Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
ZAKARIA baru saja selesai menunaikan ibadah salat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat dua pekan lalu. Bersama sahabatnya, Udung, warga Cipinang Besar Utara, Jatinegara, Jakarta Timur, itu bergegas menuju pintu gerbang barat masjid untuk bergabung dengan ratusan ribu orang yang hendak berunjuk rasa.
Lelaki yang sehari-hari bekerja sebagai sopir di sebuah perusahaan tenaga alih daya di bilangan Kwitang, Jakarta Pusat, itu bersedia ikut unjuk rasa setelah dibujuk Udung. Karena ajakan kawan pengajian di Cipinang Besar tersebut, Zakaria memilih bolos bekerja hari itu. Dari rumah Zakaria, keduanya menumpang bus Transjakarta menuju Masjid Istiqlal pada pukul 10.00. "Saya mau ikut karena ini soal penistaan agama," katanya kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Hari itu, Zakaria dan Udung berencana mengikuti unjuk rasa "Aksi Bela Islam II" yang menuntut pihak kepolisian memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama dengan tuduhan penistaan agama. Gubernur DKI Jakarta yang tengah cuti kampanye itu dianggap menghina Al-Quran dan ulama. Aksi ini buntut pernyataan Basuki terkait dengan Surat Al-Maidah ayat 51 ketika dia berpidato di depan warga Kepulauan Seribu pada 27 September lalu. Majelis Ulama Indonesia kemudian mengeluarkan fatwa bahwa Basuki telah menghina Al-Quran dan ulama. Unjuk rasa ini kelanjutan aksi serupa pada 14 Oktober lalu yang dimotori Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI. Kepolisian tengah menyelidiki kasus ini atas dasar sejumlah laporan pengaduan.
Ketika hendak bergabung dengan massa di jalan depan Masjid Istiqlal, keduanya melihat kerumunan orang tidak jauh dari pintu gerbang. Saat mereka sampai di bibir pintu gerbang, seorang pria tinggi berpakaian gamis putih datang menghampiri. "Dia meminta kami mendaftar dulu kalau mau ikut demo," ujar Zakaria.
Zakaria dan Udung akhirnya mengikuti ajakan itu. Keduanya dibawa menemui seorang pria paruh baya yang membawa beberapa lembar kertas putih. Di sekeliling pria yang mengenakan baju koko dan celana putih itu, tampak berkerumun beberapa orang yang tengah sibuk mencatat identitas diri di atas sebuah kertas. Ketika mendapat giliran, Zakaria dan Udung diminta menuliskan nama dan alamat tempat tinggal.
Setelah mereka selesai mendaftar, seorang pria lain dengan pakaian serupa mengambil dua baju koko putih lengan panjang dari mobil boks Mitsubishi L300 yang terparkir tak jauh dari gerbang. Dua baju koko itu diserahkan kepada Zakaria dan Udung agar dipakai saat demo. Zakaria mengaku menyaksikan banyak orang mendapat pembagian baju koko tersebut. "Mereka yang memberi kami baju koko tidak memakai atribut kelompok tertentu," ujar Zakaria.
Setelah mengenakan baju koko itu, keduanya bergabung dengan massa di depan Masjid Istiqlal untuk berjalan menuju Istana Merdeka. Saat baru saja berjalan beberapa langkah bersama para demonstran lain, Zakaria tidak sengaja meraba kantong kiri baju koko yang baru dikenakannya. Karena merasakan ada sesuatu, ia merogoh saku itu dan menemukan uang di dalamnya. "Jumlahnya Rp 200 ribu," katanya. "Ini berkah hari Jumat."
Uang yang diterimanya terdiri atas pecahan Rp 100 ribu baru yang dilipat dua dan ujungnya distapler. Oleh orang yang memberi baju koko itu, menurut Zakaria, dia tidak diberi tahu ada duit di saku kiri busana muslim tersebut. "Mereka hanya bilang tolong pakai baju ini saat demonstrasi," ujarnya.
Zakaria kemudian meminta Udung mengecek kantong kiri baju kokonya. Ternyata, kata dia, teman dekatnya itu menemukan uang dengan jumlah dan kemasan yang sama. Karena begitu banyaknya orang, belakangan keduanya terpisah di antara ratusan ribu pengunjuk rasa. Karena tidak kunjung menemukan sang kawan, satu jam kemudian Zakaria memutuskan tidak melanjutkan unjuk rasa dan kembali ke rumahnya dengan membawa pulang duit Rp 200 ribu dan baju koko.
Tak hanya terjadi dalam unjuk rasa dari Masjid Istiqlal menuju Istana, bagi-bagi duit mewarnai pula demonstrasi di depan kompleks gedung parlemen, Senayan, Jakarta. Aksi ini lanjutan unjuk rasa di depan Istana Merdeka. Berlangsung Jumat malam, unjuk rasa ini berakhir Sabtu dinihari. Seperti aksi beberapa jam sebelumnya, unjuk rasa ini dipimpin Muhammad Rizieq Shihab, pemimpin Front Pembela Islam (FPI). Mereka berangsur-angsur meninggalkan lokasi sekitar pukul 04.00. Massa bubar setelah perwakilan mereka yang dipimpin Rizieq diterima pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Pada pukul 06.19, beberapa demonstran yang masih tersisa mendekati juru bicara FPI, Munarman, yang berdiri tidak jauh dari mereka. Beberapa di antaranya memakai atribut FPI. Setelah bercakap-bercakap sejenak dengan para demonstran itu, Munarman tampak mengeluarkan amplop putih tebal. Dari dalam amplop itu, ia tampak mengeluarkan uang pecahan Rp 50 ribu untuk dibagikan kepada para demonstran yang ada di hadapannya. Setelah itu, satu per satu dari mereka menuju deretan mobil bus Transjakarta yang sudah menunggu tak jauh dari sana. Munarman juga memberikan dua lembar Rp 50 ribu untuk seorang tukang sapu di lokasi tersebut.
Saat ditemui di lokasi tidak lama setelah bagi-bagi uang itu, Munarman mengatakan menyerahkan duit kepada para demonstran sebagai uang jalan karena mereka ditinggalkan kelompoknya yang lebih dulu pulang. Munarman menyebutkan para pengunjuk rasa itu kesulitan kembali ke daerah asalnya, seperti Bandung dan Bekasi, karena tidak membawa uang.
Menurut dia, Front Pembela Islam, yang menjadi motor unjuk rasa itu, tidak pernah membayar orang untuk ikut serta dalam aksi ini. Ia juga tidak mau menjelaskan dari mana sumber duit itu. Munarman hanya mengatakan duit yang ia bagikan itu sumbangan kemanusiaan. "Intinya jangan ada kesan kami membayar," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI Bachtiar Nasir mengklaim menerima lebih dari Rp 100 miliar untuk aksi ini. Menurut dia, uang itu berasal dari subsidi seluruh rakyat Indonesia yang mendukung proses penegakan hukum kepada Basuki. "Digunakan untuk menyediakan dapur umum dan biaya penunjang kesehatan para demonstran," katanya.
Bukan dalam demo kali ini saja ada cerita bagi-bagi uang kepada para peserta unjuk rasa. Dalam demonstrasi sebelumnya dengan tuntutan yang sama, 14 Oktober lalu, sejumlah peserta unjuk rasa menemukan duit Rp 50 ribu yang diselipkan di dalam kotak nasi jatah makan siang mereka. Uang itu dimasukkan ke sebuah plastik kecil. Kepada Tempo, seorang perwira polisi yang ikut mengamankan unjuk rasa itu mengaku melihat sendiri uang Rp 50 ribu yang diselipkan di dalam kotak nasi yang dibagikan kepada para demonstran. "Saya juga menerima laporan yang sama dari peserta unjuk rasa," ujarnya.
Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal M. Iriawan mengatakan pihaknya tengah menelusuri pendanaan demo itu. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan juga dilibatkan. "Prosesnya sedang berjalan," ujarnya.
Anton Aprianto, Yohanes Paskalis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo