SEMULA Mayjen H.R. Pramono sempat siap-siap kembali ke Medan. Sebab, Fraksi ABRI di DPRD sudah berbulat hati mengajukan namanya menjadi Gubernur Sumatera Utara. Kendati samar, lampu hijaupun sudah menyala dari Mabes ABRI. Dengan begitu, menurut anggapan umum, tak akan ada nama lain dari keluarga besar ABRI boleh muncul menandingi Pramono. Namun, tiba-tiba angin berbalik arah. Panglima ABRI Jenderal Edi Sudradjat mengatakan tak pernah mencalonkan Pramono, bekas Pangdam Bukit Barisan yang kini menjabat Asisten Teritorial (Aster) di Mabes ABRI untuk menduduki pos gubernur itu. ''Dia belum bisa dilepas, karena baru saja duduk sebagai Aster,'' ujar Edi Sudradjat. Maka, nama Raja Inal Siregar pun kembali berkibar. Dalam deretan nama calon gubernur yang disetujui Menteri Yogie S. Memet awal pekan ini, nama Pramono tanggal. Nama yang ada di situ ialah Mayjen Raja Inal Siregar, Ketua DPRD I Sum-Ut Brigjen Mudjono, dan pengusaha dan Rektor Universitas Mpu Tantular di Jakarta, K.R.T. Ternama Sinambela. Bisa diartikan, Raja Inal bakal terpilih dalam pemungutan suara pertengahan Mei ini. Dalam sebuah acara makan siang bersama sejumlah tokoh Medan pekan lalu, ia mengungkapkan keyakinannya itu. ''Mudah-mudahan, kita masih bisa bersama-sama di daerah ini sampai lima tahun mendatang,'' ujar Raja Inal. Di balik keunggulan Raja Inal di bursa calon gubernur itu, muncul bisik-bisik, posisi bekas perwira Kopassus ini terkatrol berkat Ketua Harian Dewan Pembina Golkar B.J. Habibie. Ketika bertemu pengurus ICMI Sum-Ut di Medan awal April lalu, Habibie berjanji akan memperjuangkan Raja Inal. Alasannya, pencalonan Raja Inal itu sesuai dengan aspirasi ICMI Sum-Ut. Sementara itu, Raja Inal sendiri juga mampu memobilisasi dukungan dari masyarakat. Awal April lalu, pendukungnya menggelar halal bihalal di Stadion Teladan, Medan, yang bisa menghimpun 10.000 massa. Surat pernyataan dukungan untuk Raja Inal mengalir sampai hampir 400 pucuk, dengan puluhan ribu tanda tangan. Dukungan itu kemudian muncul dalam sikap Fraksi Karya di DPRD I yang tetap mencalonkan Raja Inal, kendati Fraksi ABRI mengajukan nama Pramono. Peristiwa di Sum-Ut ini agaknya menandai sebuah fenomena bahwa sekompak-kompaknya penggalangan Golkar dan ABRI, kepentingan politik keduanya tak selalu seiring. Gejala ini kini semakin sering muncul ke permukaan. Di pentas gubernur, gejala ini tampak menonjol. Makin sulit Golkar dan ABRI membangun sebuah suara bulat. Tidak hanya di Sum-Ut kedua fraksi itu berselisih pendapat. Hal serupa muncul pula untuk pencalonan gubernur Aceh, Ja-Tim, dan Nusa Tenggara Barat, yang penetapannya bakal dilakukan selama bulan Mei ini. Namun dalam persaingan itu, Golkar sering tak punya stok tokoh dari jalur G atau B yang pantas dilagakan menandingi calon gubernur yang jenderal. Kalaupun jago dari kedua jalur itu punya kapabilitas tinggi, sering kali mereka jeblok dalam perkara akseptabilitas serta popularitas hal yang penting dalam pencalonan gubernur. Singkat kata, seperti diakui oleh tokoh Golkar Jawa Tengah, sulit mencari kader jalur G dan B untuk posisi gubernur. ''Tak ada yang kuat,'' ujarnya. Walhasil, Golkar daerah terpaksa mencari kader yang berstempel jalur A, dari keluarga besar ABRI. Tokoh semacam ini, yang biasanya dari kalangan purnawirawan atau ABRI aktif yang mendekati pensiun, sudah sekian lama dipeluk Golkar dan kontaknya ke Mabes tak lagi intim. Raja Inal Siregar agaknya bisa digolongkan contoh tokoh semacam itu, di samping Basofi Soedirman, Ketua Dewan Pengurus Daerah Golkar Jakarta yang juga Wakil Gubernur DKI. Seperti Raja Inal, Basofi pernah pula dijagokan Golkar untuk menggantikan Gubernur DKI Wiyogo Atmodarminto akhir tahun lalu. Basofi pun turun ke gelanggang bersaing dengan calon ABRI Mayjen Surjadi Sudirdja. Di akhir cerita, Basofi memang mundur dari pencalonan. Tapi itu pun setelah ada kesepakatan tiga jalur. Toh kekalahan di Jakarta tak membuat nama Basofi menguap. Nama bekas Kasdam Bukit Barisan itu kini muncul sebagai calon kuat di Jawa Timur untuk menggantikan Gubernur Soelarso, yang akan berakhir masa jabatannya Agustus mendatang. Pergantian gubernur masih 3-4 bulan lagi. Para tokoh politik Ja-Tim sudah sibuk, melobi kiri-kanan. Para tokoh organisasi massa pun sibuk mengelus-elus jagonya dan membuat surat pernyataan. Lantas muncullah nama Basofi Soedirman sebagai calon utama Golkar. Kini Basofi lagi-lagi harus menghadapi pesaing tangguh: Mayjen R. Hartono, bekas Pangdam Brawijaya yang kini menjabat Komandan Seskoad, yang didukung ABRI. Adu pengaruh berlangsung ketat di Ja-Tim. Kantor sekretariat DPRD I Ja-Tim membuka meja khusus guna menampung aspirasi masyarakat. Surat-surat dukungan pun mengalir dari ormas-ormas maupun tokoh masyarakat. Hasil sementara, Basofi mendapat 21 dukungan, 14 untuk Hartono, 3 untuk Wakil Gubernur Trimaryono, dan 2 surat untuk Soelarso. Namun, Mayjen (Pur.) Soelarso mengisyaratkan tak akan ikut meramaikan pemilihan kali ini. Ia merasa tak mendapat sinyal dari Jakarta. Di luar tokoh-tokoh militer itu, ada dua kader sipil yang ikut pula meramaikan bursa Gubernur Ja-Tim. Mereka adalah Dirut BPD Ja-Tim Abdul Azis dan guru besar Unair Prof. Marsetio Donosepoetro. Sampai akhir pekan lalu, keduanya tetap dijagokan Golkar, mendampingi Basofi. Pertengahan Mei ini, lima calon Ja-Tim akan dikirim ke Jakarta, untuk diseleksi Menteri Dalam Negeri. Tiga yang terpilih bakal dilagakan dalam pemungutan suara di DPRD I Ja-Tim. Namun, toh semua tahu, pertarungan yang sebenarnya telah berlangsung sekarang. Persaingan ABRI dan Golkar memperebutkan kursi Gubernur Ja-Tim ini membuat Fraksi PDI dan PPP bingung. Mereka lebih suka menunggu, sampai ada calon jadi yang direstui Jakarta. ''Kami tak berani mendahului,'' ujar seorang tokoh PPP di DPRD Ja-Tim. Ia khawatir kalau berpihak ke salah satu jago, yang ternyata mental, pihaknya akan menghadapi problem dengan gubernur terpilih. ''Kami menghindari konsekuensi itu.'' Baik Hartono maupun Basofi punya pendukung dari kalangan ulama dan pemuda. Tokoh Syuriah NU Ja-Tim K.H. Imron Hamzah, misalnya, menjagokan Hartono. Begitu pula K.H. Sochib Bisri dari Pesantren Mambaul Maarif Jombang, K.H. Imam Yahya Machrus dari Pondok Lirboyo Kediri, dan Ikatan Pemuda Muhammadiyah Ja- Tim. Sedangkan tokoh Tanfidziyah NU Ja-Tim Hasyim Muzadi, pimpinan Pesantren Bustanul Ulum Jember, serta PMII Ja-Tim memilih Basofi. Sampai awal pekan ini, kabarnya, Mabes ABRI belum menyerah. Hartono tetap calon. Bagi K.H. Sochib Bisri, kalaupun R. Hartono terpaksa urung menjadi gubernur, Basofi pun tak terlalu meleset dari harapannya. Ia memang menginginkan seorang figur ABRI untuk gubernur Ja-Tim. Calon sipil? ''Memang banyak orang sipil yang pintar, tapi belum ada yang berwibawa seperti tokoh ABRI,'' ujarnya. Pandangan seperti yang dikemukakan Sochib Bisri itu ternyata tumbuh subur di Ja-Teng. Tokoh ABRI tetap menjadi favorit, kendati ada dua kader sipil ikut disebut-sebut. Namun persaingan yang sebenarnya cuma terjadi antara Mayjen TNI Haryoto P.S., bekas Panglima Kodam Diponegoro yang kini bertugas sebagai Assospol di Mabes, dan Mayjen Soewardi, bekas Pangdam Udayana yang kini menjadi salah satu perwira tinggi di Mabes ABRI. Tak ada sengketa pendapat di Semarang. Golkar dan ABRI sama- sama menerima salah satu dari dua perwira tinggi itu. Namun, isyarat datang dari Pangdam Diponegoro Mayjen Soerjadi. ''Calon dari FABRI adalah perwira tinggi yang pernah bertugas di Ja- Teng, walaupun bukan sebagai pangdam,'' ujar Soerjadi berteka- teki. Dan Teka-teki ini mudah ditebak. Soerjadi menjagokan Soewardi. Haryoto sebetulnya sempat difavoritkan Golkar. Namun, dengan adanya kabar di kalangan DPRD Ja-Teng, bahwa Haryoto sedang magang untuk sewaktu-waktu dipromosikan menjadi Kassospol, Fraksi PPP dan PDI kemudian membelokkan pilihannya ke Soewardi. Tak ada pertengkaran. Keadaan serupa berlangsung di Bandung. Pencalonan posisi Gubernur Ja-Bar yang kosong karena Yogie S.M. kini memangku jabatan Menteri Dalam Negeri. Golkar dan ABRI di Ja-Bar sudah menemukan titik temu pada diri Mayjen Nuriana, bekas Pangdam Siliwangi. Tak ada nama lain yang lebih bergema. Keadaan di Kupang lain lagi. Kalaupun di sana tak terdengar ramai-ramai, tak berarti pencalonan Gubernur NTT ini mulus tanpa ganjalan. Mayjen Herman Musakabe, Komandan Seskoad, menjadi calon kuat Fraksi ABRI. Namun pencalonan Musakabe ini menghadapi tantangan keras Golkar, yang di NTT menyumbang 33 dari 45 kursi di DPRD I. Gubernur Hendrikus Fernandez, yang masa jabatannya habis akhir Agustus mendatang, dijagokan oleh Golkar NTT untuk masa jabatan kedua. Namun, ABRI tampaknya kurang berkenan karena Fernandez disebut-sebut kurang menghargai bantuan ABRI berupa rumah-rumah untuk korban gempa di Flores. Golkar Pusat pun rupanya terikat dengan kesepakatan tiga jalur yang mencalonkan Musakabe. Keputusan ini sempat dibawa oleh salah satu pimpinan Golkar ke Kupang dua pekan lalu. Kendati begitu, Golkar masih mencoba bertahan. Tapi tak lama. Pangdam Udayana Theo Syafei turun tangan. Dalam perjalannya ke Dili pekan lalu, Mayjen Theo Syafei berbicara dengan pimpinan DPRD NTT di Bandara El Tari, Kupang. Dalam pembicaraan itu, Theo meminta agar keputusan rapat tiga jalur di Jakarta diperhatikan. Walhasil, dalam susunan pencalonan di DPRD NTT kini Mayjen Herman Musakabe menduduki calon nomor satu dan Fernandez di urutan kedua. Yang unik memang di Aceh. Sementara di tempat lain ABRI teguh dengan calon jenderalnya, Fraksi ABRI di DPRD I Aceh justru mengajukan nama-nama bukan ABRI untuk menggantikan Ibrahim Hasan, yang kini menjadi Menteri Negara Urusan Pangan/Kepala Bulog. Calon yang diajukannya adalah Prof. Syamsuddin Mahmud, bekas Ketua Bappeda Aceh, Wakil Sekjen Golkar Usman Hasan, dan Atase Kebudayaan RI di Kualalumpur Prof. Abdullah Ali. Sementara itu, Golkar mengajukan nama unggulan Brigjen (Pur) Teuku Djohan, yang kini menjabat wakil gubernur, Syamsuddin Mahmud, dan Usman Hasan. Rapat tiga jalur, konon, sudah mengambil keputusan. Maka, dari sejumlah nama yang digodok di DPRD Aceh, kini menciut jadi tiga: Syamsuddin Mahmud, Usman Hasan, dan Pembantu Gubernur Malik Ridwan Badai. Dari tiga nama itu, kabarnya, Usman Hasan adalah unggulannya. Keempat fraksi setuju saja. Karena itu pula, ABRI tak ngotot menampilkan calonnya dari keluarga besar ABRI. Keberanian Golkar mengajukan nama lain yang bukan calon favorit ABRI boleh dibilang pertanda baik. Kenyataan di lapangan, seperti tampak di Medan, Surabaya, dan lain-lain, beda pendapat itu bisa merangsang masyarakat melihat secara kritis, memilih pemimpinnya yang terbaik. Putut Trihusodo (Jakarta), Sarluhut Napitupulu (Medan), H. Lugito (Semarang), Zed Abidien (Surabaya), dan Kelik M. Nugroho (Kupang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini