RIUH kampanye juga tertayang di layar TVRI. Selain menampilkan orasi ketiga kontestan pemilu bergiliran tiap hari, TVRI juga menyajikan berita kampanye di lapangan dalam Berita Nasional. "Sudah saya perintahkan agar TVRI seimbang, dan semua kampanye OPP disiarkan," kata H. Harmoko, Menteri Penerangan yang kini cuti untuk kampanye Golkar itu. Benarkah seimbang? Lihat saja serangkaian berita kampanye seusai Berita Nasional pukul 19.00. Kamis pekan lalu, misalnya, berita kampanye tampil pukul 19.13. Diawali kampanye PPP di Jakarta Utara dengan jurkam Sukiyat Ahmad dan Yusuf Syakir. PPP kebagian satu menit 54 detik. Sesudah itu, kampanye Golkar dari berbagai daerah. Mulai dari Ketua Umum Golkar Wahono di Surakarta dan ditutup Utoyo Usman di Sulawesi Tenggara. Kemeriahan kampanye Golkar yang dilengkapi dengan suara pidato jurkamnya itu makan waktu dua menit 30 detik. Lain halnya jatah partai "buncit" yang cuma satu menit enam detik. Itu pun hanya menampilkan Wakil Sekjen. Dimmy Haryanto di Balikpapan. Setelah berita kampanye yang seluruhnya makan waktu lima setengah menit, penyiar pun melanjutkan berita-berita pembangunan lainnya. Hari berikutnya, Jumat pekan lalu, sama saja. Dari jatah waktu tujuh menit dua detik, PPP hanya kebagian satu menit 41 detik untuk kampanye Mochtar Naim di Padang. PDI mendapat 56 detik dengan tayangan massa berjejal di depan jurkam Fatimah Ahmad dan Supangat di Jakarta Barat. Golkar mendapat waktu empat menit 25 detik, atau lima kali jatah PDI. Golkar rata-rata mendapat porsi tiga kali lebih lama ketimbang dua kontestan Pemilu lainnya. Dan jatah Golkar bukan sebatas gambar massa di lapangan dan pidato para jurkamnya. Setelah acara Berita Nasional, biasanya juga ditayangkan angka-angka kemajuan pembangunan yang dikutip dari buku "kuning" Golkar, Orde Baru dalam Angka. Memang, angka-angka itu merupakan data hasil pembangunan nasional. Seperti diakui Menteri Penerangan Harmoko, "Itu kan menyangkut hasil-hasil pembangunan secara keseluruhan, pembangunan kita semua, pembangunan Orde Baru." Tapi, buku "kuning" yang diterbitkan DPP Golkar ini, menurut Sekjen Golkar Rachmat Witoelar, telah dijadikan sebagai salah satu pegangan para juru kampanyenya kali ini. Maka, tak heran bila PPP maupun PDI merasa diperlakukan tak seimbang di TVRI. "Ini jelas norak, menggunakan fasilitas negara untuk satu golongan saja. Kalau TVRI masih "kuning" terus, saya rela dua juta massa PDI tak usah membayar iuran TV," kata Ketua PDI Jakarta, Alex Asmasubrata, di panggung kampanye Lapangan Borobudur, Jakarta pekan lalu. Gara-gara berita kampanye di TVRI, Kepala Subdit. Pemberitaan TVRI, Gunawan Subagyo, mengaku menerima banyak ancaman dari penelepon gelap. Untuk itu, katanya, telah mencoba memperbaiki pola siaran. Misalnya, TVRI tak lagi menayangkan suara jurkam Golkar sementara suara jurkam OPP lain ditutup suara penyiar. Soal banyaknya liputan berita kampanye Golkar, diakui Gunawan, tak bisa dihindarkan. Maklum, semua jurkam Golkar, termasuk para pejabat, menutup seluruh ongkos siaran termasuk biaya perjalanan reporter yang meliput. Sementara liputan untuk PPP dan PDI adalah inisiatif TVRI sendiri. Jadi, kenapa cara Golkar tak dilakukan PPP atau PDI? "Wah, PDI kan nggak punya doku (duit)," kata Alex Asmasubrata, pembalap dan pengusaha perlengkapan ABRI itu. Ardian Taufik Gesuri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini