Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus penganiayaan anak, Bahar bin Smith, diketahui pernah mondok dan menempuh pendidikan di pondok pesantren Darullughah Wadda'wah (Dalwa) di Jalan Raya Raci, Desa Raci, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengasuh pondok pesantren Darullughah Wadda'wah (Dalwa) Habib Ali Zainal Abidin membenarkannya. “Memang dia pernah di Dalwa saat masih kecil. Setelah dari Dalwa mungkin ke tempat lain. Di Dalwa hanya sekitar 2-3 tahun sekolah tingkat Madrasah Ibtidaiyah (Sekolah Dasar),” kata ulama yang akrab disapa Habib Zain ini saat dikonfirmasi, Jum’at, 21 Desember 2018.
Namun Zain tak tahu persis bagaimana perilaku Bahar selama mondok dan sekolah di Dalwa. “Ana (saya) enggak tahu, itu yang tahu guru-guru,” katanya. Zain juga tak tahu tahun berapa Bahar masuk dan keluar dari Dalwa. “Saya enggak tahu juga,” katanya.
Habib Zain menegaskan bahwa di pondok yang didirikan almarhum ayahnya itu sama sekali tidak mengajarkan kekerasan. “Kami disini fokus pada pendidikan dan ikut membantu pemerintah,” katanya.
Pendiri pondok pesantren ini, almarhum Habib Hasan Baharun pernah jadi juru kampanye Partai Nahdlatul Ulama (NU) saat NU masih menjadi partai politik sebelum kembali jadi ormas keagamaan sesuai khittah tahun 1984.
Hasan merupakan ulama asal Sumenep, Madura, dan pernah lama berdakwah di Pontianak dan sejumlah daerah di Jawa. Hubungannya dengan pemerintah juga sangat baik dan bahkan Hasan pernah jadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Pasuruan hingga wafat tahun 1999.
“Anda bisa tanya ke orang-orang bagaimana hubungan kami dengan pemerintah, dengan polres, bupati, dan sebagainya,” kata Zain.
Zain mengatakan bahwa pendidikan yang diajarkan di Dalwa sama dengan pendidikan pesantren Ahlussunnah wal Jamaah atau pesantren NU yang ada di Jawa Timur. “Sama dengan pesantren-pesantren di Sidogiri (Pasuruan), Jombang, Langitan (Tuban), dan sebagainya,” katanya.
Selain mengajarkan kitab-kitab kuno karangan ulama masyhur, Dalwa juga menekankan pada penguasaan bahasa utamanya bahasa Arab. “Sama dengan pondok-pondok lainnya, bahasa juga ditekankan di sini,” katanya.
Dalwa dirintis Habib Hasan sejak 1981 dengan menyewa rumah kontrakan di Bangil, Pasuruan. Setelah itu pada 1985 atas dukungan ulama Mekkah, Sayyid Muhammad Alwi Al-Maliki, Hasan membangun pondok di Desa Raci, Kecamatan Bangil, Pasuruan. Dari tahun ke tahun jumlah santrinya bertambah hingga ribuan. Sepeninggal Hasan, tampuk pimpinan pesantren dipegang putra dan putrinya termasuk Zain.