Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Calon yang Ditolak Pusat

27 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tekad baja Ratna Ani Lestari rupanya berbuah kemenangan. Meski dihadang sejumlah "barikade" ketika mencalonkan diri, wanita berusia 40 tahun itu toh akhirnya terpilih menjadi Bupati Banyuwangi, Jawa Timur, Senin pekan lalu. Berpasangan dengan Yusuf Noris, calon yang diusung gabungan partai yang tidak kebagian kursi itu, mampu meraup 39,25 persen suara. Artinya, jumlah tadi merupakan kelipatan dua dari jumlah masing-masing suara yang diperoleh empat pasangan lain yang disokong partai besar seperti PDI Perjuangan.

Kemenangan Ratna memang mengejutkan. Istri Bupati Jembrana, Bali, itu sebelumnya adalah calon dari PDI Perjuangan Banyuwangi. Namun, hasil keputusan musyawarah kerja cabang PDI Perjuangan itu ditolak oleh Dewan Pengurus Pusat yang dipimpin Megawati Soekarnoputri. Pengurus Pusat justru menjagokan Ali Sa'roni, Ketua PDI Perjuangan Banyuwangi.

Ratna kemudian mendekati 18 partai politik yang tak kebagian kursi di DPRD Banyuwangi. Partai-partai itu yang menamakan diri Gabungan Partai Non-Parlemen (di antaranya Partai Amanat Nasional, Partai Bintang Reformasi, dan Partai Bulan Bintang) tertarik dan mengusung Ratna menjadi calon bupati. Beberapa hari setelah Komisi Pemilihan Umum Daerah Banyuwangi mengumumkan nama para kandidat yang bisa ikut pilkada, tiba-tiba 12 anggota gabungan partai itu menarik dukungannya. Meski sebagian besar partai yang mendukung Ratna menarik diri, KPUD Banyuwangi tetap meloloskan Ratna sebagai kandidat bupati.

Halangan buat Ratna belum berhenti. Saat berkampanye, kader PDI Perjuangan Banyuwangi melakukan razia atribut partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih yang dibawa pendukung Ratna. Alasannya, Ratna bukan calon resmi partai itu. Batu sandungan lain: muncul selebaran yang menyebut Ratna pindah agama dari Islam ke Hindu. Pagi hari menjelang pemungutan suara, seorang anggota tim sukses salah satu pasangan membagikan selebaran itu ketika Tempo berada di sebuah warung lesehan. Selebaran itu berisi surat pernyataan Ratna pindah agama pada 14 Juni 1988. "Mosok, Banyuwangi dipimpin orang yang pindah-pindah agama, dari Islam ke Hindu, terus kembali ke Islam," kata orang itu.

Beberapa warga yang memilih Ratna mengungkapkan alasannya. Nanik Sumarni, warga Kelurahan Tukang Kayu, Kecamatan Kota, Kabupaten Banyuwangi, misalnya, mengaku ingin melihat Banyuwangi dipimpin wanita. Selain itu, dia ingin ketiga anaknya bisa sekolah secara gratis, seperti yang janji Ratna dalam kampanye. Alasan terakhir, Nanik mengaku diberi uang Rp 40 ribu oleh tim sukses Ratna. "Saya dibisiki untuk memilih nomor 4," kata Nanik. Tentu saja, yang dimaksud adalah gambar pasangan Ratna-Yusuf.

I Gde Winasa, suami sekaligus ketua tim sukses Ratna, membantah tudingan praktek politik uang itu. "Sukses Ratna-Yusuf karena programnya dibutuhkan rakyat," katanya. Winasa memberi contoh dari pendidikan gratis, subsidi kesehatan, dan peningkatan daya beli masyarakat melalui dana bergulir.

Agung Rulianto, Bibin Bintariadi (Banyuwangi)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus