ASN di lingkungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek).

Kemendiktisaintek saat ini sedang menyelesaikan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) mengenai Tukin dosen ASN itu. Perpres ini diperlukan sebagai aturan turunan untuk mencairkan Tukin dosen ASN. Rancangan Perpres itu kini sedang dalam tahap harmonisasi.

"Perpres ini kunci. Ini memang harus diurus. Nah, rancangan Perpres ini pun sudah ada dan sedang dibicarakan di rapat-rapat harmonisasi antar-kementerian," kata Stella ketika berkunjung ke kantor Tempo di Jakarta, Rabu malam, 8 Januari 2025.

Stella mengatakan Kemendiktisaintek merupakan kementerian baru yang merupakan pecahan dari Kemendikbudristek. Karena itu, Satryo Soemantri Brodjonegoro ketika awal menjabat sebagai Mendikti Saintek segera menyusun alokasi anggaran tukin dosen ASN. Anggaran yang diusahakan sebesar Rp2,8 triliun. Anggaran ini pun sudah dimintakan kepada DPR.

"Kan ada warisan dari sebelumnya. Nah, kami bisa mengatur, bisa meminta apa yang masih kurang. Nah, yang kami mintakan di konsinyasi di DPR soal tukin itu," kata Stella.

Hendrik Yaputra berkontribusi dalam tulisan ini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus