Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SATU backhoe teronggok di tepi Jalan Raya Gunung Anyar tak jauh dari Sungai Kebonagung, Surabaya, Rabu pekan lalu. Seharusnya alat berat itu untuk melanjutkan pembangunan jalan lingkar timur tahap II C (middle east ring road atau MERR). Namun alotnya penentuan nilai ganti rugi membuat proyek yang dimulai lima tahun lalu itu tak kunjung kelar.
Seharusnya lahan di Gunung Anyar yang masuk MERR II C itu sudah dibebaskan seluruhnya pada Desember 2012 dan pengerjaan fisik digarap mulai awal tahun ini. "Harga tanah dulu dan sekarang memang beda, tapi mereka minta harga yang enggak masuk akal," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Bahkan ada warga yang meminta Rp 25 juta per meter persegi.
Sebelumnya, proyek MERR sempat jadi polemik panjang. Itu karena rencana tata ruang dan wilayah Provinsi Jawa Timur yang sudah menetapkan jalan tol tengah Kota Surabaya—berupa jalan layang sepanjang 25 kilometer—dimentahkan Rismaharini. Cetak biru jalan tol yang menghubungkan Waru dan Pelabuhan Tanjung Perak itu dibuang tak lama setelah Risma terpilih sebagai wali kota. Lulusan Tata Kota Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya itu memilih mengembangkan Kota Buaya ke samping. "Memang saya paksakan bangun lingkar luar timur, lingkar tengah timur, barat. Semua sambat (mengeluh), tapi itu harus jadi," ujar Risma.
Ia beralasan konsep itu paling baik untuk pengembangan Metropolitan Surabaya agar kue pembangunan tidak menumpuk di tengah kota. Bila infrastruktur daerah pinggiran tak dikembangkan, semua investasi bakal tumplek di tengah kota. Buntutnya, kemacetan yang sudah sangat terasa di Surabaya bakal semakin menggila. Surabaya diperkirakan lumpuh total pada 2015 bila tak ada infrastruktur baru. "Kalau (investasi) ini bisa disebar, akan terjadi penyebaran aktivitas. Caranya menyebar adalah infrastruktur jalan harus jadi," kata Risma.
Jalan lingkar timur merupakan jalur alternatif yang akan menghubungkan akses ruas jalan tol Waru-Bandara Juanda menuju utara melalui Kenjeran ke Jembatan Suramadu. Pembangunan MERR II dari Kecamatan Kenjeran sampai Gunung Anyar dibagi dalam tiga bagian, yakni MERR II A sepanjang 1,6 kilometer Kenjeran-Mulyorejo, MERR II B sepanjang 2,8 kilometer Mulyorejo-Jalan Arif Rahman Hakim, dan MERR II C sepanjang 6,5 kilometer membentang dari Medokan Semampir hingga Jalan Arif Rahman Hakim. Pembangunan bagian II A dan II B sudah rampung. "Pembangunan bagian II C tinggal 1,3 kilometer lagi," ucap Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Pematusan Kota Surabaya Erna Purnawati.
Erna berharap pembangunan jalan akses Juanda-Madura yang tinggal secuil lagi ini bisa dilanjutkan pada 2014. Pembangunan diawali dengan jembatan yang membelah Sungai Kebonagung sepanjang 100 meter, dilanjutkan dengan membangun jalan ke arah timur dengan memapras ruas jalan RT 1-5 Jalan Gunung Anyar Lor. Ia optimistis pembebasan semua lahan kelar Desember ini. Alasannya, warga Gunung Anyar sangat kooperatif.
Meski sudah menyepakati negosiasi harga, pemerintah masih enggan buru-buru mengucurkan ganti rugi. Menurut Erna, Panitia Pembebasan Tanah Pemerintah Kota Surabaya menemukan banyak lahan dengan nama pemilik berbeda. Sebab, sebagian besar lahan telah dijual di bawah tangan, sehingga nama yang tertera di Petok D adalah pemilik lama. Penelusuran silsilah kepemilikan yang lama memakan waktu. Ada pula tanah yang memiliki sertifikat ganda. Badan Pertanahan Nasional harus memverifikasi sebelum pemerintah membayar.
Menurut Erna, dari 300 persil di Gunung Anyar, 111 petak di antaranya sudah dibayar. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya pekan lalu menyetujui perubahan anggaran untuk pembebasan lahan Rp 300 miliar. Angka ini naik berlipat dari anggaran lima tahun lalu sebesar Rp 26 miliar. Dari dana itu, baru Rp 29 miliar terpakai.
Ketua Tim Negosiator warga Gunung Anyar Lor Irsyaduddin mengakui negosiasi sempat alot karena tidak ada titik temu besaran ganti rugi. "Pemerintah terlalu memaksakan," tutur Irsyad. Ia menyebutkan angka nilai jual obyek pajak sebesar Rp 200-300 ribu per meter persegi, sedangkan harga pasar Rp 1,7-2,5 juta.
Sebenarnya, kata Irsyad, warga hanya berharap ganti rugi tidak terlalu jauh dari permintaan. Setelah berunding alot, akhirnya disepakati harga tengah: Rp 1,2 juta per meter persegi. Masalah lain adalah fasilitas umum. Masyarakat menganggapnya sebagai hasil swadaya, sehingga harus ada ganti rugi. Ketua Komisi Pembangunan DPRD Surabaya Sachiroel Alim Anwar mendesak pemerintah kota segera menuntaskan pembebasan lahan. Menurut dia, dari hasil dengar pendapat beberapa waktu lalu, warga Gunung Anyar masih mempermasalahkan proses ganti rugi fasilitas umum hasil swadaya. "Saya berharap segera ada titik terang penyelesaian," ujarnya.
Erna mengakui ganti rugi fasilitas umum belum disetujui karena warga meminta dibayarkan ke personal. "Kami kan enggak mau salah bayar," kata Erna.
Selesai urusan pembebasan lahan, masih ada uang kulo nuwun bagi alat berat yang menggunakan lahan warga. "Malam-malam tahu-tahu ada backhoe di situ, enggak izin, enggak kulo nuwun dulu. Kalau digeruduk warga, siapa yang tanggung jawab?" ucap Ketua Rukun Warga I Kelurahan Gunung Anyar M. Shodiq.
Pembangunan MERR II C sebenarnya ditunggu-tunggu warga. Banyak keuntungan dirasakan warga sejak adanya rencana pembangunan jalan yang menghubungkan Jembatan Suramadu dan Juanda itu. Harga tanah yang semula berkisar Rp 2 juta kini naik drastis menjadi Rp 15 juta per meter. Meski begitu, peningkatan harga ini tentu diikuti oleh kenaikan pajak.
Agussup, Agita Sukma Listyanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo