Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Batik Aroma Peredam Bau

Puluhan jenis aromaterapi bisa didapat pada busana batik. Penemunya mengklaim aroma batik kian menyebar jika tubuh penggunanya berkeringat.

27 Januari 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penggemar batik Madura kini punya pilihan baru: batik plus-plus. Ini adalah jenis batik dengan motif khas Tanjung Bumi, Madura, plus memiliki aroma tertentu, misalnya aroma bunga melati atau cempaka. Lantaran memiliki aroma tertentu yang diyakini bermanfaat sebagai terapi kesehatan, batik ini lazim disebut batik aromaterapi. Dalam aromaterapi, aroma dari minyak bunga melati, sekadar contoh, diyakini bermanfaat untuk mengatasi ketegangan saraf dan kecemasan.

"Terasa nyaman saat memakainya, tercium aroma melati," kata Maryam, pegawai negeri di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bangkalan, kepada Tempo di kantornya, Senin pekan lalu. Maryam membeli batik gentongan aromaterapi Al Warits Rp 1,5 juta. Disebut batik gentongan karena proses pembuatannya menggunakan media gentong dalam pewarnaannya. Selain bahannya menyerap keringat, masih ada keuntungan lain yang ia dapat. "Saya tak usah pakai parfum," kata Maryam sambil terkekeh.

Kenyamanan itu pula yang dirasakan Hasanah, pengguna lain batik Al Warits. Ia mengaku aromaterapi batik itu membuat tubuhnya selalu terasa segar. Kalau sedang berkeringat, wanginya melekat di badan. "Saya memakai batik aromaterapi sejak setahun lalu," kata istri Rokib, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bangkalan, ini.

Batik aromaterapi merupakan salah satu produk kreatif yang dipamerkan di Istora Senayan, Jakarta, 15-19 Januari lalu. Pemilik yang sekaligus penemu ramuan aromaterapi yang bisa melekat erat di kain batik ini adalah Warisatul Hasanah. Perempuan 25 tahun ini menjadi salah satu finalis Wirausaha Muda Mandiri 2013 yang diajukan Bank Mandiri Kantor Wilayah VIII Surabaya.

"Saya mendapat inspirasi ketika ikut Auditing Students Programme di Australia pada 2008," kata Warisatul saat ditemui di sela-sela pameran, Jumat dua pekan lalu. Kala itu, di sebuah homestay di Perth, Australia, ia menemukan produk suvenir dari berbagai negara yang dipajang di dinding. Salah satunya berupa akar cendana, yang disebut pemiliknya berasal dari Yogyakarta. Akar dengan aroma wangi ini ditaruh di posisi paling atas lantaran si empunya rumah menilai sebagai barang paling unik.

Dari kayu cendana yang wangi itulah Warisatul, saat itu masih menjadi mahasiswi STIE Perbanas Surabaya, kemudian berpikir menciptakan sesuatu yang lebih unik. Keinginannya terwadahi saat ia mendapat tugas studi kelayakan bisnis dari kampusnya. Hasilnya, pada 2009, ia meluncurkan batik aromaterapi ke pasar. Pada tahun yang sama, batik diakui oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya nonbendawi milik Indonesia.

Butuh waktu delapan bulan bagi Warisatul untuk menemukan formula yang tepat sehingga sebuah aroma bisa menempel pada kain batik dan bertahan lama. Formula itu didapat setelah ia berdiskusi dan bekerja sama dengan ahli kimia yang dikenalkan pengelola kampus. Hingga bisa diujicobakan, pengolahan bahan baku aromaterapi dilakukan di laboratorium khusus.

Dalam uji coba di rumahnya di Desa Klampis Timur, Kecamatan Klampis, Bangkalan, kegagalan berulang kali terjadi. Saat formula aroma dicampurkan, batik menjadi jelek, berjamur ketika disimpan, muncul bercak putih saat dikeringkan, dan sebagainya. Ia tak putus asa. Uji coba jalan terus sehingga akhirnya didapat formula yang tepat dan bisa diaplikasikan hingga sekarang.

Aroma yang kini tersedia ada 37 jenis, seperti bunga melati, lili, cempaka, dan jeruk. Agar aromanya tahan lama, formula dicampur dengan lilin atau malam yang dipakai untuk membatik. Juga dicampurkan saat pencelupan atau pewarnaan. Seberapa sering pemberian formula dalam proses pembuatan batik aromaterapi akan menentukan berapa lama daya tahan aromanya. Kualitas yang paling top, yang harganya puluhan juta rupiah, dalam kondisi tak dicuci, aromanya bisa bertahan hingga dua tahun. Sedangkan pada batik aromaterapi yang biasa-biasa saja, aromanya bertahan hingga beberapa bulan.

Yang menarik, bersama ahli kimia rekanannya, Warisatul menemukan zat tertentu yang bisa membuat aroma batik semakin menyebar saat penggunanya mengeluarkan keringat. Aroma juga semakin menyeruak saat pengguna batik kepanasan. Walhasil, bau keringat akan teredam oleh aroma batik, tergantung si empunya memakai aroma apa.

Kalangan pejabat dan pegawai di Bangkalan, menurut dia, telah banyak menggunakan batik kreasinya. Mereka suka produk ini karena dari kejauhan pun aromanya sudah tercium. Adapun motif batik yang banyak digarap Warisatul adalah flora dan fauna khas Tanjung Bumi, pusat kerajinan batik di Bangkalan. Selain memiliki gerai di sejumlah kota di Tanah Air, batik aromaterapi Al Warits membuka gerai di Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Ceruk pasar yang masih terbuka, terutama di mancanegara, membuat permintaan batik aromaterapi terus bertambah. Itu sebabnya omzet pun melonjak drastis. Pada 2013, omzetnya mencapai lebih dari Rp 5 miliar, jauh dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 800 juta. Untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh, Warisatul mempekerjakan 30-an karyawan.

"Harga batik aromaterapi Al Warits Rp 400 ribu hingga Rp 35 juta per lembar," kata Iis, pegawai gerai batik Al Warits di Kompleks Ruko Pesona, Desa Pesalakan, Kelurahan Pangeranan, Bangkalan, Senin pekan lalu. Harga batik tidak bergantung pada aromanya, tapi pada jenis batiknya. Contohnya, batik beraroma jeruk dibanderol Rp 400 ribu per lembar. Harganya relatif murah karena bahan batik yang pakai adalah batik tulis dari Pamekasan, Madura, yang harganya berkisar Rp 100 ribu per lembar. Setelah diberi aroma, lalu dijual Rp 400 ribu.

Di kotak lain di gerai ini terdapat kain batik beraroma melati. Harganya lebih mahal, yakni Rp 700 ribu.Menurut Iis, harga batik ini lebih mahal karena yang dipakai adalah batik gentongan, batik tulis dari Desa Tanjung Bumi, yang harga per lembarnya tanpa aromaterapi berkisar Rp 300 ribu.

Khusus batik gentongan, harganya tergantung motif dan lamanya proses pewarnaan alami dalam gentong. Semakin rumit motif dan semakin lama perendaman di gentong, semakin mahal harganya. Untuk batik gentongan yang proses pewarnaannya memakan waktu hingga tiga bulan, harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

"Ada batik aromaterapi yang harganya mencapai Rp 35 juta. Itu pakai batik gentongan yang limited edition," kata Iis.

Menurut Warisatul, batik edisi terbatas merupakan pesanan khusus, yang motifnya hanya ada satu dan tak dibuat lagi. Motif bisa berupa gabungan dari flora dan fauna tertentu, sesuai dengan yang diinginkan konsumen.

Secara umum, menurut Iis, batik aromaterapi memiliki batas pemakaian. Ketahanan aromaterapinya biasanya sampai tiga bulan. Lewat dari itu, kain batik harus diberi aroma lagi. Karena itu, setiap pembeli batik aromaterapi akan diberi satu botol kecil ukuran 10 mililiter minyak aromaterapi lengkap dengan cara pemakaiannya. "Jika tidak mau repot, bisa dibawa ke sini, akan kami bantu. Satu-dua kali gratis, setelah itu berbayar," kata Iis.

Seluruh proses pemberian aroma pada kain batik dilakukan di rumah Warisatul di Klampis Timur. Dari Kota Bangkalan, jaraknya sekitar 60 kilometer ke utara. Menurut Solehah, salah satu pegawai, proses pemberian aroma tidak dilakukan setiap hari, tapi baru dilakukan jika stok di gerai mulai habis atau ada pesanan dari pelanggan.

Proses pemberian aroma hampir sama dengan pewarnaan kain batik. Bedanya, dalam proses pewarnaan, air rebusan dalam kuali dicampur zat pewarna, sedangkan untuk pemberian aroma, air dicampur aroma tertentu. Perebusan dalam proses pemberian aroma bervariasi dari 30 menit hingga sehari semalam. "Semakin lama direbus, semakin mahal harganya," kata Solehah.

Dwi Wiyana, Musthofa Bisri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus