Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bersiap Menggugat Berbekal Dua Putusan

Kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud bersiap menggugat hasil pilpres ke MK. Berbekal dua putusan etik dan dugaan kecurangan.

16 Februari 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD usai menghadiri pertemuan dengan partai koalisi pasangan Ganjar-Mahfud di High End, Menteng, Jakarta, 15 Februari 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Tim hukum kubu 01 dan 03 menyiapkan sejumlah bukti dugaan kecurangan, termasuk dua putusan etik.

  • KPU mengumumkan hasil resmi perolehan suara pemilu paling lambat pada 20 Maret 2024.

  • Penyelidikan dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif menjadi wewenang Bawaslu.

JAKARTA – Dua kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden bersiap mengajukan gugatan sengketa hasil pemilihan umum ke Mahkamah Konstitusi. Tim hukum kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan kubu Ganjar Pranowo-Mahfud Md. menyiapkan sejumlah bukti dugaan kecurangan, termasuk dua putusan etik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ari Yusuf Amir, ketua tim hukum kubu Anies-Muhaimin, mengatakan gugatan ke MK segera dilayangkan bila hasil rekapitulasi suara Pemilu 2024 memenangkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Ari menuturkan gugatan ke MK rencananya difokuskan soal penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden.

Calon presiden dan calon wakil presiden Indonesia, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar memberikan keterangan pers di posko pemenangan di Jalan Diponegoro X, Jakarta, 14 Februari 2024. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Ari, dua putusan kasus pelanggaran kode etik yang menetapkan Gibran sebagai calon wakil presiden akan digunakan kubu Anies-Muhaimin sebagai materi gugatan. “Kami akan menggunakan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai materi pengajuan gugatan,” kata Ari saat dihubungi pada Kamis, 15 Februari 2024.

MKMK pada 7 November 2023 memutuskan Ketua MK kala itu, Anwar Usman, terbukti melanggar kode etik berat dalam memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan ini pada intinya meloloskan Gibran melaju sebagai calon wakil presiden. Putusan itu menyebutkan batas usia calon presiden dan wakilnya minimal 40 tahun. Namun batas usia diizinkan bila pernah menjadi kepala daerah. Gibran baru berumur 36 tahun dan menjabat Wali Kota Solo.

Salah satu bukti pelanggaran etik Anwar adalah tetap ikut campur membahas perkara nomor 90. Padahal kasus yang ditangani itu ditengarai bakal menimbulkan konflik kepentingan karena Gibran merupakan keponakan Anwar. Hubungan keluarga itu terjadi karena Anwar menikah dengan Idayati, adik Presiden Joko Widodo. Gibran sendiri adalah anak Presiden Jokowi.

Adapun DKPP pada 6 Februari lalu memutuskan Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy’ari dan semua anggota KPU melanggar kode etik saat menerima pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden. KPU dinilai melanggar karena menerima pendaftaran Gibran tanpa merevisi Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. PKPU itu belum disesuaikan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Ari mengatakan kubu Anies-Muhaimin menyiapkan berkas sengketa hasil pemilihan presiden dan mendaftar ke MK paling lambat tiga hari sejak KPU menetapkan perolehan suara sah secara nasional. KPU paling lambat mengumumkan hasil rekapitulasi pada 20 Maret mendatang. Perselisihan hasil pilpres akan digelar oleh MK secara cepat, yakni hanya 14 hari. “MK perlu segera memutuskan,” ujarnya.

Tim hukum kubu Anies-Muhaimin belum bisa memastikan permohonan gugatan ke MK itu apakah meminta mendiskualifikasi pencalonan Gibran atau meminta membatalkan hasil pilpres. Sebab, kata Ari, tim saat ini masih bekerja mengumpulkan berbagai bukti kecurangan untuk dibawa ke MK. “Ada ribuan kecurangan saat pencoblosan dan pemungutan suara,” kata Ari.

Tim menyatakan sudah menyimpulkan adanya dugaan kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama penyelenggaraan Pemilu 2024. Kecurangan itu diduga dilakukan pada masa penetapan calon presiden dan wakilnya hingga masa penghitungan suara. Kecurangan terorganisasi itu diduga untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Tim kubu pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 1 ini tengah memverifikasi dugaan kecurangan dalam pemungutan dan penghitungan suara. Verifikasi dilakukan dengan mendatangi sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) dan mendengarkan keterangan saksi. “Tim kami tersebar di 34 provinsi. Mereka kemudian akan melaporkannya kepada kami di pusat,” kata Ari.

Contoh kasus yang sudah diverifikasi adalah perbedaan hasil perolehan suara di formulir C hasil pleno penghitungan di TPS dengan hasil Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Salah satu yang dijadikan contoh adalah data di TPS 054 Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur. Ari menilai di TPS itu diduga ada upaya menggelembungkan suara salah satu kandidat.

Ari menuturkan hasil penghitungan di TPS menunjukkan perolehan suara Anies-Muhaimin sebanyak 108, Prabowo-Gibran 74 suara, dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. 16 suara. Tapi, saat dilihat di Sirekap, suara untuk Prabowo-Gibran menjadi 748 dan Ganjar-Mahfud menjadi 106 suara.

Ketua KPU Jakarta Timur Tedi Kurnia membantah tudingan adanya kecurangan dalam pengisian data tersebut. Menurut dia, perubahan data itu murni karena aplikasi Sirekap yang mengalami kendala. “Data tersebut ketika terbaca oleh sistem mengalami kekeliruan,” kata Tedi, kemarin.

Selain kasus perbedaan hasil penghitungan, Ari mengatakan, timnya sudah memverifikasi sejumlah kasus surat suara yang telah dicoblos. Berdasarkan investigasi tim, surat suara itu dicoblos oleh tim kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) yang diinstruksikan oleh kepala desa. “Temuan itu ada di Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah,” katanya.

Dalam kesempatan terpisah, juru bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Cyril Raoul Hakim, memastikan juga akan menggugat hasil pemilu ke MK. Tim hukum kubu Ganjar-Mahfud pun tengah merumuskan gugatan tersebut. “Pasti kami ke MK. Ada banyak kecurangan dalam proses pemungutan dalam pemilu ini,” kata Cyril saat dihubungi, kemarin.

Tim hukum pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 3 ini tengah mengumpulkan bukti-bukti kecurangan. Salah satu bukti yang dipegang adalah perbedaan hasil formulir C dalam rapat pleno dengan data di aplikasi Sirekap. Bukti lain adalah tindakan sejumlah warga mencoblos secara terang-terangan nomor urut 02 di Papua. “Banyak lagi yang sedang kami kumpulkan,” kata Cyril.

Ia mengatakan beberapa bukti tersebut sudah dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). TPN berharap Bawaslu menindaklanjutinya dan memutus adanya kecurangan tersebut. Namun, bila Bawaslu tidak bisa menyelesaikannya, kata dia, tim akan membawa ke MK.

Tempo mencoba meminta tanggapan kepada kubu Prabowo-Gibran soal rencana gugatan kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud ke MK. Namun Wakil Komandan Golf TKN Prabowo-Gibran, Immanuel Ebenezer, dan Wakil Ketua TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, belum merespons upaya tersebut hingga berita ini terbit.

Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo melambaikan tangan usai menghadiri pertemuan dengan partai koalisi di High End, Menteng, Jakarta, 15 Februari 2024. TEMPO/ Febri Angga Palguna

TSM Kewenangan Bawaslu 

Menanggapi hal tersebut, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, mengatakan penanganan dugaan kecurangan TSM sejatinya menjadi kewenangan Bawaslu sesuai dengan Undang-Undang Pemilu. Ihsan merujuk pada putusan sengketa penetapan hasil pemilihan umum (PHPU) MK No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019. Kendati begitu, kata Ihsan, MK bisa membuka ruang untuk mengadili sengketa hasil pemilu dengan dalil pelanggaran dan kecurangan bila Bawaslu tak mampu menyelesaikan.

Menurut dia, peluang MK untuk membatalkan hasil pemilu juga terbuka asalkan para pemohon bisa membuktikan aspek kecurangan yang disebutkan terjadi secara TSM tersebut. Di sisi terstruktur, pemohon sebagai penggugat harus bisa menguraikan adanya pelanggaran yang diduga melibatkan aparat struktural, seperti penyelenggara pemilu, pemerintah, atau aparatur sipil negara.

Dari aspek sistematis, pemohon harus membuktikan adanya perencanaan yang matang, tersusun, dan rapi. Adapun dari aspek masif, pemohon harus bisa membuktikan pelanggaran itu bersifat luas dan berpengaruh terhadap hasil pemilu. “Contoh pelanggaran secara masif adalah pelanggaran atau perbuatan itu terjadi lebih di 50 persen dari jumlah total provinsi,” kata Ihsan.

Adapun pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan peluang gugatan ke MK dengan dalih kecurangan TSM ada kemungkinan ditolak. Dia menyarankan, bila ingin mengajukan gugatan dengan dalih itu, lebih baik dibawa ke Bawaslu. “Tinggal bagaimana menguatkan pembuktiannya,” kata Herdiansyah, kemarin.

Menurut dia, penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden bisa digugat ke MK dengan mempersoalkan aspek formil. Apalagi ada pelanggaran etik oleh Ketua MK dan Ketua KPU yang terkonfirmasi dari putusan MKMK serta DKPP.

HENDRIK YAPUTRA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus