Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PENERTIBAN di Perguruan Tinggi Swasta (PTS) akhirnya sampai pada masalah dosen. Seperti yang dikatakan Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo, Jumat pekan lalu, dosen-dosen perguruan tinggi negeri (PTN) akan dibatasi meng- ajar di PTS. Seiauh mana pembatasan itu ditentukan oleh rektor PTN yang dosennya dipinjam. "Langkah ini untuk meningkatkan mutu PTS. Kalau perguruan tinggi tak punya dosen tetap, perkembangannya tidak akan mantap," kata Sukadji. Dalam SK Dirjen Pendidikan Tinggi Nomor 48/1983, setiap dosen PTN dibolehkan mengajar di PTS sebanyak 12 SKS. Dalam Rapat Kerja Rektor dan Kopertis se-Indonesia, pertengahan, ngahan Januari lalu, pembatasan mengajar itu diusulkan menjadi 4 SKS. Selain pembatasan nyambi mengajar itu, dalam tahun ajaran mendatang dosen PTN yang menduduki jabatan struktural di PTS harus memilih: melepaskan jabatannya atau keluar dari PTN. Dapat dipastikan, kebijaksanaan baru ini bakal menyulitkan banyak perguruan tinggi swasta. Di Kopertis Wilayah V Yogyakarta, langkah penertiban ini sangat memukul PTS walau tenggang waktu untuk itu masih tersisa beberapa bulan lagi. Koordinator Kopertis V, Drs. Sulistyo, M.B.A., Rabu dua pekan lalu sudah mengimbau PTS di wilayahnya agar bersiap-siap melakukan pembenahan. "Kalau terlambat mempersiapkan diri, bisa kelabakan. Mereka harus segera mengangkat dosen baru," kata Sulistyo. Salah satu contoh PTS di Yogya yang terpukul adalah Unversitas Widya Mataram (UWM). Mengelola 5 fakultas dengan jumlah mahaslswa 700-an, universitas yang berdiri tahun 1982 ini sampai sekarang tak dapat melepaskan diri dari ketergantungannya pada dosen PTN. Dari 103 dosen yang ada, 83 orang dari Universitas Gadjah Mada (UGM). "Tak ada jalan lain, kami harus segera merekrut dosen-dosen yunior," kata Rektor UWM Yogya, Ir. Samsi Tjokrodigdo. Akhirnya, Samsi berterus terang, "Penertiban itu sangat mengejutkan." Universitas Islam Indonesia (UII) Yogya sudah lama mencium penertiban itu. Karena itu, Rektor UII Prof. Dr. Ace Partadireja telah lama menyiapkan tenaga dosen tetap. Dari 400 dosen yang ada sekarang, 168 orang adalah dosen tetap. Universitas Islam tertua yang punya 5 fakultas dan 9.600 mahasiswa ini bahkan telah lama mengirimkan puluhan tenaga dosennya untuk belajar ke luar negeri. Saat ini ada 13 dosen UII tugas belajar di luar negeri, dua yang mcmasuki program doktor. Dan tiap tahun UII merekrut 20 orang tenaga dosen tetap. "Saya setuju dengan penertiban itu," kata Ace. Ia mengaku, beban mengajar yang berlebihan akan mempersulit pengembangan daya intelektual seorang dosen. Tapi Ace juga berharap agar penerapannya dilakukan secara bijaksana. Terutama, dosen PTN yang memegang jabatan struktural di PTS agar diberi batas waktu sampai habis masa jabatannya. "Saya kira, penertiban terhadap dosen PTN yang duduk di jabatan struktural akan banyak mempengaruhi jalannya PTS," katanya. Kebetulan Ace Partadireja itu termasuk yang ditertibkan. Ace adalah juga guru besar di Fakultas Ekonomi UGM. "Karena diharuskan memilih, saya tentu memilih UGM. Saya masih berutang budi pada alma mater saya," katanya. "Pada waktunya nanti misalnya setelah pensiun, saya akan kembali ke PTS." Hampir sama dengan UII adalah Univeritas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung. PTS yang berstatus disamakan ini sudah punya 148 dosen tetap. Menurut Purek II Unpar, Drs. F. Vermaulen, sejak tiga tahun lalu Unpar sudah merekrut dosen tetap, dan sejak itu pula tidak ada dosen PTN yang menduduki jabatan struktural di Unpar. "Jadi, Unpar tidak kaget atas langkah-langkah penertiban ini," kata Vermaulen. Universitas yang memiliki 4 fakultas ini sekarang masih dibantu 412 dosen tidak tetap, 81 orang dari Universitas Padjadjaran, 22 dari IKIP Bandung, 20 dari ITB, dan selebihnya dari instansi-instansi. Sampai pekan lalu belum ada rektor PTN yang mengumumkan pembatasan dosennya untuk mengajar di PTS, kecuali UGM Yogya. Rektor UGM, Prof. Dr. Koesnadi Hardjasoemantri, membatasi tidak dalam hitungan SKS tetapi dalam mata kuliah, yakni tak boleh mengajar di PTS lebih dari dua mata kuliah. Menurut Koesnadi, penertiban itu perlu karena dosen PTN harus memikirkan tugas-tugas yang semestinya dilakukan oleh seorang dosen seperti penelitian, menerbitkan publikasipublikasi, selain menyiapkan bahan kuliah. "Kesegaran dan kemampuan daya pikir seorang dosen akan menurun bila terlalu banyak dibebani mata kuliah," katanya. Dosen UGM yang ngobyek ada 432 orang, diserap oleh 28 PTS. Rektor UI, Prof. Dr. Suyudi, juga belum berpikir untuk menetapkan pembatasan, walau wewenang itu sudah diberikan oleh Dirjen Pendidikan Tinggi. Malahan, menurut Suyudi, dosen PTN yang mengajar di PTS adalah wajar, sepanjang tidak mengganggu tugas utamanya di PTN. "Yah, itu 'kan untuk mencukupi kebutuhan hidup,' katanya. Yang justru perlu dipikirkan adalah bagaimana memberikan gaji yang cukup. Sebab, katanya, ada PTS yang memberikan gaji seorang dosen di atas satu juta rupiah. "Mana bisa mencegah dosen itu mengajar rangkap." Suyudi hanya mengimbau agar dosen-dosennya yang merangkap itu dapat membagi waktu. "Saya juga meminta mereka yang memegang jabatan struktural rangkap di PTN dan PTS, agar melepaskan salah satunya," katanya. Berapa banyak tenaga UI yang merangkap itu belum diketahui, karena tak pernah didata. Apalagi di UI banyak juga tenaga dosen yang merangkap sebagai pejabat negara. Yang menarik, justru di Fakultas Ekonomi Ul tak seorang pun dosennya merangkap mengajar di PTS. Menurut Dekan FEUI, Wagiono Ismangil, karena dosen-dosen itu sudah kewalahan. "Tugas dosen 'kan tidak cuma mengajar," katanya. Selain itu, "Kita menjaga jangan sampai ada penyalahgunaan nama tenaga pengajar ini untuk meningkatkan status PTS." Ada lagi alasan yang agak unik, tapi terpuji. "Kita menjaga keadilan. Kalau sebuah PTS dapat dosen PTN, PTS lainnya juga harus dapat. Kita jadi tidak punya kendali untuk bertindak adil," kata Wagiono . Jadi, penertiban yang dimulai tahun ajaran nanti bukan cuma untuk meningkatkan mutu PTS, tapi juga mutu PTN, yang menurut Dirjen Pendidikan Tinggi Prof. Soekadji, "digerogoti PTS." Cuma, kebijaksanaan setiap rektor PTN bisa saja berbeda-beda. Agus Basri dan biro-biro
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo