HARI masih pagi, baru pukul 10.30. Dihari Minggu 11 Desember itu, Jalan Panglima Sudirman, Batu -- sekitar 18 km dari Kota Malang -- seperti biasa sepi-sepi saja. Tiba-tiba, dari arah rumah Nardi Nirwanto S.A., terdengar teriakan minta tolong. "Saya kenal betul, itu suara Djuminem," kata Muhadi, penjual rokok yang mangkal tak jauh dari rumah keluarga Nardi. Anehnya, suara Djumincm berbaur dengan suara gonggongan anjing. Keluarga Nardi memang penggemar anjing. Beberapa orang lalu datang. Namun, karena terhalang pagar setinggi satu setengah meter, mereka tak bisa melihat apa yang terjadi di dalam. Sementara itu, di dalam rumah, suara jerit kesakitan Djuminem masih terus terdengar, bercampur dengan ramainya salak anjing. Muhadi terus lari ke Polsek Batu, yang terletak sekitar 500 meter dari tempatnya. Tak lama kemudian, Kapolsek Batu Kapten Pol. Soetarso, bersama empat anak buahnya, datang. Begitu membuka pintu pagar, Ny. Paula, ibu Nardi, keluar sembari gemetaran. Nenek 64 tahun ini hanya mampu berteriak-teriak, tanpa mengucap sepatah kata pun. Tak ayal lagi, polisi segera menghambur kedalam. Yang dijumpai polisi sungguh mengerikan. Djuminem, pembantu rumah tangga itu, tergeletak di depan dapur. Dadanya koyak, paha dan sekujur badan juga rusak berat. "Saya melihat Djuminem dalam posisi tengkurap, dikeroyok enam ekor anjing," tutur Sultan, 30 tahun, yang menyaksikan adegan ngeri itu dari balik pintu kaca depan rumah. Anjing yang mengeroyok Djuminem ternyata persilangan antara Jenis Doberman dan Boxer. Hasilnya, anjing yang mukanya seperti Boxer dan badannya persis Doberman. Jenis ini dikenal memang ganas, dan tak akan berhenti melabrak musuhnya sebelum sang lawan mati. Dan itu pulalah yang dilakukan terhadap Djuminem. Polisi masih melihat mulut anjing-anjing itu berdarah. Sebagian masih mengunyah potongan daging tubuh Djuminem. Lima tembakan yang diarahkan Sertu Budiman akhirnya menewaskan lima anjing itu. Satu lagi sengaja dibiarkan hidup, untuk mengetahui adakah binatang yang sehari-hari diurus Djuminem itu terserang rabies. Djuminem, 32 tahun, segera dilarikan ke rumah sakit. Di tengah jalan, pembantu yang bergaji Rp40 ribu sebulan itu kabarnya masih sempat minta air minum. Namun, pendarahan yang sangat akhirnya menewaskan ibu dua anak itu. Bahwa Djuminem diserang anjing-anjing itu, memang agak aneh. Sebab, sudah dua tahun ini Djuminem-lah yang mengurus anjing yang berusia dua sampai tiga tahun itu. Ada yang mengatakan, anjing-anjing itu jadi agresif lantaran sang majikan, yang pergi ke Surabaya, lupa memberi makan. Namun, ada yang menduga, salah seekor anjing terinjak oleh Djuminem, lalu menggigit pembantu berusia 32 tahun itu. Kaki Djuminem luka dan darah mengucur. Melihat darah ini, mendadak Djuminem diserbu hingga terkapar. Senin ini, pembantu asal Desa Sumberagung, Batu, itu dikuburkan di desanya. Ratusan warga ikut mengantarnya. "Lha iya, kok nasib istri saya begitu sial," ujar Rastam, 35 tahun, suami Djuminem. Ia tak hentinya menyesalkan kelalaian si pemilik anjing, yang begitu saja menyerahkan hewan piaraannya pada istrinya. Anjing-anjing itu memang tak dikurung atau "diberangus" mulutnya. Dan bebas berkeliaran di rumah. Maka, "Setelah tujuh harinya Djuminem, saya akan mengajukan pemilik anjing ke pengadilan," kata Rastam, yang ditinggali dua anak oleh istrinya. Sementara itu, sang pemilik anjing, Nardi Nirwanto, 40 tahun, sampai Senin pekan ini masih diperiksa Polda Ja-Tim. Pelatih karate aliran Kyokushinkai ini memang penggemar binatang. Selain anjing, ia kolektor ikan hias dan burung. Selain Nardi, anjingnya juga kini diperiksa Polda. Misalnya, untuk mengetahui adakah hewan itu terdaftar atau tidak. Polisi tentu perlu memastikan ada tidaknya unsur kelalaian dalam kasus berdarah ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini