Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
RUANG rapat utama kantor Partai Golkar di Slipi, Jakarta Barat, mendadak riuh pada Kamis pekan lalu. Listrik tiba-tiba padam di tengah pemaparan Ketua Harian Golkar Nurdin Halid. Para pengurus yang awalnya takzim menyimak pemaparan beranjak dari kursinya. Ada yang mendekati tempat makan dan ada yang melipir mencari udara segar. Gelap dan pengap seketika menyelimuti ruangan.
Di meja pimpinan, sejumlah elite Golkar berkerumun. Setya Novanto, Nurdin Halid, dan Yorrys Raweyai berbicara sambil mendekatkan kepala. Di belakang mereka, Sigid Haryo Wibisono ikut berdiri menyimak pembicaraan. Meskipun bukan orang yang diajak berbincang, Sigid terlihat sesekali menimpali pembicaraan. Mengapa Sigid bisa langsung masuk ke lingkaran elite partai? "Sudahlah, saya jangan memberi komentar dulu," kata Sigid kepada Tempo.
Duduknya sejumlah nama terpidana di kepengurusan Golkar seperti Sigid Haryo Wibisono menjadi sorotan publik. Sigid adalah terpidana kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Selain Sigid, mantan narapidana yang masuk pengurus adalah Nurdin Halid dan Fahd El Fouz A. Rafiq. Mereka menempati posisi penting di bawah kepemimpinan Setya Novanto.
Masuknya sejumlah terpidana bukannya tak menimbulkan kritik dari kalangan internal partai. Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Yorrys Raweyai sebenarnya ingin kepengurusan Setya diisi wajah baru yang bersih dari catatan negatif. Apalagi, kata Yorrys, masa kerja Setya hanya bakal berlangsung tiga tahun. Menurut Yorrys, "Golkar seharusnya bisa langsung bekerja tanpa direpotkan isu moral."
Meskipun bagi publik mengejutkan, terpilihnya Sigid Haryo bagi kader partai beringin bukan sesuatu yang mengagetkan. Di elite Golkar, Sigid dikenal sebagai orang dekat Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo. Kemenangan Setya di Bali salah satunya karena turun gunungnya perwira militer melobi langsung pemilik suara. Manuver ini cocok dengan keinginan Setya yang ingin mengembalikan jalur A, yakni ABRI (militer), ke kalangan internal Golkar.
Kepada Tempo, seorang peserta Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar bercerita sempat melihat seorang panglima komando daerah militer berkeliling di arena Munas di Bali Nusa Dua Convention Center. Mengenakan jaket Angkatan Muda Partai Golkar, tentara ini berkeliling di sekitar lokasi Munas. Namun dia gagal masuk ke ruang persidangan karena tak memiliki kartu akses. "Foto wajahnya tidak cocok dengan kartu yang dipakai," kata politikus ini.
Gatot dan Sigid memiliki kedekatan emosional karena sama-sama berdarah Solo. Jalur kedekatan lain adalah lewat Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri (FKPPI). Sigid pernah menjadi Sekretaris FKPPI Jawa Tengah. Seorang anggota tim sukses Setya menerangkan, Sigid berperan sebagai operator lapangan Panglima TNI menggalang dukungan untuk Setya. Pria kelahiran Solo, 11 November 1966, ini aktif di salah satu markas pemenangan Setya di Jalan Dharmawangsa IV, Jakarta Selatan.
Seorang dari tim sukses Setya menuturkan, Sigid berperan memastikan panglima kodam dan komandan teritorial mendekati pemilik suara di tingkat kabupaten/kota, terutama yang menjadi kepala daerah atau pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dia juga aktif menggalang dana untuk pemenangan Setya. Saat dimintai konfirmasi soal perannya ini, Sigid irit bicara. "Saya ini siapa, sih?" ujarnya, lalu tersenyum.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo juga membantah disebut ikut cawe-cawe dalam pelaksanaan Munas Golkar itu. Apalagi disebut mengerahkan komandan teritorial untuk memenangkan Setya. "Mana ada? Tanya sama Pangdam, benar enggak?" tutur Gatot, Kamis pekan lalu. Adapun Setya merasa tak pernah didukung Panglima TNI. "Itu cuma isu," kata Setya.
Gatot juga membantah informasi yang menyebut Sigid sebagai salah satu anggota stafnya. Sebab, kata Gatot, dia tak pernah mengangkat staf khusus dari kalangan sipil. Soal relasinya dengan Sigid, lulusan Akademi Militer 1982 ini meminta Tempo menanyakan langsung kepada yang bersangkutan. "Jangan tanya ke saya," tutur Gatot. Sigid pun tidak menjelaskan secara gamblang kedekatannya dengan Gatot. "Beliau sahabat, senior saya," ujarnya.
Di Partai Golkar, Sigid bukan kader kemarin sore. Dia pernah menjadi Wakil Ketua Golkar Jawa Tengah dan terpilih sebagai anggota DPRD pada 1997. Setahun kemudian, Sigid mengundurkan diri dari jabatannya. Dia pindah ke Jakarta menjadi asisten pribadi Menteri Kehakiman Muladi, yang juga politikus Golkar. Pada 2002-2004, Sigid menjadi penasihat Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah. "Saya memang orang lama di Golkar," kata Sigid.
Nama Sigid sempat muncul saat konflik di Partai Kebangkitan Bangsa antara Abdurrahman Wahid dan Muhaimin Iskandar. Kala itu Muhaimin menuding PKB terganggu oleh makelar yang melakukan transaksi politik. Selepas dari PKB, nama Sigid melambung karena terlibat pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Hakim memvonis Sigid dengan hukuman 15 tahun penjara. Dia bebas bersyarat pada September 2015.
Selepas dari penjara, manuver politik Sigid terekam saat kisruh pemecatan Fahri Hamzah sebagai kader Partai Keadilan Sejahtera. Dua pekan sebelum surat itu diumumkan secara resmi, Sigid menenteng surat itu ke Setya Novanto dan Fadli Zon. Fahri membenarkan informasi ini. "Dia menunjukkan surat pemecatan saya ke kolega saya di DPR," kata Fahri. Sigid menampik informasi ini, "Info dari mana itu?"
Menjelang Munaslub Golkar, Sigid bergerak gesit. Dia mengikuti irama pemerintah mendukung Setya Novanto. Kemenangan Setya menjadi pintu masuk Sigid ke partai lamanya itu meskipun jalannya tak mulus. Seorang politikus bercerita, Nurdin Halid dan Setya sempat bersitegang soal Sigid dan Fahd dalam rapat formatur di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa dua pekan lalu.
Politikus ini menuturkan, Nurdin tak ingin Yahya Zaini, Fahd El Fouz, dan Sigid masuk pengurus. Alasannya, nama-nama ini bisa membebani citra partai. Setya ngotot. Kemarahan Setya ditunjukkan dengan meninggalkan ruangan dan tak kunjung kembali hingga rapat berakhir. Tim formatur berkompromi. Yahya dicoret, dua lainnya tetap masuk.
Anggota formatur, Roem Kono, memilih bungkam soal siapa yang memasukkan nama Sigid ke struktur pengurus. "No comment," ucapnya. Formatur lain, Nurdin Halid, meminta Tempo menanyakan kepada Setya soal Sigid. "Dia usulan formatur Jawa Timur," kata Nurdin. Sigid juga tak bersedia menjelaskan pintu masuknya. "Saya ini cuma wayang. Disuruh masuk penjara saja saya masuk," ujarnya.
Setya mengakui adanya tarik-ulur soal Sigid dalam pembahasan bersama tim formatur. Menurut dia, ketua umum memiliki hak istimewa untuk memutuskan nama-nama tertentu. Termasuk mantan narapidana. Namun dia juga tak menjawab tegas apakah Sigid merupakan orang dekat Panglima TNI. "Saya tidak tahu. Saya tinggal teken," katanya.
Selain Sigid, nama lain yang sempat alot diperdebatkan adalah politikus muda Golkar, Fahd El Fouz. Ketua Umum Generasi Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong ini dikenal sebagai salah satu orang kepercayaan Setya. Pada 2012, dia terjerat kasus korupsi dana penyesuaian infrastruktur daerah. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis dua tahun enam bulan.
Keluar dari penjara pada September 2014, Fahd dengan cepat membangun karier politik. Pada Juni 2015, dia menggelar Kongres Luar Biasa Komite Nasional Pemuda Indonesia di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, atas dukungan Setya Novanto. Hasilnya, dia terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum. Meskipun tidak hadir, Setya mengirimkan karangan bunga atas penyelenggaraan acara ini.
Selama kampanye Setya menjelang Munaslub Golkar di Bali, Fahd jugalah yang terus mendampingi. Seorang anggota tim sukses Setya mengatakan Fahd menjadi juru bayar kepada kader daerah pendukung Setya. Nilainya Rp 3 miliar untuk Golkar provinsi dan Rp 300-600 juta untuk tingkat kabupaten/kota. Fahd juga menjadi juru bayar untuk wartawan yang membantu menulis berita-berita Setya di Bali. Fahd membantah tudingan ini. "Itu tidak benar. Masak, saya terus dituduh-tuduh?" kata Fahd.
Kedekatan Setya dengan Fahd juga dihubungkan oleh seorang pengusaha minyak, salah satu pemegang saham PT AirAsia Indonesia. Sejumlah politikus di Golkar menuturkan mendapat tugas khusus dari sang pengusaha, yaitu menggratiskan transportasi untuk para pendukung Setya via maskapai penerbangan AirAsia. Fahd membenarkan informasi ini. Namun, "Saya cuma memberangkatkan 30 orang," katanya.
Politikus lain di Golkar menuturkan, Fahd juga diberi kepercayaan oleh Setya untuk membeli pesawat pribadi. Rencana ini terlontar saat pengumuman kepengurusan pada Senin pekan lalu. Pekan lalu, kata politikus ini, Setya meminta Fahd pergi ke Bangkok untuk melihat-lihat pesawat pribadi. Pembelian pesawat pribadi ini bertujuan memudahkan mobilitas Setya berkunjung ke daerah.
Putra almarhum pedangdut A. Rafiq ini membenarkan kepergiannya ke Bangkok tapi tak terkait dengan urusan pembelian pesawat. "Mana ngerti saya soal pesawat, bahasa Inggris saja tak bisa," kata Fahd.
Dikritik kiri-kanan, Fahd tampak berhati-hati menjawab pertanyaan wartawan. Dia bersama Sigid Haryo Wibisono menyadari bakal menjadi sorotan karena berstatus mantan narapidana. Meskipun berada di sorotan yang sama, Fahd mengaku tak pernah mengenal Sigid sebelumnya. "Baru kenal setelah menjadi pengurus," kata Fahd.
Pengakuan Fahd rupanya tak sepenuhnya benar. Di tengah jeda rapat pleno saat listrik padam pada Kamis pekan lalu, Fahd menghampiri Sigid, yang sedang berbincang dengan Tempo. "Tadi ada wartawan yang bertanya apa aku kenal Mas Sigid atau tidak," ujar Fahd sembari menyalami koleganya itu. Belum sempat Sigid menyahut, Fahd melihat Tempo. "Lho, ini orangnya," katanya sambil tersipu-sipu.
Wayan Agus Purnomo, Aditya Budiman, Hussein Abri Yusuf
Terjerat Perkara Pembantu Setya
Partai Golkar telah menetapkan 200-an nama pengurus pada Senin pekan lalu. Jumlah ini membengkak dari rencana awal, yakni 117. Ada tiga terpidana yang menjadi pengurus harian. Selain itu, sejumlah nama berstatus tersangka atau pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam dugaan kasus korupsi.
1. Nurdin Halid
Jabatan: Ketua Harian
Catatan: Terpidana 2 tahun 6 bulan bui kasus pelanggaran kepabeanan impor beras.
2. Ahmad Hidayat Mus
Jabatan: Ketua Koordinator Pemenangan Pemilu Wilayah Timur
Catatan: Berstatus tersangka akibat terseret kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sula di Kabupaten Sula, Maluku Utara.
3. Kahar Muzakir
Jabatan: Ketua Koordinator Bidang Kepartaian
Catatan: Beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus suap Pekan Olahraga Nasional Riau.
4. Fahd El Fouz A. Rafiq
Jabatan: Ketua Bidang Pemuda dan Olahraga
Catatan: Terpidana kasus korupsi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011 dan divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
5. Rudi Alfonso
Jabatan: Ketua Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia
Catatan: Divonis Pengadilan Negeri Batam 6 bulan penjara karena terbukti mengimpor 2.000 ton limbah beracun dan berbahaya dari Singapura.
6. Sigid Haryo Wibisono
Jabatan: Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Timur
Catatan: Terpidana 15 tahun penjara kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran.
7. Charles Jonas Mesang
Jabatan: Wakil Sekretaris Jenderal
Catatan: Terseret kasus pengadaan alat kesehatan di Departemen Kesehatan pada 2007.
Jaksa penuntut umum KPK menyebut Charles menerima duit dari eks Direktur Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Desember 2015.
8. Wihaji
Jabatan: Wakil Sekretaris Jenderal, staf ahli Kahar Muzakir di DPR
Catatan: Beberapa kali diperiksa KPK dalam kasus suap PON di Riau.
Sumber: Pusat Data dan Analisa Tempo, Naskah: Wayan Agus Purnomo
Menanti Jatah dari Istana
PERTEMUAN dengan Presiden Joko Widodo kini menjadi kegiatan yang sering dilakukan Ketua Umum Golkar Setya Novanto. Dua pertemuan empat mata dilakukan Setya dalam dua pekan terakhir. Isu yang dibahas pun beragam, dari soal situasi politik nasional, kondisi partai, hingga visi pemerintah. "Ya, kami bicara heart to heart," kata Setya, Jumat pekan lalu.
Pertemuan pertama berlangsung setelah Setya bersama jajaran pengurus baru Golkar menyampaikan hasil musyawarah nasional partai berlambang pohon beringin itu, yang digelar pada pertengahan Mei lalu, ke Jokowi. Pertemuan khusus itu berlangsung sekitar sepuluh menit. Setya dipanggil ke salah satu ruangan di Istana Merdeka setelah Ketua Dewan Pembina Golkar Aburizal Bakrie dan Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham, yang ikut datang ke Istana Merdeka, keluar lebih dulu.
Keesokan harinya, Jokowi kembali memanggil Setya ke Istana. Kali ini mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu datang sendiri. Menurut pengurus Golkar yang mengetahui pertemuan itu, keduanya membahas rencana Golkar masuk kabinet. Dalam pertemuan itu, muncul dua nama yang disiapkan Golkar. Kedua nama itu adalah Idrus Marham dan Ketua Koordinator Bidang Perekonomian Golkar Airlangga Hartarto. Setya mengaku tidak pernah menyodorkan nama kepada Presiden dalam pertemuan. Tapi ia mengatakan Golkar siap jika Presiden meminta salah satu kader masuk kabinet.
Mengenai nama Idrus dan Airlangga yang mencuat, Setya mengatakan keduanya memiliki keahlian masing-masing. "Pak Idrus secara politik punya visi, sementara Airlangga berpengalaman di perbankan," katanya.
Ketua Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Golkar Yorrys Raweyai tak menyangkal sudah ada pembicaraan internal mengenai masuknya Golkar ke kabinet. "Kalau diminta, kami siap," katanya. Idrus dan Airlangga mengaku tidak tahu-menahu namanya disorongkan sebagai calon menteri oleh partai. "Kader kami banyak, tergantung Presiden," ujar Idrus.
Seorang petinggi Golkar mengatakan pembicaraan antara Istana dan partai mengenai posisi bagi Golkar sudah berlangsung sebelum Munas Bali yang memilih Setya sebagai ketua umum. Pembicaraan soal ini, kata dia, sudah dibahas Aburizal Bakrie saat bertemu dengan Jokowi di Istana pada 12 Mei lalu. Dalam pertemuan itu, ujar sumber ini, sudah ada pembicaraan awal mengenai "jatah" Golkar di kabinet. Pertemuan antara Jokowi dan pengurus Golkar pada 24 Mei lalu, menurut dia, menjadi semacam finalisasi soal siapa kader yang akan disodorkan untuk dipilih Presiden.
Belakangan, nama calon menteri yang akan diusung Golkar mengalami perubahan. Seorang pengurus Golkar yang berdiskusi dengan Setya Novanto mengatakan nama yang disetor Golkar direvisi. Menurut dia, Airlangga dicoret, Idrus tetap disodorkan. Dua lain yang mencuat adalah menteri di era Presiden Soeharto, Siswono Yudo Husodo, dan bekas Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif Cicip Sutardjo.
Setya punya pertimbangan tersendiri mengenai dua nama baru yang diajukan. Menurut dia, keduanya merupakan mantan menteri yang sudah tentu berpengalaman dalam pemerintahan. Dari hasil pembicaraan empat mata dengan Presiden, Setya yakin Jokowi sudah memiliki penilaian terhadap kinerja menteri serta pos kementerian apa yang harus diperbaiki.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi Sapto Pribowo mengaku tidak mengetahui sudah ada pembicaraan antara Presiden dan Setya mengenai reshuffle kabinet. Menurut dia, perombakan kabinet sepenuhnya menjadi hak prerogatif Presiden. Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga tak tahu-menahu. "Tanya saja ke Presiden," katanya.
Ananda Teresia
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo