Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sing salah, yo seleh

Menteri dalam negeri suparjo rustam, tentang para bupati yang ditindak, terkena operasi vidya briya opstib dan tentang ruu keormasan. (nas)

7 April 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK yang kaget tatkala beberapa pekan lalu Menteri Dalam Negeri Soepardjo Rustam mengungkapkan, sekitar sepuluh bupati yang terkena Operasi Vidya Briya Opstib Pusat akan segera ditindak. Gebrakan baru Soepardjo Rustam? Ditemui di kantornya pekan lalu, Mendagri Soepardjo membantah. "Ini bukan awal dari suatu gebrakan pengawasan. Lha wong sejak dulu pengawasan ini dilakukan," katanya. Seperti biasa, gaya berbicaranya berhati-hati. Hari itu, seperti kebiasaannya selama ini, ia berpakaian rapi: sepotong ujung sapu tangan biru menyembul dari saku atas setelan safari abu-abunya. Ruang kerjanya yang luas tertata rapi. Ada beberapa gambar wayang menghiasi: Krisna, Bima, dan Semar. "Saya senang watak mereka. Krisna bijaksana. Bima jujur, meski terkadang emosional, sedang Semar jujur dan mengabdi," ujarnya. Menurut Soepardjo, 58, sejak Operasi Tertib dilancarkan pada 1977 berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 9, Depdagri lantas melaksanakannya lewat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 307 Tahun 1977 dan Instruksi Mendagri Nomor 23 Tahun 1977. "Sebenarnya, banyak kasus yang dibongkar, tapi tidak semuanya diekspos melalui pers," kata Soepardjo. Kepada Susanto Pudjomartono dan Bambang Harymurti yang mewawancarainya, Soepardjo mengungkapkan: sejak September 1977 sampai Desember 1983, Depdagri menerima 7.914 pengaduan, antara lain dari opstibpus (2.175), masyarakat dan media massa (2.219), serta pemerintah daerah (2.681). Hampir separuh (3.688) di antaranya telah di tangan. Yang menarik, kasus yang diadukan ke pemerintah daerah seratus persen telah ditangani. Tentang para bupati yang ditindak itu ...... Mengenai itu sebenarnya pers sedikit salah tangkap. Waktu Opstib mengumumkan ada bupati yang terkena, saya ditanya wartawan. Saya katakan, memang saya mempunyai catatan tentang 17 bupati itu. Sebenarnya, di antara bupati itu ada yang tidak lagi menjabat karena masa jabatannya sudah selesai. Tapi karena masuk klasifikasi berat, perkaranya snungkin ada yang diteruskan ke kejaksaan, lalu bisa saja terus ke pengadilan. Jadi, tak berarti selesai begitu saja. Dari 17 bupati itu, empat diklasifikasikan sebagai kasus berat, yaitu dari Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara. Tiga orang masuk klasifikasi sedang dan sisanya klasifikasi ringan. Klasifikasi ringan artinya, kalau dia baru sekali menjabat, tidak akan mendapat perpanjangan masa jabatan lagi. Yang klasifikasi sedang akan diamati dan tentu juga tak akan diangkat lagi, bahkan, kalau membuat kesalahan lagi, bisa langsung diberhentikan. Sebenarnya, tidak hanya tingkat bupati saja yang terkena tindakan. Pokoknya, kita mencoba, pada semua tingkat, suatu aparat yang bersih dan berwibawa. Berapa pejabat yang telah ditindak? Selama 1983, dari tingkat bupati ke atas tidak ada. Camat 9 orang, kepala desa 102 orang, pamong desa 164 orang, dan pegawai negeri 281 orang. Bagaimana proses penindakannya? Kalau ada salah seorang pegawai yang salah, bolak-balik saya peringatkan, "Dik, jangan begitu," atau "Saudara, jangan begini, Iho." Tapi kalau peringatan itu terus-menerus tak dilaksanakannya, sudah barang tentu kami terpaksa memakai jalan pengadilan. Jadi, sepanjang dia masih di luar PP Nomor 30 Tahun 1980, syukur. Kalau toh dia masih mbeler (nekat), ya, terpaksa ke pengadilan. Ini tidak berarti saya melakukan itu dengan senang hati. Aduh, kami itu nelongso (berat hati). Kami memberi tahu kepada teman, kepada anak buah, jangan melakukan itu. Jelas, mereka kami lindungi, tapi itu dalam rangka edukasi, sebab kepentingan masyarakat luas lebih perlu dilindungi. Sering saya katakan Sing salah, yo seleh (yang salah, ya berhenti). Tapi itu tidak berarti lalu mengorbankan anak buah. Ini benar: saya selalu nelongso setiap kali harus menindak anak buah .... Sebagai pembina politik dalam negeri, bagaimana Bapak melihat keadaan sekarang? Saya melihat keadaan sekarang stabil. Bahwa di sana-sini kelihatannya ada yang menggerutu terhadap sesuatu, saya kira itu bukan terhadap sistemnya. Cuma satu dua yang menganggap sistemnya yang kurang, lalu menggerutu. Tapi sebagian besar menganggap sistemnya sudah baik, cuma pelaksanaannya perlu ditingkatkan. Saya kira itu normal. Tapi sccara keseluruhan, saya lihat tidak ada yang menonjol pada bidan ini. Mengenai Rencana Undang-Undang Keormasan yang ramai dibicarakan itu .... Itu cerita lain. Saya hanya bisa mengatakan bahwa secara intern lima RUU, termasuk RUU Keormasan, itu sekarang sedang digarap. Untuk itu, sudah barang tentu diadakan kontak dengan individu dan kelompok yang dianggap penting untuk mendapatkan input. Dalam hal ini, kemajuannya cukup pesat. Insya Allah, dalam bulan April ini saya sudah bisa menghadap dan melaporkan keseluruhannya kepada Bapak Presiden. Dan kemudian kelima RUU ini akan disampaikan kepada DPR.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus