Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bagaimana Membuka Dan Menutup Kran

Pertemuan di Jakarta yang membicarakan masalah pengungsi indocina & pusat pemrosesannya dihadiri oleh 24 negara termasuk Vietnam. Indonesia menawarkan pulau galang sebagai pusat pemrosesan. (nas)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN 2 hari membicarakan pusat pemrosesan pengungsi Indocina di Ruangan Bali Hotel Indonesia Sheraton pekan lalu ditutup 4 jam lebih lambat dari rencana semula. Menlu Mochtar Kusumaatmadja, ketua pertemuan itu, tidak banyak tertawa seperti biasanya. "Malam ini pertemuan telah sepakat mendukung pendirian pusat pemrosesan pengungsi Indocina di pulau Galang," kata Mochtar mengawali konperensi pers seusai pertemuan Rabu malam lalu. Dukungan itu diberikan oleh 24 negara yang menghadiri pertemuan itu termasuk Vietnam. Usul untuk membuat pusat pemrosesan datang dari Asean. Indonesia menyediakan pulau Galang di kepulauan Riau dengan daya tampung sekitar 10 ribu orang, sedang Pilipina menawarkan pulau Tara yan mampu menampung antara 5 sampai 7 ribu pengungsi yang siap diproses. Beberapa syarat diajukan Asean biaya operasi pusat pemrosesan ditanggung Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) serta negara maju dan negara ketiga yang bersedia menerima pengungsi. Juga, negara penyedia pulau atau tempat pemrosesan tetap memegang kedaulatan, pengawasan administratif serta tanggung jawab keamanan terhadap pulau tersebut. Dan yang terpenting harus ada jaminan dari negara ketiga bahwa negara penyedia pulau tidak akan dibebani masalah sisa. Artinya tidak akan ada pengungsi yang tersisa di tempat pemrosesan dan juga di negara penerima pertama. Syarat terakhir ini yang tampaknya paling sulit dipecahkan hingga pertemuan berjalan alot. "Dengan gampang mereka menyatakan mendukung adanya pusat pemrosesan. Tapi diajak membicarakan syarat ini, mereka cukup enggan," cerita seorang anggota delegasi Indonesia. Secara konsensus, usul pusat pemrosesan diterima semua pihak. Tapi tidak semua negara bersedia menyumbang dana untuk pembiayaan pusat ini. Perancis misalnya, yang merupakan satu negara penampung pengungsi Indocina terbesar dengan jumlah sekitar 50 ribu orang sejak 1975, menyatakan tidak akan menyumbang untuk pusat ini. Alasannya: Perancis telah mempunyai cara yang cepat untuk menampung pengungsi tanpa harus melewati pusat pemrosesan. Pertemuan menyetujui juga agar selekasnya UNHCR melakukan studi kelayakan di pulau Galang bekerjasama dengan pemerintah Indonesia serta badan PBB lainnya. Menjelang konperensi, dalam suatu kertas kerja pemerintah Indonesia telah mengajukan perkiraan biaya untuk mendirikan serta mengoperasikan pusat pemrosesan ini. Taksiran jumlah biaya $ 18.562.000 antara lain untuk membangun asrama 200 unit masing-masing $ 15.000 per unit 200 toilet seharga $ 2.500 atau sekitar Rp 1,5 juta per unit. Juga 200 dapur dan kamar mandi dengan harga yang sama. Untuk personalia diperlukan $ 635.000. Antara lain 18 supir dengan gaji $ 300 perbulan, 8 pengetik dengan gaji $ 500/bulan, 4 dokter dan 6 jururawat dengan gaji masing-masing $ 2.300 dan $ 700 per bulan. Beberapa delegasi asing berpendapat taksiran ini "terlalu tinggi." Tapi ada juga delegasi yang kurang perduli pada taksiran biaya itu. "Yang penting kami bersedia menyumbang," tutur seorang anggota delegasi negara maju. Tampaknya ada negara yang kuatir kalau sampai menimbulkan kesan tidak mau membantu usaha kemanusiaan ini. Kehadiran delegasi Vietnam menarik perhatian. Penduduk Vietnam yang mengungsi keluar, menurut Dubes Tran My, umumnya karena mereka termakan propaganda. Banyak yang lari ke luar karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan suasana sulit setelah perang. Vietnam berjanji akan mengijinkan ke luar rakyatnya yang ingin bergabung dengan keluarganya yang telah bermukim di negara lain. "Siapa saja yang mau, tanpa pandang bulu boleh meninggalkan Vietnam untuk bergabung dengan keluarganya di luar negeri," kata utusan khusus Wakil PM Vietnam Vu Hoang pada TEMPO. Sampatkumar Sejak Januari Vietnam sudah memberitahu UNHCR bahwa pemerintah Vietnam akan mengurus secara legal mereka yang ingin meninggalkan negeri itu. "Yang sudah terdaftar 20 ribu orang. Sedang yang siap diberangkatkan 10 ribu orang, kebanyakan akan ke Amerika Serikat dan Perancis," tutur Vu Hoang. Kesediaan Vietnam ini dibenarkan Rajagopalan Sampatkumar, Kepala Perwakilan UNHCR di Asteng. "Tindakan Vietnam mengijinkan keluarnya pengungsian secara legal diharapkan bisa mengurangi pengungsian ilegal," katanya. Biasanya mereka itu bisa keluar Vietnam asal membayar semacam uang pelicin. "Besarnya, tergantung pada kemampuan masing-masing, mulai $ 100 3ampai $ 500 seorang," tutur seorang pengungsi di Kamp Tg. Unggat, masih di Tg. Pinang, dua pekan lalu pada TEMPO. Bulan depan Sampatkumar akan membicarakan ini lebih lanjut dengan pemerintah Vietnam di Hanoi dan sekaligus akan membuka kantor UNHCR di Ho Chi Minh City (Saigon). Sejak 1975 ditaksir sekitar 340 ribu pengungsi Vietnam masuk ke Asean terutama Muangthai dan Malaysia. Sekitar 210 ribu saat ini masih menunggu pemukimannya di negara penerima. Di luar Asean, Hongkong misalnya dibanjiri 28 ribu pengungsi Indocina. Dan arus ini belum tampak mereda. "Masalahnya sekarang adalah bagaimana menutup kran asal pengungsi ini, dan membuka kran negara penerima hingga tidak ada sisa di tengah," kata Dirjen Politik Deplu Anwar Sani. Kran Vietnam tampaknya masih saja terbuka lebar, sedang negara penerima belum mampu menampung semua pengungsi yang ada. Namun pihak penerima pun mempunyai alasan. "Kesulitan kita untuk menampung, karena mahal biayanya. Dan lagi, kita menganut kebijaksanaan keseimbangan antara kemanusiaan dan kemampuan menampung," ujar Dubes Australia Thomas Critchley pada TEMPO. "Meski demikian, negara maju kelihatannya tidak keberatan menyediakan dana untuk pusat pemrosesan itu," kata Sani. Kesediaan itu akan dibicarakan dan akan ada tindak lanjutnya setelah studi kelayakan. Kemungkinan, dubes mereka akan diundang Menlu tak mendapat penjelasan itu. Untuk menyelesaikannya, tentunya. Jadi apakah pertemuan Jakarta berhasil? Ringkasan kesimpulan ketua yang dikeluarkan selesai pertemuan sendiri memang tidak menyebutkan bahwa pertemuan itu berhasil. "Tapi kita gembira, dapat mengadakan pertemuan negara asal dan penerima pengungsi," kata Mochtar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus