MENJELANG lohor, Senin pekan lalu, 4.000-an karyawan Departemen Perindustrian tiba-tiba berhamburan dari kantor mereka, sebuah gedung berlantai 21 di Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Rupanya, beberapa saat sebelumnya, seorang pegawai di lantai 19 menerima ancaman telepon bahwa gedung itu akan diledakkan. Para karyawan, yang semula bergerombol di depan gedung, akhirnya berangsur pulang ke rumah masing-masing, setelah menanti empat jam lebih, ledakan itu tak kunjung datang. "Bisa saja terjadi, itu cuma gurau antarteman," kata Hartono, staf Humas di sana. Ancaman dari penelepon gelap tampaknya sekarang melanda Jakarta. Sehari setelah kasus tadi, gedung pusat Pertamina, di Jalan Perwira, Jakarta Pusat, juga menerima ancaman yang sama. Kali ini di sekitar tempat yang disebutkan penelepon gelap sebagai tempat bom terlihat sebuah bungkusan yang mencurigakan. Petugas Jihandak (penjinak bahan peledak) Gegana segera dikirimkan ke sana. "Eh, tahunya yang ditemui hanya trafo tua yang sudah rusak," ujar seorang pejabat di Polda Metro Jaya kepada TEMPO. Gara-gara telepon gelap itu kesibukan pun terasa di Pusat Komando dan Pengendalian Operasional (Pusdalops) Polda Metro, yang menyediakan telepon nomor 510110. Nomor itu memang disediakan untuk menampung pengaduan masyarakat yang khusus menghendaki penanganan cepat, seperti kebakaran, penculikan, dan berbagai kejahatan lainnya, termasuk kasus ancaman lewat telepon. Menurut seorang pejabat di sana, akhir-akhir ini telepon tadi banyak menerima pengaduan dari masyarakat yang terkena ancaman lewat telepon gelap. Terutama setelah ledakan bom di dua kantor BCA dan pusat perbelanjaan Glodok, awal bulan lalu. Di wilayah Polres Jakarta Pusat saja, ratarata tiap minggu terjadi dua atau tiga kali ancaman telepon, yang dialamatkan ke hotel atau berbagai tempat hiburan. Hotel Mandarin, Sahid Jaya, Presiden, dan Borobudur, menurut sumber di Polres Jakarta Pusat, pernah menerima ancaman seperti itu. Bulan lalu, karena telepon gelap itu, secara diam-diam seluruh kamar di Hotel Borobudur diperiksa polisi. Hal yang sama terjadi pada pusat perbelanjaan mewah, Ratu Plaza pada akhir Oktober. Seisi gedung dan pengunjungnya panik pagi itu, karena dikabarkan di sana ada bom. Akhirnya, polisi menemukan sebuah bunkusan di dekat tanah berjalan. "Isinya cuma buntalan kertas semen," kata Eddy Susiawan, staf Mobil Oil Indonesia yang berkantor di situ. Berbagai peristiwa belakangan ini, seperti terbakarnya gedung Sarinah Jaya, Hayam Wuruk Theater, gudang mesiu Marinir di Cilandak, dan kemudian Toserba Liberty di Yogya, memang membuat orang menghubungkannya dengan perbuatan si penelepon gelap Apalagi, sebelum Sannah Jaya terbakar, 22 Oktober, konon didahului oleh ancaman dari telepon. Maka, kortsluiting listrik di lantai 4Wisma Metropolitan, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Oktober lalu, misalnya, yang cuma mengeluarkan asap kecil saja, sudah membuat orang panik. Alarem dibunyikan seorang pegawai wanita yang gugup, dan penghuni gedung berhamburan keluar. Padahal, menurut Komandan Gegana Mayor Soepeno, keadaan panik serupa itu bisa menimbulkan korban. "Orang bisa terinjak atau saling tubruk," katanya. Dia menyarankan, bila menerima ancaman lewat telepon, tak usah panik, dan Satpam setempat segera memeriksa dan mencari benda-benda yang dicurigai. Dan bila menemukan benda seperti itu, langkah pertama: pagari benda itu dengan karung berisi pasir. Lalu semua jendela dan pintu dibuka lebar-lebar. "Itu akan meredam daya bom yang meledak," kata komandan satuan antiteror polisi itu. Tentu saja, sebelum semua itu dilakukan, lebih dahulu polisi mesti dikabari, dan penghuni disuruh keluar dengan tenang. Untuk tindakan preventif, Soepeno menyarankan, agar sebelum kantor dibuka, seluruh ruangan diperiksa lebih dahulu oleh Satpam, dan diulang setelah kantor usai. Sarannya yang lain, sebagaimana yang sekarang dilakukan di banyak kantor dan bank setiap tas yang dibawa tamu harus diperiksa. Sampai sekarang, menurut seorang pejabat kepolisian, ancaman-ancaman lewat telepon itu belum pernah terbukti. Kebakaran kecil di Hotel Kemang, Jakarta Selatan, misalnya, bulan lalu, memang didahului oleh ancaman telepon gelap sehari sebelumnya. Tapi asal api dari sentral pemanas air itu dianggap cuma kecelakaan biasa. Pihak polisi kini memang jadi cukup sibuk, karena setiap ada laporan ancaman lewat telepon, polisi harus langsung datang. "Secara psikologis, itu perlu untuk memberikan rasa aman pada masyarakat," kata Mayor M. Yusuf Mofid, kepala Pusdalops. Apakah penelepon gelap bisa diselidiki? Perumtel sebenarnya sudah memiliki alat yang mampu mendeteksi telepon yang dipakai oleh para pengancam. Hanya saja, peralatan buatan Jerman itu jumlahnya sedikit,dan menurut Humas Perumtel, Drs. Mizwar Muin, cara kerjanya masih manual, belum menggunakan komputer seperti alat serupa yang dipakai di negeri maju. Selain itu, alat deteksi tadi hanya bisa menguber nomor telepon tertentu kalau dia dioperasikan ketika pembicaraan telepon sedang berlangsung. Padahal, di sini umumnya orang mengadu ke polisi setelah pembicaraan telepon dengan si pengancam selesai. "Dengan begitu, kita tak mungkin lagi bisa mendeteksinya," ujar Mizwar. Oleh sebab itu, menurut seorang pejabat kepolisian, aparat keamanan sampai kini belum menggunakan jasa alat deteksi milik Perumtel itu. Malah Perumtel sendiri tampaknya belum memperoleh manfaat alat itu. Ini bisa diketahui karena, pada catatan polisi, Perumtel termasuk instansi yang sering kena ancaman penelepon gelap, dan tak sekali pun penelepon itu bisa dilacak. "Padahal, mungkin saja si penelepon melakukannya cuma iseng, sambil merokok dan tidur-tiduran," ujar Mayor Soepeno kesal. Sampai kini, belum jelas motif ancaman lewat telepon itu. Tapi, yang pasti, peristiwa serupa itu sering membuat masyarakat panik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini