Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Difabel

Bagaimana Wujud Perpustakaan yang Terakses Bagi Difabel

Arsitek Gunawan Tanuwidjaja menyampaikan seperti apa perpustakaan yang terakses bagi difabel. Apa saja fasilitas yang mesti dipenuhi.

21 Juni 2020 | 20.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi Perpustakaan. TEMPO/Jacky Rachmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Akses terhadap bacaan di masa pandemi Covid-19 tetap harus mengakomodasi kepentingan semua kelompok, termasuk difabel.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsitek dari Institut Teknologi Bandung (ITB) sekaligus kandidat Doktoral Queensland University of Technology, Gunawan Tanuwidjaja mengatakan saat ini perpustakaan digital atau e-Library adalah solusi bagi difabel untuk tetap mengakses bacaan, terutama dalam bentuk buku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selama pandemi Covid-19, Gunawan mengatakan pelayanan kepustakaan sebaiknya mengurangi aktivitas tatap muka. Hanya saja, metode tersebut akan mempersulit pembaca berkebutuhan khusus.

Gunawan yang juga akademikus Universitas Petra, Surabaya, Jawa Timur itu, menyarankan perpustakaan tetap menyediakan layanan peer support atau layanan personal kepada pengunjung difabel dengan penerapan protokol kesehatan dan keamanan. "Sebaiknya ada pustakawan yang bisa dihubungi lalu mencarikan buku yang ingin dibaca. Kemudian mengirimkan atau menyampaikan buku tersebut bisa diambil di mana, atau mungkin juga diakses lewat online," kata Gunawan Tanuwidjaja kepada Tempo, Jumat 19 Juni 2020.

Tempat pengambilan buku yang dimaksud Gunawan adalah tempat reservasi yang mirip tempat penitipan barang, di mana setiap orang yang berinteraksi tidak memerlukan waktu lama. Gunawan mencontohkan, tempat reservasi buku ini dapat berupa rak pengambilan (book shelf) yang ditempatkan di ruang paling depan perpustakaan. "Jadi pengunjung difabel dapat segera mengambil bukunya tanpa harus berinteraksi dengan para pustakawan," kata Gunawan.

Petugas perpustakaan juga disarankan menyediakan tempat mencuci tangan lengkap dengan sabun atau cairan pembersih tangan dan pembersih buku. Selain berfungsi sebagai disinfektan, cairan pembersih buku ini juga dapat merawat kertas.

Pembatasan jarak antar-pengunjung juga harus diterapkan. Gunawan mencontohkan perpustakaan di Australia dan Singapura yang mewajibkan para pengunjung menjaga jarak aman sejauh 1,5 meter. Penerapan jarak aman ini secara tidak langsung bermanfaat bagi pengunjung perpustakaan dengan disabilitas karena pengguna kursi roda bisa dengan leluasa bermanuver.

Aksesibilitas di perpustakaan juga menjadi penting terutama dalam menunjang kegiatan pendidikan yang setara. Sebab itu, beberapa perpustakaan mulai menyediakan ruang terakses. Contoh, lantai khusus yang menyediakan buku Braille di Perpustakaan Nasional, Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.

Ada pula pojok khusus disabilitas di Perpustakaan Universitas Petra, Surabaya. "Termasuk di dalamnya fasilitas penunjang seperti toilet terakses, di mana pengguna kursi roda dapat bermanuver, serta lantai dengan ubin pemandu bagi tunanetra," kata Gunawan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus