Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Keputusan presiden diperlukan agar didapat kepastian pemerintah memindahkan ibu kota.
DPR segera membahas RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ).
Istana menyebutkan Jakarta tetap berstatus ibu kota sampai terbit surat keputusan presiden.
JAKARTA — Status daerah khusus ibu kota atau DKI yang disematkan pada Jakarta disebut habis sejak 15 Februari lalu. Berakhirnya status Jakarta sebagai ibu kota negara (IKN) merupakan konsekuensi disahkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Komisi II DPR Bidang Pemerintahan, Endro Suswantoro Yahman, mengatakan, atas implikasi hilangnya status Jakarta berdasarkan undang-undang, Presiden harus mengeluarkan keputusan mengenai pemindahan status ibu kota Jakarta ke IKN Nusantara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Seharusnya Presiden segera mengeluarkan keputusan presiden agar rakyat, dunia internasional, serta investor mendapat kepastian dan tidak bingung terhadap sikap serta keseriusan pemerintah dalam memindahkan ibu kota,” ujar Endro saat dihubungi pada Kamis, 7 Maret 2024. "Sampai sekarang Presiden belum mengeluarkan keppres."
Gedung Balai Kota di Jakarta. Dok. Biro Umum dan Administrasi Setda Prov Jakarta
Ibu Kota Negara Nusantara berada di kawasan Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. IKN Nusantara diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara. Undang-undang tersebut disahkan pada 15 Februari 2022.
Endro menjelaskan, dengan dikeluarkannya keppres, hal itu juga bisa menjadi cambuk untuk segera menyelesaikan pembangunan IKN Nusantara. “Juga bagi para investor yang mau berinvestasi, seperti yang diharapkan Presiden, bisa terwujud,” ucapnya.
Isu status Jakarta tak lagi sebagai daerah khusus ibu kota disampaikan Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas. Dia menyebutkan status DKI Jakarta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 itu tidak berlaku lagi karena ketentuan Pasal 41 ayat 2 UU IKN.
"Paling lama dua tahun sejak undang-undang ini diundangkan, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara diubah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang Ini," demikian bunyi Pasal 41 UU IKN.
Dampak dari ketentuan regulasi IKN tersebut, DPR segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Pembahasannya disebut akan dipercepat untuk segera memastikan nasib Jakarta setelah statusnya dicabut sebagai ibu kota negara.
Endro mengatakan hingga kini belum ada agenda rapat Badan Musyawarah untuk membahas RUU itu. "Komisi II dalam posisi menunggu apakah ada penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas RUU tersebut,” ujar anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu.
Dihubungi secara terpisah, Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi mengatakan tidak ada kalimat yang menyebutkan status DKI Jakarta harus dicabut, melainkan diubah. “Terkait dengan ibu kota, kalau berpindah, harus ada keputusan presiden. Jadi sebelum ada keppres, Jakarta masih berstatus daerah khusus ibu kota,” ujar Awiek, sapaan Achmad Baidowi, kepada Tempo, Kamis, 7 Maret 2024.
Pasal peralihan dalam UU IKN, menurut Awiek, menjelaskan bahwa fungsi-fungsi pemerintahan Jakarta sebagai ibu kota negara masih berlangsung sampai dipindahkan ke IKN Nusantara. Dengan begitu, kata dia, fungsi-fungsi pemerintah pusat masih ada di Jakarta sebelum IKN Nusantara betul-betul siap.
Pada 1 Oktober mendatang akan ada pelantikan anggota DPR periode 2024-2029, disusul pelantikan presiden dan wakil presiden pada 20 Oktober 2024. Rencananya pelantikan berlangsung di IKN Nusantara. Namun Awiek menyangsikannya.
Awiek mengatakan dia yakin infrastruktur di IKN Nusantara belum siap untuk menggelar acara sebesar itu pada 1 Oktober dan 20 Oktober. "Fungsi dan pelaksanaan itu perlu dilakukan di Jakarta,” kata dia. “Ini kan perlu diatur juga. Selama di IKN Nusantara belum siap, fungsi-fungsi pemerintahan Jakarta sebagai ibu kota tetap ada.”
Rapat kerja pemerintah dan Komisi II DPR dengan pembahasan rancangan undang-undang tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) di Kompleks Parlemen, Senayan, 21 Agustus 2023. TEMPO/M. Taufan Rengganis
Istana Segera Siapkan Keppres
Dalam kesempatan terpisah, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Dini Purwono, mengatakan pemerintah akan mengatur waktu yang pas soal dua aturan yang memungkinkan status ibu kota negara itu berpindah. Tujuannya supaya tidak terjadi jarak waktu yang terlalu jauh antara penerbitan keppres IKN dan pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta. "Agar segala sesuatunya bisa berjalan dengan rapi,” ujarnya, kemarin, 7 Maret 2024.
Dini mengatakan Jakarta tetap berstatus ibu kota sampai terbitnya surat keppres tentang pemindahan ibu kota negara ke IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Dia mengatakan hal tersebut berdasarkan Pasal 39 Undang-Undang Ibu Kota Negara. "Kapan persisnya keppres akan terbit, bergantung sepenuhnya pada kewenangan Presiden,” kata Dini. Dia merujuk pada Pasal 41 Undang-Undang IKN. Pasal itu menyatakan setelah keppres IKN terbit, ketentuan selain fungsi sebagai daerah otonom dan Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Menanggapi hal tersebut, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah Castro, mengatakan batas waktu dua tahun yang dimaksudkan dalam undang-undang hanya berlaku untuk perubahan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta. “Untuk keppres pemindahan itu tidak punya limitasi waktu. Keppres juga sangat bergantung pada perubahan UU DKI itu,” ujar Herdiansyah saat dihubungi, kemarin.
Herdiansyah menegaskan, selama UU DKI tidak diubah, status Kota Jakarta tetap sebagai ibu kota negara. “Apa yang mau dipindah kalau tujuan pemindahannya juga belum jelas atau tidak siap hingga saat ini?" ujarnya.
Dia menyoroti sikap inkonsistensi pemerintah dan DPR dalam pembahasan undang-undang. "Ini juga sekaligus mengkonfirmasi kekacauan regulasi pemindahan ibu kota. Produk UU ini dibuat secara ugal-ugalan tanpa dipikirkan secara matang. Nafsu politik memindahkan ibu kota lebih dominan dibanding nalar hukum,” ujarnya.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Defara Dhanya, Daniel A. Fajri, dan Adinda Jasmine Prasetyo berkontribusi dalam penulisan artikel ini.