RAMAI-RAMAI soal cekal kembali membuat Menteri Koordinator Politik dan Keamanan Sudomo jadi "bintang". Jumat siang pekan lalu, ia menerima wartawan TEMPO Leila S. Chudori, di ruang kerjanya, untuk sebuah wawancara. Petikannya: Apa dasar Pemerintah melakukan pencegahan bagi orang-orang yang mau ke luar negeri atau masuk ke Indonesia? Mencegah dan menangkal orang yang bepergian ke luar negeri itu tidak hanya di Indonesia. Kenapa? Ini menyangkut keselamatan negara. Masih ada kemungkinan orang melakukan subversi dan sebagainya. Karena itu, penangkalan dan pencegahan jadi satu tindakan preventif. Dasar Pemerintah melakukan cekal adalah konstitusi, hak asasi manusia, dan hukum. Singapura dan Malaysia mempraktekkan ISA (Internal Security Act), yang memberikan wewenang preventive power of detention. Artinya, penahanan bisa dilakukan sebagai upaya preventif. Di sana, orang menghasut saja bisa ditahan selama dua tahun. Bisa dijelaskan secara kongkret, seberapa jaub Petisi 50 membahayakan negara? Mereka bisa saja mendiskreditkan pemerintah. Misalnya, ada yang mengatakan nggak ada demokrasi, banyak korupsi, jangan berikan bantuan kepada Indonesia. Apakah sudah terbukti mereka bicara seperti itu? Bisa saja. Lihat saja pertemuan LSM di Amerika baru-baru ini. Bisa saja orang melakukan hal itu. Kalau Petisi 50, kami kaitkan dengan pernyataan keprihatinan mereka pada 1980. Itu kan memfitnah Presiden. Mereka bisa saja kami ajukan ke pengadilan, tapi bisa juga tidak. Itu tergantung kami. Buktinya, Pemerintah masih jalan terus. Presiden Soeharto masih terpilih. Dus, masih ada kepercayaan terhadap beliau. Jadi buat apa kami ajukan ke pengadilan? Apa beda mengkritik dan memfitnah? Bisa diberikan batasannya? Baca nggak itu pernyataan mereka? Itu kejahatan terhadap ketertiban umum sesuai dengan Pasal 154 dan Pasal 155 KUHP. Soal penghinaan terhadap Presiden, mereka mengatakan agar kami bisa membuktikannya dan mengajukannya ke pengadilan. Lha, nggak perlu itu. Buat apa mereka dapat pasaran. Kenapa Petisi 50 disebut dissident? Pengertian dissident, menurut Oxford American Dictionary, adalah disagreeing person who disagrees one opposes the authorities. Saya nggak pernah pakai istilah pembangkang. Itu bukan istilah saya. Buat saya, Petisi 50 adalah dissident dengan pengertian yang tiga tadi. Sejak zaman Kopkamtib dulu saya selalu pakai istilah dissident. Kalau dissident itu menyalurkan pendapatnya secara baik-baik melalui DPR/MPR, nggak ada soal. Bukankah selama ini mereka membawa persoalannya ke DPR? Ya. Tapi kan ada pernyataan mereka yang nyatanya bukan mengkritik. Dari a sampai e seluruhnya memfitnah. Jadi Pemerintah mencatat mereka pernah memfitnah. Memfitnah dan mengkritik itu lain. Mengkritik itu berdasarkan fakta. Tapi ini, apa? (Sudomo menunjukkan lembaran Pernyataan Keprihatinan Petisi 50). Semua isinya memfitnah. Mengenai pergi ke luar negeri, kalau mereka memang nggak akan mengeluarkan statement yang mendiskreditkan Pemerintah di sana, ya boleh-boleh saja pergi. Mau ke bulan juga boleh. Apakah menjadi dissident di Indonesia berarti tidak konstitusional? Ah, ya nggak. Selama dissident tidak melanggar hukum, nggak masalah. Apakah Petisi 50 atau LSM begitu kuatnya bagi pemerintah asing hingga akan mempengaruhi bantuan mereka? Masalahnya, kalau mereka mengeluarkan statemen. Pencegahan mereka ke luar negeri itu kan preventif. Kalau ada jaminan mereka tak akan mengeluarkan statemen apa-apa, ya boleh saja mereka pergi. Apa betul Kelompok Petisi 50 ini pernah bikin statemen atau bertemu secara resmi dengan IGGI atau Bank Dunia? Kalau siang hari kelihatan, tapi kalau malam hari kan orang nggak tahu. Kan nggak usah saya buka semua. Statemen mereka di luar, wuah. Diplomat dan wartawan asing juga mengikuti situasi di Indonesia. Kenapa mesti mencegah orang Indonesia ke luar negeri segala? Tanyakan saja kenapa Petisi 50 mesti ngomong ke luar? Bukankah bantuan IGGI punya aturan main sendiri? Apa mungkin Petisi 50 bisa membuat aliran bantuan jadi berkurang? Yang penting kan apa yang mereka bicarakan di luar negeri. Kalau misalnya sampai ada tuntutan "Jangan berikan bantuan kepada Indonesia karena tidak ada hak asasi manusia, dan ada tahanan politik", itu kan merepotkan. Semula Bapak bilang dissident boleh pergi. Lantas belakangan Bapak bilang, mereka memfitnah. Apa terjadi pembicaraan antara Bapak dan Presiden? Nggak. Ini kan pembicaraan secara menyeluruh. Itu kan policy. Kopkamtib mulai dulu memang sudah begitu. Sekarang dengan sendirinya yang mengurus adalah Departemen Kehakiman dengan Mahkamah Agung, Kejaksaan, Bakin, dan Pangab. Apakah semua instansi itu di bawah koordinasi Menko Polkam ketika bicara urusan daftar cekal? Nggak. Sebelumnya mereka sendiri-sendiri saja. Lalu daftar itu diajukan kepada Menteri Kehakiman. Sekarang ini saya koordinir. Nanti akan ada pertemuan dengan instansi terkait untuk menentukan persepsi yang sama dan penilaian kembali mengenai daftar cekal. Kenapa Bapak yang mengkoordinir? Kan perlu ditentukan dasar-dasarnya. Kita harus terbuka pada masyarakat. Dasar-dasarnya adalah konstitusi, hak asasi, dan hukum. Kenapa pencegahan itu sampai berlebihan? Misalnya istri anggota Petisi 50 sampai mengalami kesulitan ke luar negeri dan harus ganti paspor segala dengan nama gadisnya? Aaah, siapa yang melarang? Kan sudah diselesaikan soal itu. Mengapa Jenderal Nasution dilarang ke luar negeri? Apa ia juga masuk daftar cekal? Saya kira, aspeknya lain lagi. Dia kan mendukung Petisi 50. Bagaimana kalau Petisi 50 mengajukan Pemerintah ke pengadilan? Boleh, boleh saja. Silakan. Nggak ada masalah. Anggota Petisi 50 banyak tokoh terkenal. Dengan melarang mereka ke luar negeri, apakah tidak takut merusak citra Indonesia di forum internasional? Ah, nggak. Itu hak kita. Hak tiap negara. Bagaimana kalau Indonesia dituduh melanggar Artikel 13 Hak Asasi Manusia PBB? Apakah mereka mengurus keselamatan setiap negara? Bahwa di setiap negara ada orang-orang yang membahayakan keselamatan negara, kan biasa. Seorang anggota Petisi 50, Slamet Bratanata, adalah Manggala P4. Apa masih diragukan bahwa ia membahayakan keselamatan negara? Bisa saja. Mbok tanya sama dia kenapa dia begitu. Dalam kondisi apa orang-orang yang dianggap dissident bisa dihapus dari daftar cekal? Tergantung seberapa jauh mereka melakukan atau bertindak sesuatu. Apakah LSM yang dianggap menjelek-jelekkan bisa dicekal? Kalau memang jelas usaha mereka agar bantuan luar negeri dikurangi, ya dipersoalkan. Apakah orang-orang yang masuk daftar cekal boleh naik haji? Boleh saja. Yang dipersoalkan kalau mereka mengeluarkan suatu statemen yang mendiskreditkan Pemerintah sehingga bantuan luar negeri dikurangi. Petisi 50 sudah keluar 11 tahun lalu. Kenapa baru sekarang Bapak mengatakan bahwa isinya memfitnah? Kan Kopkamtib sudah mengurusnya. Waktu itu saya yang jadi Pangkopkamtib. Saya yang mem-black-out. Saya jelaskan pada wartawan bahwa itu adalah memfitnah. DPR tidak memberi reaksi. DPR tidak menanyakan (kepada Presiden) adalah suatu catatan. Apakah ketika menjabat Pangkopkamtib dulu Bapak memberitahukan pada mereka bahwa mereka masuk daftar cekal? Nggak. Untuk apa? Kalau diumumkan semua, bagaimana sekuriti negara? Apakah Bapak akan bertemu dengan kelompok Petisi 50? Kalau mereka mau bertemu, silakan menulis surat. Yang perlu mereka.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini