HUJAN mengguyur kawasan Kabupaten Banyumas (Ja-Teng) sejak
Selasa petang. Menjelang Rabu 21 Januari, dinihari bertambah
deras. Angin kencang bertiup, kilat dan petir menyambar. Dalam
cuaca subuh yang menusuk tulang itu Sakim masih terjaga di
stasiun kecil Kebasen, 12 km di utara Kroya.
Kepala stasiun itu menerima isyarat bahwa KA Senja IV jurusan
Jakarta-Yogya meninggalkan Stasiun Purwokerto. Juga ketika
kereta berlokomotif nomor CC-20133 itu melintasi stasiun kecil
Notog, 7 km di utara Kebasen. Sementara itu dari arah berlawanan
juga diterima isyarat bahwa KA Maja (Madiun-Jakarta) yang
berloko CC-201255, lepas dari Kroya.
Kedua kereta itu memang biasa melakukan kruis (persilangan) di
Kebasen. Petugas PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) di
stasiun ini segera memasang sinyal untuk menghentikan Maja.
Sebab yang berhak lewat duluan adalah KA Senja yang kelasnya
lebih tinggi.
Si Maja melaju terus. Para petugas PPKA panik. Penjaga pintu
kereta, Usen, menyalakan lampu baterai sambil berteriak-teriak.
Di tengah hujan deras, upaya seperti itu nampaknya tanpa guna.
Petugas lain di Kebasen mengacungkan lampu merah, tapi Maja
semakin mendekat juga.
Kepala Stasiun Kebasen, Sakim, juga berteriak-teriak sambil
menggoyang-goyangkan sinyal. Semuanya tak menolong. Orang-orang
yang lelap tidur kedinginan di stasiun kecil itu terjaga. Tanpa
hirau, Maja melewati Kebasen, dipacu melawan hujan, menembus
kabut . . .
Beberapa menit berlalu, Senja keluar dari terowongan Kalirajut
di lereng Gunung Payung. Pada saat yang hampir bersamaan, Maja
pun menyeberangi jembatan Sungai Serayu. Sekarang kedua kereta
itu melintasi rel yang berlika-liku di kaki pebukitan.
Ketika itu masinis Senja, F.X. Sulimin, 29 tahun, sudah
menampak sorot lampu Maja. Tapi pandangan masinis Maja, Suradi,
28 tahun, terhalang oleh bukit. Kedua kereta yang masing-masing
diperkirakan berkecepatan 50 km/jam itu kini keluar dari
tikungan. Tabrakan tak mungkin dihindari. Dan persis di Pinggir
Sungai Serayu, tiba-tiba terdengar ledakan hebat. Kedua kereta
api bermasinis muda itu pun bertabrakan. "Seperti ada petir dan
gempa bumi," tutur Ny. Supinah yang rumahnya persi di bawah
lereng rel tempat musibah itu.
Kedua loko itu saling berhantam, saling berkait, sulit dilepas.
Dan sama-sama rusak berat. Dua gerbong di belakang kedua loko
remuk sama sekali. Gerbong ini melompat, menindih loko Kereta
makan. KA Maja terguling hancur. Dua gerbong kelas utama dan
restorasi KA Senja tergencet. Gerbong-gerbong di belakang rusak
ringan.
Mantri Polisi Desa Tasmidi, tetangga Ny. Supinah, terbangun. Ia
berteriak minta tolong sambil memukul kentongan. Seluruh
warga Dukuh Wadastumpang, Desa Kaliwangi, Kecamatan
Tambaknegara (Kabupaten Banyumas) terjaga. Segera terdengar
kentongan bersahutan. Hujan masih menderas di tengah gelap. Tapi
ingin seakan tak lagi terasa.
Telepon Khusus
Penduduk Desa Kaliwangi yang hanya 30 kk (tinggal berpencar di
lereng bukit) mengerumuni kereta api yang bertabrakan itu. Ada
yang membawa obor, lampu patromak, senter. Yang lain kembali
ke rumah mengambil tangga bambu untuk menurunkan para korban.
Dari dalam gerbong yang gelap terdeengar rintihan dan jerit
anak-anak.
Rumah Ny. Supinah, Tasmidi dan dua tetangga dekat lainnya yang
berdinding gedek berlantai tanah, menjadi tempat penampungan
sementara. Menjelang fajar, seorang penduduk mengayuh sepeda
ke kecamatan mencari bantuan kendaraan untuk mengangkut 35 orang
korban luka parah ke Puskesmas Rawalo yang berjarak 6 km, untuk
kemdian dibawa ke RSU Purwokerto.
Sampai Sabtu lalu masih enam orang dirawat, yang lain sudah
dijemput keluarga masing-masing. Yang meninggal tujuh orang. Di
antara mereka terdapat dua pensiunan TNI-AD: Pelda Subardjan dan
Peltu Wagiran, yang "mengawal" dagangan ayam dari Pasar
Beringharjo (Yogya) ke Jakarta (lihat Box).
Pihak PJKA menggolongkan musibah itu dengan istilah
perkereta-apian yang disebut PLH alias peristiwa luar biasa
hebat. Baik Kepala PJKA Eksploatasi Tengah Soegiarto maupun
humasnya, Soepaat, tak habis mengerti mengapa masinis KA Maja,
Soeradi, melanggar sinyal di Kebasen. "Seorang masinis tak bisa
mengubah peraturan dan aba-aba PPKA," sahut seorang pejabat PJKA
di Purwokerto.
KA Maja rupanya berlari kelewat kencang. Hal ini dibuktikan oleh
seorang petugas teknik Balai Yasa Yogyakarta: pengatur kecepatan
(handle controle) di loko Maja terpasang pada posisi tinggi
sedang di loko Senja pada posisi idle, alias menganggur. "Ini
berarti masinis Senja sempat mengerem ketika melihat sorot lampu
Maja yang barusan melewati jembatan Serayu," katanya.
Ketika meninjau tempat musibah, Kamis lalu, Menteri Perhubungan
Rusmin Nuryadin memperbincangkan perlunya peralatan KA
dimodernkan. "Di samping hubungan antar stasiun yang sudah
lancar, perlu dipikirkan hubungan antar stasiun dengan petugas
di kereta yang sedang berjalan," kata menteri kepada sejumlah
pejabat teras PJKA.
Hubungan antar stasiun sampai yang terkecil pun, terutama di
Jawa, saat ini lancar. Ada saluran telepon khusus di samping
morse yang tradisional itu. "Tapi hubungan stasiun dengan
masinis dan kondektur di kereta yang sedang berjalan, memang
belum ada," ujar Humas PJKA Eksploatasi Tengah, Soepaat. Sejak
dua tahun ini sudah dirintis hubungan radio, tapi belum jalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini