Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Bersiap-siap melawan lapar

Daerah NTB & NTT diancam bahaya kekeringan (puso), juga beberapa ribu hektar sawah rusak diserang ulat. (nas)

26 Februari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAHUN 1983 tampaknya bukan tahun cerah buat Nusa Tenggara Barat dan Timur. Hujan yang biasanya mengguyur awal Desember tahun ini terlambat datang, hingga bencana rutin itu muncul lagi: kekeringan. Tatkala awal Januari lalu hujan mulai turun di daerah NTB, para petani menduga musim hujan sudah tiba, dan mereka pun menanami sawah. Tahu-tahu hujan menghilang dan padi yang baru ditanam 3 minggu menghangus kering. Akibatnya sampai Februari ini sekitar 49 ribu hektar tanaman padi di provinsi ini terkena puso. Bukan cuma itu. Di beberapa daerah, padi muda ini juga menjadi sasaran serangan ulat tentara. Di Kabupaten Lombok Tengah misalnya, sekitar 5 ribu hektar sawah rusak diserang ulat tersebut. "Kini usaha pemberantasannya dilakukan dengan penyemproun menyeluruh," ujar Bupati Parwoto W.P. Sampai pekan ini serangan ulat tenura belum maeda dan diperkirakan lebih dari 20 ribu hekur sawah di NTB telah rusak. Kekaingan dan serangan ulat tentara itu mengancam rencana produksi pangan provinsi tersebut. "Produksi tahun ini tak bakal bisa melampaui produksi tahun lalu: 1.026.000 ton gabah kering giling," kata Gubernur NTB Gatot Suherman kepada Muchlis Dj. Tolomundu dari TEMPO. Kekurangan air juga telah membinasakan sekitar 3.400 ekor ternak yang bernilai hampir Rp 1 milyar. Kematian ternak, teruuma kerbau, khususnya di Kabupaten Bima amat memukul para pedagang ternak di sana. "Kini disediakan dana Rp 400 juu untuk pengadaan jerami kering, dan suplai air buat menolong 14 ribu ternak," ujar Drh. Omik Koswara, Kepala Dinas Peternakan NTB pekan lalu. Kendati demikian Gubernur Gatot Suherman optimistis daerahnya tak bakal kekurangan pangan, apalagi kelaparan, tahun ini. Menurut perhitungannya, NTB hanya mungkin kekurangan pangan anura April dan Juli mendatang jika cadangan pangan masyarakat menurun, dan operasi pasar Dolog tak efektif. "Dengan mencapai produksi 800 ribu ton gabah kering saja, kita sudah bisa mencukupi kebutuhan NTB," ujar Gatot. Hanya saja "NTB tak bisa menyumbang lagi stok pangan nasional," lanjutnya. Tahun lalu NTB menyumbang 126 ribu ton gabah untuk stok nasional. Untuk mengatasi puso dan hama ulat tersebut, Gubernur Gatot Suherman memerintahkan agar sawah yang terkena bencana tersebut ditanami palawija. Untuk keperluan itu Pemda NTB telah meminjam dana APBD Rp 300 juu buat membeli bibit palawija dari Surabaya. Para petani diwajibkan membayarnya kembali setelah panen. Bagaimana cara mengatasi bencana kekeringan yang rutin menyergap NTB itu? "Sebenarnya jalan keluarnya ada, hanya perlu waktu lama dan biaya yang amat besar," kata Gatot Suherman. Caranya: mengairi secara teknis semua lahan kritis yang ada. Lahan kritis di NTB tercatat seluas 51 ribu hektar, auu hampir 60% dari seluruh areal persawahan di provinsi itu. Sampai saat ini lahan yang diairi secara irigasi teknis belum sampai 10 ribu hekur. "Selebihnya diairi dengan irigasi nonteknis dan setengah teknis," kata Ir. Suharjono, Kepala Dinas PU NTB. Sambil menunggu rampungnya pengembangan irigasi, diperkirakan 15 sampai 20 tahun mendatang, sejak dua tahun lalu Pemda NTB melancarkan Operasi Tekad Makmur untuk memperkenalkan pola tanam gogo rancah (gora). Gora ternyata berhasil melonjakkan produksi padi NTB, dari 672 ribu ton pada 1980 menjadi 1 juta ton pada 1982. Namun prestasi itu ternyata tak bisa diulangi pada 1982 ini karena musim kering yang terlalu panjang. Situasi yang lebih parah tampaknya bakal menimpa provinsi tetangganya Nusa Tenggara Timur. Kemarau panjang yang berlanjut sampai Februari ini telah memporakporandakan rencana produksi pangan provinsi ini. Dari sekitar 94 ribu hektar sawah yang direncanakan digarap pada musim tanam 1982/1983, hanya sekitar 43 ribu hektar yang bisa ditanami. Dari jumlah ini pun sekitar 10 ribu hekur terserang hama ulat tentara dan kekeringan. AKIBATNYA tahun ini diperkirakan paling sedikit 1 juta orang dari 2,7 juta penduduk NTT akan terancam kekurangan pangan. Ini menurut kesimpulan rapat konsukasi tim operasi Nusa Makmur dengan para bupati se-NTT awal Februari ini di Kupang. Untuk mengatasi kekeringan uhun ini, rapat tersebut menganjurkan penanaman kacang hijau, jagung umur pendek, dan ubi-ubian antara Februari dan April tahun ini. Masyarakat NTT tampaknya pasrah menghadapi ancaman rawan pangan tahun ini. Lamek Wilu, warga kampung Tabalolong, 35 km sebelah barat Kupang dengan wajah datar berkata, "Tahun ini akan banyak orang yang lapar." Ia memperkirakan kebun jagung dan kacang tanahnya hanya akan menghasilkan seperempat hasil tahun lalu. "Karena kami tinggal dekat pantai, ya kami akan turun ke laut mencari ikan," jawabnya. Johan Tuy, 35 tahun, Kepala Desa Lefuleo yang juga membawahkan kampung Tabalolong, sudah siap menghadapi rawan pangan tahun ini. "Kami akan hemat makan, makan dedaunan dan minum gula lontar secara berganti-ganti," ujarnya. Maksudnya setelah sehari makan jagung atau kacang, hari berikutnya ia akan makan sayur daun-daunan, dan minum gula lontar. "Kami harus makan jagung atau kacang sebagai penyeling, sebab kalau terus makan minum gula lontar dan dedaunan, kami akan mencret," katanya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus