TAHUN 1983 tampaknya bukan tahun cerah buat Nusa Tenggara Barat
dan Timur. Hujan yang biasanya mengguyur awal Desember tahun ini
terlambat datang, hingga bencana rutin itu muncul lagi:
kekeringan.
Tatkala awal Januari lalu hujan mulai turun di daerah NTB, para
petani menduga musim hujan sudah tiba, dan mereka pun menanami
sawah. Tahu-tahu hujan menghilang dan padi yang baru ditanam 3
minggu menghangus kering. Akibatnya sampai Februari ini sekitar
49 ribu hektar tanaman padi di provinsi ini terkena puso.
Bukan cuma itu. Di beberapa daerah, padi muda ini juga menjadi
sasaran serangan ulat tentara. Di Kabupaten Lombok Tengah
misalnya, sekitar 5 ribu hektar sawah rusak diserang ulat
tersebut. "Kini usaha pemberantasannya dilakukan dengan
penyemproun menyeluruh," ujar Bupati Parwoto W.P.
Sampai pekan ini serangan ulat tenura belum maeda dan
diperkirakan lebih dari 20 ribu hekur sawah di NTB telah rusak.
Kekaingan dan serangan ulat tentara itu mengancam rencana
produksi pangan provinsi tersebut. "Produksi tahun ini tak bakal
bisa melampaui produksi tahun lalu: 1.026.000 ton gabah kering
giling," kata Gubernur NTB Gatot Suherman kepada Muchlis Dj.
Tolomundu dari TEMPO.
Kekurangan air juga telah membinasakan sekitar 3.400 ekor ternak
yang bernilai hampir Rp 1 milyar. Kematian ternak, teruuma
kerbau, khususnya di Kabupaten Bima amat memukul para pedagang
ternak di sana. "Kini disediakan dana Rp 400 juu untuk pengadaan
jerami kering, dan suplai air buat menolong 14 ribu ternak,"
ujar Drh. Omik Koswara, Kepala Dinas Peternakan NTB pekan lalu.
Kendati demikian Gubernur Gatot Suherman optimistis daerahnya
tak bakal kekurangan pangan, apalagi kelaparan, tahun ini.
Menurut perhitungannya, NTB hanya mungkin kekurangan pangan
anura April dan Juli mendatang jika cadangan pangan masyarakat
menurun, dan operasi pasar Dolog tak efektif. "Dengan mencapai
produksi 800 ribu ton gabah kering saja, kita sudah bisa
mencukupi kebutuhan NTB," ujar Gatot. Hanya saja "NTB tak bisa
menyumbang lagi stok pangan nasional," lanjutnya. Tahun lalu NTB
menyumbang 126 ribu ton gabah untuk stok nasional.
Untuk mengatasi puso dan hama ulat tersebut, Gubernur Gatot
Suherman memerintahkan agar sawah yang terkena bencana tersebut
ditanami palawija. Untuk keperluan itu Pemda NTB telah meminjam
dana APBD Rp 300 juu buat membeli bibit palawija dari Surabaya.
Para petani diwajibkan membayarnya kembali setelah panen.
Bagaimana cara mengatasi bencana kekeringan yang rutin menyergap
NTB itu? "Sebenarnya jalan keluarnya ada, hanya perlu waktu lama
dan biaya yang amat besar," kata Gatot Suherman. Caranya:
mengairi secara teknis semua lahan kritis yang ada. Lahan kritis
di NTB tercatat seluas 51 ribu hektar, auu
hampir 60% dari seluruh areal persawahan di provinsi itu.
Sampai saat ini lahan yang diairi secara irigasi teknis belum
sampai 10 ribu hekur. "Selebihnya diairi dengan irigasi
nonteknis dan setengah teknis," kata Ir. Suharjono, Kepala Dinas
PU NTB. Sambil menunggu rampungnya pengembangan irigasi,
diperkirakan 15 sampai 20 tahun mendatang, sejak dua tahun lalu
Pemda NTB melancarkan Operasi Tekad Makmur untuk memperkenalkan
pola tanam gogo rancah (gora). Gora ternyata berhasil
melonjakkan produksi padi NTB, dari 672 ribu ton pada 1980
menjadi 1 juta ton pada 1982. Namun prestasi itu ternyata tak
bisa diulangi pada 1982 ini karena musim kering yang terlalu
panjang.
Situasi yang lebih parah tampaknya bakal menimpa provinsi
tetangganya Nusa Tenggara Timur. Kemarau panjang yang berlanjut
sampai Februari ini telah memporakporandakan rencana produksi
pangan provinsi ini. Dari sekitar 94 ribu hektar sawah yang
direncanakan digarap pada musim tanam 1982/1983, hanya sekitar
43 ribu hektar yang bisa ditanami. Dari jumlah ini pun sekitar
10 ribu hekur terserang hama ulat tentara dan kekeringan.
AKIBATNYA tahun ini diperkirakan paling sedikit 1 juta orang
dari 2,7 juta penduduk NTT akan terancam kekurangan pangan.
Ini menurut kesimpulan rapat konsukasi tim operasi Nusa Makmur
dengan para bupati se-NTT awal Februari ini di Kupang. Untuk
mengatasi kekeringan uhun ini, rapat tersebut menganjurkan
penanaman kacang hijau, jagung umur pendek, dan ubi-ubian antara
Februari dan April tahun ini.
Masyarakat NTT tampaknya pasrah menghadapi ancaman rawan pangan
tahun ini. Lamek Wilu, warga kampung Tabalolong, 35 km sebelah
barat Kupang dengan wajah datar berkata, "Tahun ini akan banyak
orang yang lapar." Ia memperkirakan kebun jagung dan kacang
tanahnya hanya akan menghasilkan seperempat hasil tahun lalu.
"Karena kami tinggal dekat pantai, ya kami akan turun ke laut
mencari ikan," jawabnya.
Johan Tuy, 35 tahun, Kepala Desa Lefuleo yang juga membawahkan
kampung Tabalolong, sudah siap menghadapi rawan pangan tahun
ini. "Kami akan hemat makan, makan dedaunan dan minum gula
lontar secara berganti-ganti," ujarnya. Maksudnya setelah sehari
makan jagung atau kacang, hari berikutnya ia akan makan sayur
daun-daunan, dan minum gula lontar. "Kami harus makan jagung
atau kacang sebagai penyeling, sebab kalau terus makan minum
gula lontar dan dedaunan, kami akan mencret," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini