Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Banjir, sekali ini tanpa persiapan

Jalan raya pati-juana-rembang (jawa tengah) terputus akibat banjir. air dari dam wilulang meluap. th 1973 sudah ada proyek penanggulangan 5 sungai dan pengerukan sungai juana, tapi macet. (dh)

31 Januari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JALAN raya Pati - Juana - Rembang (Ja-Teng) berubah menjadi sungai. Air menggenangi jalan yang biasa dilewati kendaraan Jakarta - Surabaya itu setinggi 1 hingga 2« meter. Lebih dari 200 truk bermuatan penuh, disandera banjir yang melanda Kabupaten Pati dan sekitarnya sejak 2 pekan lalu. Selama seminggu sejak Jumat 16 Januari, jalan raya itu macet total. Para sopir dan kernet mengisi waktu dengan mencuci kendaraan atau pakaian. Untung penduduk setempat ada yang memanfaatkan keadaan itu dengan menjual makanan, mulai dari nasi bungkus, roti gaplek, jagung sampai rokok. Sebungkus nasi (dengan tahu dan sedikit sayur) sudah mencapai Rp 150 -- tarif yang cukup tinggi dibanding hari-hari biasa yang hanya Rp 50. "Sehari saya keluar uang Rp 1.000. Dan ditambah pengeluaran lain selama seminggu ini sudah nombok Rp 35.000," ujar Wiryo, 50 tahun, sopir truk asal Purbolinggo (Ja-Tim) yang tersandera di Desa Gadingrejo, 6 km dari Juana. Baru Rabu pekan lalu colt bisa ma suk ke Juana lewat Desa Wedarijaksa. Tapi ongkosnya melambung dari Rp 75 menjadi Rp 400 seorang. Sehari kemudian air tinggal 40 cm lagi. Dan truk-truk pun mulai bergerak. Suasana menjadi hiruk-pikuk. Tapi sampai akhir pekan lalu kendaraan kecil belum bisa lewat karena truk-truk masih berebutan jalanan. Penduduk di wilayah Jawa Tengah bagian timurlut itu tampaknya sudah terbiasa dengan banjir yang datang setiap musim. Tapi banjir akibat hujan yang menderas setiap hari selama 2 minggu sejak Senin 5 Januari itu rupanya lain dari biasa. Memang sekali ini bukan banjir bandang, karena air melayap secara pelan. Hujan yang bagaikan tanpa henti itu juga menggenangi sebagian tempat di Kota Semarang, Demak, Jepara, Kudus dan pinggiran Kota Pati. Namun yang paling parah adalah Kecamatan Juana, terutama karena meluapnya air dari Dam Wilalung di Kecamatan Undaan (Kudus). Dam itu membagi air untuk Sungai Juana (Pati), Lusi (Kudus), Tuntang (Demak) dan Serang (Jepara). Ada 8 pintu air yang dibuka semua ketika bah mulai naik. Desa-desa di pinggir Sungai Juana -- Kedungpancing, Bumirejo, Doropayung -- yang pertama kemasukan air pada Jumat siang 9 Januari. Tak kurang dari 95% wilayah Kecamatan Juana yang luasnya 53 kmÿFD tergenang, kecuali Desa Beringin dan Karang -- yang letaknya memang lebih tinggi. Karena sudah akrab dengan banjir penduduk tenang-tenang saja. Di Desa Kedungpancing misalnya, seorang kakek yang rumahnya separuh tenggelam tetap asyik dengan kebiasaannya mendengarkan radio, walaupun dari atas perahunya yang bergoyanggoyang. Warung-warung juga masih ada yang buka. Penduduk datang berbelanja sembari berenang. Di jalan-jalan kampung tampak orang hilir-mudik di tengah air setinggi dada. "Saya harus melihat-lihat rumah dulu," ucap seorang perempuan setengah umur sambil berenang. Di musim banjir, di sana memang banyak pencurian. Bagi buruh-nelayan seperti Sujiman dari Kedungpancing, banjir juga mendatangkan nafkah. Tidak melaut, perahunya diomprengkan untuk pengangkutan antar desa. Tarifnya sekitar Rp 100 - Rp 200, "sehari rata-rata dapat Rp 3.000," kata Sujiman yang beranak 4 orang. Tapi ia hanya menerima sepertiga, sebab dua pertiganya untuk pemilik perahu motor itu. Istri Sujiman tak bisa lagi jualan, karena rumahnya hancur dilanda bah. Di sepanjang tepi jalan masuk ke Juana para pengungsi membuat bangunan darurat dari gedek bekas. Tidak sedikit pula yang membawa kerbau. Jumlah ternak itu sekitar 400 ekor, yang terbanyak ditambat di halaman Kawedanan Juana. Malam hari para pengungsi tidur bersama gembalaannya masing-masing. Sampai Selasa pekan lalu sekitar 41.000 jiwa mengungsi. Sedang yang tetap tinggal di rumah sekitar 19.000 jiwa. Tim Penanggulangan Banjir menampung mereka di gedung sekolah, kantor kawedanan, balai desa, atau stasiun kereta api. Pihak PJKA menyediakan 15 gerbong yang memuat sekitar 1.000 jiwa. Setiap gerbong yang umumnya sudah tua itu dihuni 3kk. Para pengungsi menutup jendela dengan plastik, mengatur lemari, kasur dan meja-kursi. Pengungsi yang hanya membawa barang seadanya, cukup menggelar tikar dan mengatur alat dapur. Yang kebagian di pelataran stasiun mengatur sendiri "wilayah" masing-masing. Karena tak ada dapur umum -- tim hanya membantu bahan makan mentah -- para pengungsi memasak sendiri. Kerugian yang diderita cukup banyak. Lebih dari 7.000 rumah terendam, 2 jembatan ambrol, lebih dari 2.000 ha sawah terendam. Belum lagi tegalan dan tambak. Seluruh sekolah, SD sampai SLTA, diliburkan. Menurut taksiran Camat Juana, Isduki yang berkeliling dengan perahu karet, kerugian seluruhnya sekitar Rp 1 milyar. Korban manusia hanya seorang, yaitu Wakijan, 18 tahun, seorang awak kapal dari Desa Beringin. Menurut dokter puskesmas, Paulus Susanto, tidak ada penduduk yang sakit berat. "Hanya ada yang menderita flu, masuk angin dan muntah saja," katanya. Gubernur Ja-Teng Soepardjo Roestam yang meninjau ke sana Rabu pekan lalu membawa bantuan beras 10 ton. Sehari kemudian datang Dirjen Bantuan Sosial, Harun Alrasyid, menyerahkan sejumlah pakaian, beras, petromak perahu karet dan sebagainya. Persiapan menghadapi banjir nampaknya tidak ada sama sekali sebelumnya. Di zaman Bupati Rustam Santiko, kantung-kantung bantuan seperti beras atau jagung biasanya sudah dipersiapkan jauh sebelum banjir diperkirakan datang. Untuk menahan luapan air, pada 1973 sudah ada proyek penanggulangan banjir yang disebut "Jratunseluna" (singkatan dari 5 sungai Jragong, Tuntang, Selang, Lusi dan Juana) -- tapi sampai saat ini proyek tersebut belum jalan. Bahkan sebelum itu, 1966, juga sudah ada usul untuk menyudet Sungai Juana di Desa Guyangan, Kecamatan Pati, dialirkan ke Desa Bakaran Kulon, Kecamatan Juana. Juga pengerukan Sungai Juana sendiri yang sudah dangkal. Usul itu diperbarui 3 tahun kemudian, "tapi sampai saat ini baru dilakukan surveinya saja," tutur Pembantu Bupati untuk Kecamatan Juana, Kartidjo Hidajat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus