Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Janji Berubah Petaka di Land of the Khmer

Sedikitnya 291 pekerja migran Indonesia disinyalir menjadi korban perdagangan manusia dan perbudakan di Kamboja. Iming-iming gaji tinggi, tapi malah dijual murah ke agensi lain. 

2 Agustus 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja Migran Indonesia (PMI) telah dibebaskan usai disekap oleh perusahaan investasi ilegal di Kamboja, 30 Juli 2022. Dok. KBRI Phnom Penh

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • BP2MI bakal menyiapkan pendampingan bagi para korban perdagangan orang.

  • Praktik culas lainnya, perusahaan menjual seorang PMI ke perusahaan lain dengan harga US$ 2.000.

  • Polisi masih berfokus menyelamatkan PMI yang ada di Kamboja.

JAKARTA – Yanto Tali, bukan nama sebenarnya, tak mengira keputusan yang dia ambil untuk mengirim adik iparnya menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di Kamboja justru berbuah celaka. Apalagi agensi penyalur PMI menjanjikan pekerjaan layak di luar negeri dengan gaji dari Rp 7 juta sampai Rp 9 juta per bulan. “Saya terkejut adik saya di sana justru disekap,” kata Yanto kepada wartawan pada Senin, 1 Agustus 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semula, Yanto memang ragu atas tawaran agensi dari Kepulauan Riau tersebut. Sebab, pihak agensi meminta uang Rp 4 juta yang disebut sebagai biaya pengurusan dokumen. Uang itu disebut-sebut akan digunakan untuk membiayai pengurusan paspor dan tiket untuk bertolak ke Kamboja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tawaran tersebut terpaksa disetujui oleh Yanto dan keluarganya. Ia menjual seluruh perhiasan milik keluarga hingga terkumpul Rp 4 juta untuk mengurus pemberangkatan sang adik pada 15 Juli 2022. Yanto sama sekali tak pernah menanyakan bagaimana adiknya nanti akan bekerja di Kamboja tanpa pengalaman. Mereka juga tak menanyakan sistem kerja, jam kerja, dan bagaimana hak-hak adiknya selama di Phnom Penh, ibu kota Kamboja. 

Setibanya di Kamboja, adik ipar Yanto yang disembunyikan identitasnya itu tak kuat dengan sistem kerja di Kamboja. Remaja tanggung tersebut dipaksa bekerja di tempat kasino dan perjudian selama lebih dari 16 jam per hari. Dengan jam kerja bak kerja rodi, adik iparnya pun terkapar sakit hingga tak bisa masuk kerja. Alih-alih mendapat perawatan, sang adik malah dihukum. “Hukumannya berupa penyekapan selama dua hari tanpa diberi makan dan sampai kini belum berhasil dipulangkan ke Tanah Air,” kata Yanto. 

Kisah yang dialami adik ipar Yanto hanya satu dari kisah puluhan PMI yang menjadi korban perdagangan orang di Kamboja dalam sebulan terakhir. Kasus ini terbongkar ketika seorang warganet melaporkannya di media sosial. Kementerian Luar Negeri lantas menyelamatkan lebih dari 53 PMI. Selama di Kamboja, mereka disekap dan dipaksa bekerja di sebuah perusahaan berbasis daring di Phnom Penh.

Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah, mengatakan kejahatan yang dialami para pekerja asal Indonesia telah berlangsung sejak dua tahun terakhir. Pada 2021, kasus perdagangan PMI di Kamboja mencapai 119 orang, lalu meningkat menjadi 291 orang pada 2022. “Mayoritas korban terjebak oleh tawaran pekerjaan melalui media sosial, seperti Facebook,” kata Anis.

Kepala Pusat Studi Migrasi Migrant Care, Anis Hidayah. TEMPO/Imam Sukamto

Anis menyebutkan penipuan tawaran pekerjaan di Kamboja sangat banyak melalui media sosial Facebook. Biasanya pelaku membuat akun dengan nama “Lowongan Kerja Kamboja-Indonesia” atau membuat komunitas tertutup di Facebook. Para agensi bodong itu lantas mengelabui korban dengan iming-iming gaji US$ 600-1.000 atau rata-rata lebih dari Rp 10 juta per bulan. Korban yang tergiur lantas segera diberangkatkan tanpa pelatihan keterampilan.

Setibanya di Kamboja, para buruh migran mendapat perlakuan eksploitatif dan kerap disiksa. Misalnya, setiap PMI dikenai denda US$ 300 jika tak mencapai target perusahaan. Kemudian praktik culas lainnya, perusahaan menjual seorang PMI ke perusahaan lain dengan harga US$ 2.000 untuk setiap buruh migran Indonesia. “Pekerja migran juga kerap mendapat perlakuan kasar dan kekerasan berupa pemukulan dan disekap,” ucap dia.

Anis menyebutkan praktik eksploitasi terhadap PMI di Kamboja sama dengan perbudakan manusia. Dia mendesak kepolisian Kamboja bersama Mabes Polri menelisik kasus perbudakan modern ini. Pemerintah Indonesia juga diminta mengusut jejaring agensi perdagangan manusia di Indonesia yang kerap melakukan promosi di media sosial.

Pekerja Migran Korban Perbudakan Modern

Menanggapi hal itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, menyatakan polisi masih berfokus menyelamatkan PMI yang ada di Kamboja. Kepolisian bersama Kementerian Luar Negeri memulangkan sedikitnya 53 orang dan tujuh orang dalam sepekan terakhir. “Kepolisian Kamboja berhasil berkomunikasi dengan beberapa perwakilan WNI yang disekap,” kata dia.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi juga turut terlibat dalam upaya penyelamatan PMI di Kamboja. Di sela-sela pertemuan para menteri luar negeri (AMM) di Kamboja, Retno menyempatkan bertemu dengan pejabat kepolisian dan sejumlah menteri di Kamboja. “Karena kasus penipuan kerja di luar negeri bermodus online scam terus berulang sejak 2021,” tutur dia.

Retno menegaskan, pemerintah bakal serius menghentikan praktik perdagangan manusia. Kamboja juga telah memberikan sinyal untuk membantu pemulangan para korban perbudakan tersebut. Pemerintah turut menyiapkan langkah hukum dengan menangkap agensi bodong di Indonesia.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, menyatakan sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri untuk menerima sedikitnya 60 PMI yang hendak dipulangkan dari Kamboja menuju Indonesia dalam waktu dekat. “Mereka ditampung di tempat penampungan fasilitas perwakilan kami di Phnom Penh untuk selanjutnya dipulangkan secepatnya,” tutur Benny.

Setibanya di Indonesia, BP2MI bakal menyiapkan pendampingan bagi para korban perdagangan orang. Pendampingan tersebut termasuk pembiayaan dan diantar untuk pulang ke kampung halaman. Benny memperkirakan, dalam waktu 2-3 hari ke depan, para PMI sudah bisa dipulangkan ke Tanah Air. Sebab, pemerintah perlu mengumpulkan para pekerja migran yang disekap di tempat berbeda di Phnom Penh.

Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani, di Jakarta, 2 Juli 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna

Dia mengatakan praktik perdagangan manusia di sejumlah negara, termasuk Kamboja, terjadi akibat masifnya perdagangan dokumen palsu pengiriman tenaga kerja. Pemalsuan dilakukan pada beberapa dokumen sebagai syarat pengurusan visa kerja atau paspor bagi para pekerja migran Indonesia. Lembaganya, kata Benny, sudah melaporkan puluhan agensi yang diduga membantu proses pemalsuan dokumen ataupun melakukan kejahatan perdagangan orang. 

AVIT HIDAYAT | ANTARA
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus