Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Bapak Mengeluh Kami pun Protes

Sejumlah siswa PGAN Kebumen, SMAN Ajibarang, SMAN Ambarawa, melakukan aksi protes agar uang SPP diturunkan. Pihak sekolah sepakat SPP diturunkan dan uang tabungan dikeluarkan.

3 Oktober 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MEREKA berteriak, "Kepala sekolah koruptor...." Lalu beterbanganlah botol kosong, kerikil, dan potongan kayu ke atap seng gedung Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN), Kebumen, Jawa Tengah. Sekitar 800 siswa PGAN itu merasa ditipu. Sekolah memungut bayaran Rp 23.750,00 dan itu, menurut seorang siswa kelas III, rinciannya mengada-ada. Selain SPP, ada uang tabungan praktek dan uang seragam. Seolah ada kencan, di minggu kedua September itu, di lapangan SMAN Ajibarang, Banyumas, di Jawa Tengah juga, 400-an siswa melakukan aksi duduk. Lalu satu per satu mereka mengeluarkan gulungan kertas bertuliskan supidol. "Cekiklah aku dengan Rp 7.500,00". Atau "Bunuhlah saya, tak sanggup bayar Rp 7.500,00". Dan lihatlah di SMAN Ambarawa, masih di Jawa Tengah, sekitar 600 siswa mogok sekolah. "Kami tidak melawan polisi, tapi melawan korupsi...," bunyi poster di dinding gedung sekolah. Sementara itu, para siswa, diiringi bunyi tambur, mendendangkan protes: "Ganti kepala sekolah .... Hidup ABRI...." Kamis pekan lalu, setelah siswa kembali tenang, kepala sekolah dan guru-guru PGAN membuka rapat. Dihadiri Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Kebumen, rapat meninjau kembali besarnya SPP dan lain-lain. Diperoleh kesepakatan, SPP bisa diturunkan menjadi Rp 5.000,00 saja. Konsekuensinya, yang disebut RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) harus diubah. Akan halnya harga 2,5 meter kain untuk pakaian seragam sebesar Rp 16.250,00 tampaknya tak bisa dikutik-kutik lagi. Harga dari toko di Solo per meter memang Rp 6.500,00. Untuk sementara, hingga awal pekan ini, belum ada reaksi lanjut dari para siswa. Di SMAN Ajibarang, aksi duduk para siswa berhasil "memistik" SPP yang Rp 7.500,00 itu, dengan membalikkan angka 7 dan 5, menjadi Rp 5.700,00. Menurut Soepeno, Kepala SMAN Ajibarang, batas itu tak mungkin diturunkan lagi. Para siswa menuntut SPP dijadikan Rp 5.000,00 saja. Yang menarik, karena aksi duduk itu pula siswa kelas III SMAN Ajibarang kini berduit. Dulu tabungan mereka sejak kelas I semula sulit diambil, tapi kini guru kelas mempersilakan siswa yang membutuhkan uang mengambil tabungan. "Tidak banyak, kok, tabungan saya cuma Rp 80.000,00," kata Budi Setiono, salah seorang aktivis aksi duduk. Yang belum ada keputusan di SMA Ambarawa. Aksi protes memang sudah mereda, sementara pihak guru dan kepala sekolah sedang merundingkan tuntutan siswa tentang "keuangan dan ketertiban sekolah". "Setiap bulan, saat membayar uang sekolah, orangtua selalu mengeluh," tutur Sutarfin, kelas II PGAN Kebumen, yang tiap hari menempuh 15 km dari rumah ke sekolah. Bagi seorang petani, katanya, selisih uang seribu-dua ribu sangat berarti. Dan sebagian besar orangtua siswa petani. Itu pulalah alasan siswa-siswa di tempat lain. Mereka bukan anak kecil lagi, mereka melihat dengan mata kepala sendiri kesulitan ekonomi orangtua. "Kami orang desa serba pas-pasan," keluh seorang siswi kelas III SMAN Ajibarang, putri seorang janda. Tapi mengapa orangtua murid selama ini diam saja? Bukankah ada BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan, semacam persatuan orangtua murid dan guru) yang menjadi wadah musyawarah? Jawaban diperoleh dari Kepala Bidang Perencanaan Kanwil P & K di Semarang. "Kami sering menjumpai kepala sekolah membuat anggaran berlebihan," katanya. Repotnya, dalam rapat BP3 yang menentukan anggaran dan besarnya uang sekolah, menurut dia, banyak orangtua yang hadir hanya diam. Bisa dimaklumi, diam di situ tentu bukan tanda setuju, tapi malu. Ekornya, anak-anak sendirilah yang maju. Sri Indrayati, I Made Suarjana dan Bandelan Amarudin (Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus