Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kawat Dari Den Haag

Hubungan Indonesia dengan Papua Nugini sudah mulai baik, ditandai dengan pengusiran 2 aktivis OPM oleh Papua Nugini. Hubungan dilanjutkan dengan kerjasama dan rencana kunjungan Presiden Soeharto ke PNG. (nas)

26 Mei 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"HUBUNGAN Indonesia dan Papua Nugini sekarang bisa dikatakan sudah memasuki lembaran baru," kata Busiri Suryowinoto, Duta Besar RI untuk PNG pada TEMPO 2 pekan lalu. "Hubungan yang dahulu sering tegang penuh syak wasangka -- terutama karena "kipasan" oknum-oknum negara ketiga -- kini sudah cerah berkat hilangnya salah pengertian yang dulu ada." Rupanya PNG kini mengerti bahwa Indonesia bukan negara ekspansionis seperti yang mungkin mereka kira. Sebaliknya Indonesia juga bisa memahami mengapa negara tetangga itu dulu pernah menunjukkan sikap yang bisa disalah-tafsirkan. Bukti terakhir dari hubungan bersahabat itu tampak awal April lalu ketika PNG mengusir 2 aktivis Organisasi Papua Merdeka (OPM) begitu mengetahui siapa mereka sebenarnya. Tan Sang Thay dan Johannes Mathias Ireeuw yang memegang paspor Belanda dan masuk PIG dengan visa turis, terbuka kedoknya ketika Port Moresby mendapat kawat dari Den Haag yang membeberkan latar belakang mereka. Hari itu juga visa mereka dicabut dan mereka dinaikkan ke pesawat terbang kembali ke negeri Belanda. Menurut kawat dari Den Haag itu, kedua orang itu telah terlibat dalam Komite Pengasingan (Exile Committee) OPM yang sibuk mencari dana dan logistik bagi OPM di Belanda. Komite tersebut belum lama ini berhasil mengumpulkan dana senilai 5000 kina (mata uang PNG, 1 kina nilainya sekitar Rp 1.000). Uang ini dimaksudkan untuk bantuan kemanusiaan bagi para pengungsi Irian Jaya di PNG. Begitu menurut pengakuan Tan yang dikenal sebagai "Menteri Keuangan Pemerintah Revolusioner Darurat Irian Barat." Nyatanya, uang bantuan kemanusiaan itu telah diteruskan pada pimpinn OPM Seth Jafet Rumkorem yang kini masih buron menentang pemerintah RI dan PNG. Ini alasan kuat untuk mengusir Tan. Di samping itu "Menteri Keuangan" kelahiran Banda Neira, Maluku, ini diketahui duduk dalam kelompok militan OPM di luar negeri yang dikenal dengan "Komando Angkatan 69" yang disingkat A 69. Warganegara Australia Tentang Ireeuw, edaran pers Deplu PNG tak banyak mengungkapnya. Johanes Ireeuw, 37 tahun, pernah berusaha masuk KTT Non-Blok di Colombo, Sri Lanka, sebagai wakil OPM tapi ditolak pemerintah Sri Lanka. Yang menarik, aksi Tan-Ireeuw ini dilakukan sekitar sebulan setelah saingan Rumkorem, Jakob Prai dibuang ke Swedia. Prai yang melepaskan diri dari Rumkorem dan membentuk kelompok tandingan tertangkap oleh aparat keamanan PNG di Vanimo, propinsi Sepik Barat. Bersama Prai tertangkap juga "Menteri Pertahanan"-nya, Otto Ondowame. Beberapa aktivis OPM lain juga tertangkap dalam penggerebegan di rumah Fred Eiserman, seorang Jerman warganegara Australia. Termasuk juga seorang penerbang Nicolaas Messeth, putera Bupati Jayapura Toone Messeth. Awal Maret lalu, Prai, Ondowame, Messeth Jr dan 2 aktivis lain dikirim ke Stockholm. Soalnya hanya Swedia saja yang bersedia meluluskan permintaan Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) untuk menerima mereka. Sikap bersahabat pemerintah PNG ini jelas makin menyudutkan gerak sisa-sisa OPM. Begitu melintas perbatasan, aparat keamanan PNG biasanya telah mencegat dan memeriksa mereka. Berapa kini jumlah mereka? "Tidak banyak, hanya sekitar 300 - 400 orang. Itu pun hanya sedikit yang militan," tutur sebuah sumber TEMPO. Pukulan lain buat OPM serta pendukungnya di Australia datang juga dari Dubes AS untuk PBB Andrew Young. Dia menolak timbulnya negara baru yang didasarkan pada kesukuan yang bisa mengakibatkan perang yang berlarut-larut. "Australia," kata Young awal Mei lalu di Melbourne, "jangan sampai melibatkan diri pada usaha untuk memerdekakan Irian Jaya. Karena itu bertentangan dengan usaha dekolinisasi PBB." Menawarkan Ekstradisi Saling pengertian antara kedua tetangga ini bahkan sudah meningkat pada hubungan kerjasama. Saat ini sudah ada 9 trainee PNG yang telah menyelesaikan latihannya di Indonesia. Apa yang ditawarkan Indonesia? "Yang sederhana saja, tapi yang mereka perlukan," cerita Busiri. Antara lain pemeliharaan udang di tambak, Keluarga Berencana, gizi, cara pembuatan garam, bata dan genting. Menurut rencana Presiden Soeharto akan mengunjungi PNG awal Juni ini. Yakni membalas undangan PM Somar ketika tahun lalu mengunjungi Indonesia. Kunjungan Presiden jelas akan lebih mengokohkan hubungan kedua tetangga ini. Perusahaan penerbangan Garuda merencanakan untuk mcmbuka hubungan lintas udara ke Port Moresby sekali seminggu mulai awal Juli mendatang. Nopember depan direncanakan persetujuan perbatasan RI-PNG yang telah diperbaharui akan ditandatangani. Perundingan tingkat pertama Maret lalu yang direncanakan akan berlangsung sepekan, praktis telah beres dalam 3 hari. "Mereka bahkan menawarkan persetujuan ekstradisi pada kita," kata Busiri. Ini jelas berita buruk untuk OPM.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus