Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bakso Babi?

Akibat sebuah penelitian yang dilakukan sekelompok mahasiswa fakultas peternakan unpad, pedagang bakso mengalami penurunan omset. penelitian menyangkut daging yang digunakan untuk bakso. (nas)

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"SELEBARAN gelap", yang isinya menuduh daging bakso mengandung campuran daging babi di beberapa kampus perguruan tinggi di Bandung tengah bulan lalu, betul-betul telah memukul pedagang bakso. Mulai pedagang keliling, warung, sampai restoran, semuanya terpukul: omset penjualan turun dengan cepat. Mulyono, 30, seorang pedagang bakso keliling, misalnya, sudah menurunkan jumlah barang dagangannya 25% dari biasa. "Lakunya bukan main sulit," katanya mengeluh. Pukulan sama sudah tentu dialami pabrik daging bakso yang selama ini menyuplai ribuan pedagang bakso di sekitar Bandung. Pabrik daging bakso Panghegar, sebagai contoh, menurunkan produksinya lebih dari 25%. Sebelumnya, pabrik terbesar di Bandung itu menghabiskan 400 kg daging sapi sehari untuk membuat bakso. Begitu pula 17 pabrik bakso lainnya yang ada di kota itu. "Rata-rata produksinya turun 25 sampai 50 persen," ujar Wagianto Surya alias A Giok, pemilik Panghegar. Sekarang, semua selebaran sudah dicopot - beberapa di antaranya disita polisi - dan belum kedengaran ada yang kena tindak karenanya. Tapi ternyata yang dituding sebagai selebaran, tak lain, fotokopi artikel di majalah Panji Masyarakat, terbitan 11 Maret lalu berjudul, "Bakso Halal Atau Haram?" Di situ ditulis cerita penelitian sekelompok mahasiswa Fakultas Peternakan Unpad, yang menemukan campuran babi pada bakso sapi. Memang, sejak November tahun lalu, 80 mahasiswa Unpad mengadakan kegiatan seperti yang ditulis majalah yang terbit sebulan tiga kali itu. Penelitian itu sendiri dilakukan sebagai tugas mata kuliah agama semester I yang diberikan Drs. Mustafid Amna, dosen agama di Fakultas Peternakan. Rupanya, sang dosen sejak lama mencurigai bakso sapi bercampur babi. "Agar lebih jelas, baik diteliti saja," kata Amna, dosen yang kecanduan bakso. Hasilnya? Ternyata, kecurigaan Amna beralasan. Dari 58 pedagang bakso menetap (warung, toko, atau restoran) di seputar Bandung yang dijadikan sampel, 23 (37,9%) menjual bakso sapi bercampur daging babi, dan dari 64 pedagang keliling (gerobak dorong atau pikul), 21 (32,8%) menggunakan campuran daging yang sama. "Tidak semua bakso bercampur babi, tapi hasil penelitian membuktikan, ada bakso sapi bercampur daging babi," kata Amna menyimpulkan. Sayangnya, begitu penelitian selesai awal Februari lalu, Rektor Unpad, Yuyun Wirasasmita, dan Dekan Fakultas Peternakan, Ir. Sutarman - yang memberi izin penelitian meragukan hasilnya. Jumlah sampel yang diambil secara acak belum dianggap mewakili, dan para peneliti baru mahasiswa tingkat satu. "Mereka belum memperoleh pelajaran metode mikroskopis," kata Sutarman, berdalih, kepada TEMPO ketika itu. Sekalipun begitu, penelitian itu sendiri sudah menggunakan mikroskop. Diam-diam, mahasiswa itu membeli sejumlah bakso dari pedagang yang dipilih sebagai sampel. Lalu setelah diberi cairan reagen, zat kimia yang biasa dipakai mendeteksi suatu bahan, bakso diteropong dengan mikroskop. Pengujian masih dilakukan dengan memberi sudan 111, cairan yang memberi warna setelah bersenyawa dengan daging, kemudian diperiksa pula dengan mikroskop. Dengan cara itulah mereka mengidentifikasikan mana bakso yang hanya dibuat dari daging sapi dan mana yang bercampur babi. Setelah dicampur cairan reagen, daging babi di bawah mikroskop akan berwarna jingga, sementara daging sapi jadi kuning muda. Pada bakso sapi bercampur babi, akan terlihat campuran dari dua warna itu. Maka, Budi Kuncoro, salah seorang mahasiswa yang turut meneliti, merasa yakin akan kebenaran penelitian. "Sejak SMA kami sudah mengenal mikroskop," katanya. Apalagi, menurut Amna, pembimbing penelitian ini, alasan mencampurkan daging babi itu mudah diduga: mengejar untung yang lebih besar. Harga daging babi memang lebih murah dibanding sapi. Ketika penelitian berlangsung, harga daging babi Rp 2.500 dan daging sapi Rp 3.200 per kg. Sementara belum jelas kebenaran hasil penelitian itu, nasib sekitar 5.000 tukang bakso di Bandung sudah terancam. Banyak penggemar bakso, termasuk Dr. Soeharsono Pembantu Rektor Unpad, yang meragukan hasil penelitian mahasiswanya itu, tak berselera lagi menyantap daging bulat itu. "Setelah ribut-ribut, saya sendiri berhenti makan bakso," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus