Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar rapat dengar pendapat dengan Kepala Kepolisian Resor Kota Besar (Kapolrestabes) Semarang hari ini Selasa, 3 Desember 2024. Hal ini dalam kaitan kasus penembakan siswa SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah yang terjadi pada Ahad, 24 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, mengatakan telah memanggil Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Irwan Anwar untuk hadir. "Kalau Semarang ini kami panggil, tapi kemungkinan internal," kata dia saat ditemui wartawan di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 2 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain Kapolrestabes Semarang, Komisi III juga menghadirkan keluarga GR, korban penembakan. Habiburokhman mengatakan, komisinya akan meminta masukan dari keluarga korban.
"Kami sudah meminta masukan, khusus hari ini meminta masukan khusus dari keluarga almarhum yang menjadi korban. Apa saja yang menjadi poin-poin keberatan terkait penanganan kasus tersebut," tuturnya.
Sebelumnya, Habiburokhman mengatakan bahwa komisinya menjadwalkan untuk memanggil Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Polisi Irwan Anwar dalam kaitan insiden penembakan yang dilakukan oleh oknum anggota Polrestabes Semarang kepada GRO, siswa SMK di Semarang, Jawa Tengah.
"Kami akan memanggil khusus si Kapolres ini pada kesempatan yang secepat-cepatnya," kata Habiburokhman saat konferensi pers di Ruang Rapat Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 29 November 2024.
Dia menyebut, pemanggilan tersebut rencananya akan dilakukan pada Selasa, 2 Desember 2024. Awalnya, pemanggilan Kapolrestabes Semarang direncanakan bersamaan dengan jadwal pemanggilan Kapolda Sumatera Barat dan Kadiv Propam Mabes Polri untuk membahas soal kasus polisi tembak polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat. Namun pemanggilan Kapolda Sumbar ditunda.
Dia mengatakan, Komisi III merasa perlu untuk melakukan pemanggilan atas kasus penembakan oknum polisi terhadap siswa di Semarang tersebut. Hal ini lantaran dapat merusak citra institusi Polri secara keseluruhan.
Pada Ahad dini hari, 24 November 2024, personel Polrestabes menembak seorang pelajar SMK Negeri 4 Semarang yang berujung siswa tersebut tewas. Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Irwan Anwar, membenarkan adanya peristiwa penembakan tersebut.
Irwan mengklaim, polisi terpaksa menembak korban karena melakukan perlawanan ketika anggotanya hendak melerai tawuran di Semarang Barat. “Saat kedua kelompok gangster ini melakukan tawuran, kemudian muncul anggota polisi, dilakukan upaya untuk melerai, namun kemudian ternyata anggota polisi informasinya dilakukan penyerangan sehingga dilakukan tindakan tegas,” kata Irwan di Semarang, pada Senin, 25 November 2024.
Dia mengatakan, peristiwa polisi tembak siswa SMK di Semarang Barat itu berawal dari informasi adanya tawuran antargeng, yakni Geng Seroja dan Geng Tanggul Pojok. Korban merupakan anggota Geng Tanggul Pojok.
Ketika kedua kelompok tawuran, muncul seorang polisi yang disebut bermaksud hendak membubarkan mereka. Namun, Irwan mengklaim, polisi itu justru diserang oleh korban, sehingga dilakukan tindakan tegas.
Keluarga bantah korban anggota gangster
Keluarga Gamma Rizkynata Oktafandy, 17 tahun, pelajar SMK yang tewas akibat penembakan polisi di Semarang membantah jika korban seorang gangster. Mereka menilai ada kejanggalan dari kasus tersebut.
Bibi korban, Diah Pitasari, 47 tahun, menjelaskan keluarga baru mendapat kabar dari polisi tentang kondisi Gamma pada Ahad siang berselang 10 jam sejak waktu perkiraan korban tewas. Keluarga diminta datang ke Rumah Sakit (RS) Karyadi Semarang untuk memastikan identitas Gamma.
"Kami tahu baru sekitar jam 12.37 WIB," ujar Diah ketika ditemui wartawan di sela-sela proses ekshumasi jenazah Gamma di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, Jumat, 29 November 2024.
Ia mengakui tidak ikut ke RS Karyadi lantaran sedang berada di luar kota. Namun, menurut informasi dari anggota keluarga yang mendatangi rumah sakit, jenazah korban sudah dalam kondisi dikafani dan hanya bisa melihat bagian wajah. "Kami merasa janggal," tutur dia.
Ia menyangkal pernyataan dari pihak Polrestabes Semarang yang menyebut Gamma anggota geng. Ia menuturkan selama ini Gamma tinggal bersama neneknya di Semarang. Orang tua Gamma bercerai. Ibunya pun sudah wafat.
Menurutnya, keponakannya itu sehari-harinya berperilaku baik, bahkan cenderung penakut dan kurang percaya diri. "Anaknya itu cilikan aten (minder). Mainannya di rumah saja sama kucing. Jadi kami kaget sekali kalau dibilang anak gangster. Enggak mungkin," ucap dia.
Ia mengungkapkan dari keterangan nenek Gamma, korban pada Sabtu malam, 23 November 2024, sekitar pukul 19.30 WIB pamit untuk latihan pencak silat. Ini memang jadwal rutin Gamma setiap Sabtu malam. Namun, malam itu korban tak kunjung pulang.
Keluarga pun mencari-cari keberadaan korban. Bahkan keluarga di Semarang menghubungi ayah korban, Andi Prabowo, yang tinggal di Kabupaten Sragen. Menurut dia, Andi masih bisa menghubungi Gamma sekitar pukul 23.00 WIB. Saat itu korban mengatakan latihan sudah selesai tapi masih akan makan malam. "Ayahnya sekitar jam 12-an (24.00 WIB) masih voice note tapi setelah itu kontak, telepon berdering, tapi tidak ada yang ngangkat," ungkap dia.
Ia menambahkan pada awalnya, ayah Gamma menerima kematian korban dan memutuskan membawa jenazah Gamma untuk dimakamkan di Sragen. Namun, karena belakangan banyak pemberitaan tentang Gamma disebut anggota geng dan terlibat tawuran, pihak keluarga terganggu hingga memutuskan melapor ke Kepolisian Daerah Jawa Tengah.
Kepada Andi, Diah mengaku akhirnya ikut mendorong ayah Gamma itu untuk memperjuangkan mengembalikan nama baik Gamma yang telah dinyatakan sebagai anggota gengs. Mereka juga berharap keadilan untuk Gamma.
"Kami ingin mencari kebenaran dan keadilan untuk Gamma, mengembalikan nama baiknya. Kami berharap jangan ada yang disembunyikan," ucap dia.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Kronologi Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang, Bagaimana Awalnya?