Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Banyak yang tak suka saya

Wawancara tempo dengan kepala staf sosial politik abri, letjen harsudiono hartas, seputar calon ketua umum golkar. abri atau sipil.

8 Mei 1993 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEPALA Staf Sosial Politik ABRI, Letjen Harsudiono Hartas, tak seperti biasanya. Belakangan ia sering menghindar diwawancarai wartawan. ''Sudahlah, jangan wawancara saya lagi. Sudah banyak orang yang tak suka sama saya,'' katanya ketika ditemui TEMPO Senin lalu. Hartas disebut-sebut kurang bijak mengumumkan calon wakil presiden Try Sutrisno, jauh hari sebelum pencalonan resmi. Namun, akhirnya ia toh bersedia menjawab beberapa pertanyaan wartawan TEMPO Bambang Bambang Sujatmoko, seusai memberikan ceramah di Lemhanas. Berikut petikannya: Apa kriteria untuk ketua umum Golkar menurut pandangan ABRI? Ketua Golkar harus bisa membuat konsep yang jelas untuk menjabarkan Pancasila dalam segala aspek kehidupan. Hingga Golkar akan menjadi golongan yang besar, yang bisa mendorong demokrasi, baik politik, ekonomi, maupun bidang lain. Itu yang penting. Hasilnya adalah pemimpin yang bisa mempersatukan dan membuat konsep kesejahteraan. Jadi ia harus menyesuaikan dengan GBHN, membuat lompatan-lompatan, rekrutmen, kaderisasi. Ia juga harus mampu mempersatukan tubuh Golkar sendiri dengan memperhatikan segala aspirasi ormasnya untuk kepentingan pembangunan dan perjuangan. Ia mesti bisa menumbuhkan suasana rasa keadilan, di dalam maupun di luar Golkar. Hingga, menjelang pemilu mendatang, bukan lagi hanya mengandalkan gontok-gontokan, tapi adu program. Sebab, Golkar akan menentukan dalam pemilu mendatang untuk bangsa dan negara ini. Golkar menjadi cermin wakil rakyat yang terbesar. Semua ini adalah perjuangan negara untuk memerangi kesenjangan kemiskinan, kemelaratan, kebodohan. Ini langkah yang mendasar. Karena itu, perlu kiranya kembali ke asal-muasal Pancasila, asas kekeluargaan dan nilai-nilai hakikinya. Juga, ada lagi yang namanya paham integralistik bangsa Indonesia. Jadi kembali ke paham bangsa, bukan paham negara lain yang tak sesuai dengan jatidiri bangsanya. Apa Anda sudah melihat ada gejala menyimpang itu? Kita lihat saja. Kalau memang ada, ya, perlu orang yang kuat untuk bisa meluruskan lagi. Dengan cara kembali ke Kino-Kino? Bukan. Kita kembali ke satu kesatuan yang utuh, tanpa melupakan akar untuk rekrutmen. Jadi akar itu perlu direkrut dengan adil. Lalu menyusun konsep kepengurusan yang kuat untuk menjamin kesatuan negara. Artinya, ABRI punya ... (Harsudiyono langsung menukas.) Saya tidak membicarakan soal ABRI. Saya bicarakan soal Golkar. Golkar itu, ya, siapa saja boleh masuk toh. Kalau boleh, kita menyumbangkan kadernya yang berpikiran seperti itu. Kalau boleh. Kalau tidak boleh, ya, itu kenyataan. Itu hasil munas, demokrasi. Apakah ABRI juga mencalonkan non-ABRI? Kita tak berhak mencalonkan kader organisasi orang lain. Itu kan punya orang lain. Nanti dibilang menggagahi orang lain, seperti menggurui. Itu bertentangan dengan Pancasila. Bagaimana dengan dikotomi sipil-ABRI? Itu tidak relevan lagi. Kita negara kekeluargaan, negara kesatuan Indonesia, bukan negara bagian. Filosofi kita bukan individualistis, tapi kekeluargaan. Manunggaling kawulo lan Gusti, rakyat menyatu dengan Tuhan, rakyat dengan pemimpinnya, rakyat dengan seluruh lembaga yang ada. Tapi ABRI ingin agar Ketua Golkar dari ABRI? Ya, tapi secara konstitusional. Melalui Golkar itu ABRI ingin membenahi atau meneruskan pembangunan sesuai dengan bunyi pokok pikiran dalam UUD 45. Menurut Anda, dalam kondisi sekarang ini Golkar seharusnya dipimpin ABRI atau non-ABRI? Saya kira jangan bertolak dari ABRI atau non-ABRI. Tapi beranjak dari perorangannya. Kita pilih perorangan yang ada dalam Golkar. Karena Golkar menganut sistem stelsel aktif. Jadi pilihlah di antara mereka itu. Siapa yang akan terpilih, terserah. Jadi tak ada keharusan sipil atau militer. Karena Golkar itu organisasi, ABRI tak mau ikut campur. Sebagai suprastruktur, ABRI tak boleh mencampuri. Tapi secara idiil, purnawirawan itu berhak kembali ke asal-muasal perjuangannya. Dengan mencalonkan, apa ABRI tak mencampuri? Tidak. Calonnya kan dari dalam Golkar itu sendiri. Yang akan diajukan ABRI nama atau kriteria? Terserah saja aturan yang akan dipakai. Bisa mengajukan sejumlah kriteria, tapi bisa juga mengajukan sejumlah nama yang memenuhi kriteria. Bagaimana kiat ABRI untuk memenangkan pencalonan ini? ABRI akan berusaha secara konstitusional, lewat aturan yang berlaku. Melalui Musda, lalu Munas. Pokoknya, sesuai mekanismenya, sesuai budayanya. Siapa calon ABRI yang bisa diterima oleh semua pihak? Tidak tahu. Wong yang mencalonkan mereka dalam bursa ini para wartawan juga. Anda pernah mengingatkan agar ''jangan hanya bawa teman sendiri'' ke Golkar. Apa indikasinya? Itu kan harapan saya untuk pemimpin Golkar nanti. Ada atau tidak, Anda lihat saja sendiri nanti. Saya tidak tahu. Sungguh....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus