Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Asal-usul Mencelupkan Jari dalam Tinta Menandakan Sudah Memilih Pemilu

Setiap pemilih yang sudah memberikan suara dalam pemilu diwajibkan mencelupkan jari ke dalam tinta. Fungsinya untuk tanda telah memilih.

9 Maret 2022 | 14.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga memasukkan jarinya ke dalam tinta usai Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Jalan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu, 24 April 2019. Pemilu ulang tersebut dilakukan kembali karena pada pemungutan suara 17 April lalu terdapat pemilih pemegang form A5 yang mencoblos 5 surat suara. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Setiap pemilih yang sudah memberikan suara dalam pemilihan umum atau pemilu diwajibkan mencelupkan jari ke dalam tinta. Fungsinya untuk tanda telah memilih. Bekas tinta di jari menandakan seseorang tak bisa memberikan suaranya lebih dari satu kali.

Bagaimana, asal-usul mencelupkan jari ke tinta setelah memberikan suara dalam Pemilu?

Penggunaan tinta ungu di jari setelah memilih digunakan di India pada 1962. Penandaan tinta pemilu di jari digunakan untuk menghindari kecurangan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di India, waktu itu Komisi Pemilihan bekerja sama dengan Kementerian Hukum, Laboratorium Fisika Nasional dan Perusahaan Pengembangan Penelitian Nasional membuat perjanjian dengan Mysore Paints. Kerja sama itu untuk penyediaan tinta yang tidak terhapuskan, seperti dikutip dari Mint.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tinta itu bertahan lama, tidak mudah dihapus. Mysore Paints, produsen tinta yang produknya digunakan untuk pemilu di India. Perusahaan itu bahkan juga mengimpor tinta ke banyak negara.

Kebiasaan menandai jari dengan tinta, berkembang di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pada 2017, sebanyak 100 orang pemantau (observer) dari luar negeri, memantau pelaksanaan Pilkada Serentak. Penggunaan tinta dalam pemilu di Indonesia menarik perhatian para pemantau yang berasal dari lebih 10 negara.

"Saya terkesan dengan penggunaan tinta dalam pemilu di sini, untuk menandakan warga yang sudah menyalurkan suara mereka," kata Anton Lecher, salah satu pemantau dalam Pilkada Serentak 2017, yang juga mahasiwa dari Frankfurt University di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Rabu, 15 Februari 2017.

Lecher menjelaskan, perbedaan antara pemilihan umum di Indonesia dan di Jerman. “Di Jerman lebih banyak menggunakan perlengkapan elektronik,” katanya.

HENDRIK KHOIRUL MUHID

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus