Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENLU Ali Alatas akhirnya batal berkunjung ke Belanda. Sedianya, seusai menghadiri pertemuan para Menteri Luar Negeri gerakan Nonblok di Nikosia, Siprus, mulai Senin pekan lalu Alatas akan melawat ke beberapa negara Eropa Barat, termasuk negeri Kincir Angin itu. Pers setempat melukiskan kunjungannya itu antara lain sebagai upaya "memperbaiki citra" Indonesia setalah insiden Dili 12 November lalu. Namun, sumber di KBRI Den Haag mengabarkan bahwa pembatalan kunjungan ke Belanda semata-mata karena alasan teknis, yaitu soal mengatur agenda perjalanan. Alatas Minggu lalu harus segera kembali ke Tanah Air untuk mendampingi utusan pribadi Sekjen PBB Amos Wako, yang berada di Indonesia sejak awal pekan ini. Dengan demikian, tertunda jugalah pembicaraan dengan Menteri Luar negeri Belanda Van Den Broek , yang tentu saja berkisar pada masalah penangguhan bantuan untuk Indonesia setelah pecahnya insiden Dili 12 November itu. Semula Menteri Alatas dijadwalkan berada di Belanda Kamis pekan lalu. "Pemerintah Belanda telah menjadwalkan perundingan mengenai bantuan proyek-proyek baru bagi Indonesia pada pekan pertama Februari," ujar P. de Groot, juru bicara Kementrian Kerja Sama Pembangunan Belanda. Selanjutnya, juru bicara ini menjelaskan tak ada masalah politik di balik penundaan ini. "Hanya masalah teknis," kata De Groot. "Keputusan mengenai diberikan atau tidaknya bantuan itu kini tergantung pihak Indonesia sendiri," katanya. Menurut sebuah analisa, Alatas nampaknya tak melihat perubahan sikap yang mendasar di pihak Belanda tentang bantuan ini. Disamping itu, Belanda kelihatannya memainkan kartu "tarik-ulur" dalam hal pencairan bantuan itu, misalnya menunggu hasil laporan khusus Sekjen PBB Amos Wako, yang pekan ini berada di Indonesia. Malah, beredar kabar di Den Haag, kalau saja parlemen Belanda misalnya kemudian tak mau menerima hasil utusan PBB tadi, Belanda akan mengajukan soal ini ke Masyarakat Eropa. Perlu dicatat, sampai Juni 1992 nanti, Masyarakat Eropa dipimpin oleh Portugal, yang tentunya punya kepentingan atas Timor Timur. Bisa jadi, proses "tarik-ulur" ini akan berjalan sampai sidang negara-negara donor bagi Indonesia (IGGI), 16-17 Juni depan. Atau, setelah Amos Wako melaporkan hasil kunjungannya kepada Sekjen PBB Boutros Ghali. Kemungkinan sikap Belanda akan terungkap lebih awal secara rinci bisa terjadi bila Menteri Kerja Sama Pembangunan Jan Pronk berkunjung ke Indonesia, Maret atau April nanti. Alatas sendiri menilai, setelah melihat hasil Komisi Penyelidik Nasional tentang Kasus Dili, parlemen Belanda sebenarnya sudah sepakat untuk mencairkan bantuan bagi Indonesia tahun ini -- besarnya 195 juta gulden atau sekitar Rp 215 milyar. Tapi, kata Alatas di London Jumat pekan lalu, "Pencairan bantuan baru menunggu sidang IGGI mendatang." Batal ke Belanda, Alatas meneruskan perjalanannya ke Inggris dan Jenewa. Di depan tempat menginap, di Dorchester Hotel, Hyde Park Corner, London, sekelompok orang terlihat melakukan demonstrasi. Isinya, agar Indonesia keluar dari Timor Timur. Ini adalah demonstrasi ketiga di London sejak pecah kasus Dili pada 12 November. Namun, sampai sejauh ini pemerintah Inggris kelihatannya tak terpengaruh oleh "serangan" kelompok antipemerintah Indonesia dalam Kasus Dili ini. Apalagi Indonesia sudah membentuk KPN dan mengganti dua perwira tinggi yang dianggap bertanggung jawab atas insiden Dili.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo