Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Baru Punggung, Belum Wajah

Tim pencari fakta kematian Munir selesai bertugas. Langkah Istana kini ditunggu.

27 Juni 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MISTERI itu belum berakhir meski satu bundel laporan setebal seratus halaman lebih telah sampai ke tangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Jumat pekan lalu. Berisikan hasil kerja enam bulan dari tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir, laporan akhir itu, di sejumlah bagian, masih berselimut kabut. Setidaknya, laporan belum secara terang menunjuk siapa pembunuh Munir, tokoh pembela hak asasi manusia itu. Ibaratnya, si pelaku mungkin baru terlihat punggung dan belum wajahnya.

Di Istana Merdeka, tim itu sempat berbicara satu jam dengan Presiden. Hadir dalam pertemuan, ketua tim Brigadir Jenderal Polisi Marsudhi Hanafi, wakil ketua Asmara Nababan, bersama anggota lainnya: Rachland Nashidik, Hendardi, Usman Hamid, dan Kemala Chandra Kirana. Presiden ditemani Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi dan juru bicara Andi Mallarangeng.

Pada hari itu, setelah menyampaikan laporan, tim itu resmi bubar karena masa tugasnya telah berakhir. Seusai pertemuan, sesama anggota tim berjabat tangan. Bagi mereka, jelas ini belum sebuah akhir yang bahagia. Masih banyak tugas yang harus dituntaskan, misalnya pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang macet di tengah jalan. Presiden pun mengakui hal ini. "Bagi Presiden, tugas ini adalah unfinished agenda," ujar Asmara Nababan, meniru ucapan Presiden Yudhoyono. Presiden, menurut Asmara, berjanji mengawal kasus ini sampai tuntas.

Memang, ada sejumlah temuan penting hasil kerja TPF, terutama soal nama-nama tersangka. Tapi, kata Asmara, mereka bersepakat tak membukanya kepada publik. Tim yang dibentuk melalui keputusan presiden pada Januari lalu itu menyerahkan seluruh hasil kerja mereka ke Presiden. Memang, dalam laporan itu masih ada tanda tanya yang belum terungkap. Tapi tim berharap dengan bekal temuan yang ada, pemerintah bisa menggerakkan lembaga di bawahnya, dan segera menuntaskan kasus itu.

Karena kasusnya belum beres, ketua tim Marsudhi Hanafi mengatakan Presiden segera menanggapi rekomendasi yang dibuat tim itu. Presiden menilai hasil kerja tim sudah cukup optimal. "Presiden memberikan tanggapan dan komitmen bahwa kasus ini harus tuntas," ujarnya. Anggota tim Rachland Nashidik mengungkapkan terima kasih dan hormatnya kepada Presiden yang mau menuntaskan kasus ini. "Kasus ini juga ujian bagi otoritas Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat," ujarnya.

Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi mengatakan tugas tim itu memang sudah saatnya berakhir. "Supaya tidak berlarut-larut," ujar Sudi. Sebagai langkah lanjut, Presiden segera mengadakan evaluasi pada Senin pekan ini. Maklumlah, ada sejumlah tanda tanya dari kasus itu yang harus segera terjawab. Sejumlah pejabat tinggi akan turut berembuk membahas langkah lanjut. Mereka adalah Kepala Kepolisian RI Jenderal Da'i Bachtiar, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hamid Awaludin, dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar. Soal waktu, Sudi mengatakan, tak ada target khusus. Yang pasti, pemerintah berusaha mengungkap kasus ini secepatnya.

Baik Asmara maupun sekretaris TPF Usman Hamid yakin, Presiden akan memegang janji untuk mengawal pengungkapan kasus ini. Persoalannya justru ada pada lembaga-lembaga di bawah Yudhoyono. "Apakah mereka mau mendukung penuh atau tidak," ujar Usman. Dalam pembicaraan dengan Presiden, kata Usman, tim ini sudah membeberkan adanya tekanan terhadap anggota polisi yang menyidik perkara ini. "Ada faktor eksternal, sehingga kerja mereka tidak optimal," ujar Usman. Sayangnya, dia tak mau memerinci lebih jauh asal dan bentuk tekanan terhadap polisi itu.

Namun seorang perwira di Markas Besar Polri kepada Tempo mengakui bahwa mereka butuh "kekuatan ekstra" untuk bisa membongkar misteri ini. "Kasus ini punya muatan politik yang besar," ujar si perwira, yang menuntut namanya disembunyikan. Dia mengatakan, tekanan dari pihak tertentu itu tak sampai ke jajaran elite Polri, tapi sebatas para perwira yang terlibat penyidikan kasus. "Mereka bermain dengan menekan perwira menengah," ujar sumber itu. Dia meminta agar polisi sebaiknya jangan dibiarkan sendirian dalam melakukan penyelidikan kasus ini.

Tekanan kian besar karena, masih menurut sumber itu, polisi diam-diam sudah berhasil menemukan titik terang. Dia menolak menyebut sukses apa yang sudah dicapai dalam membongkar kasus itu. Menurut dia, polisi sudah menemukan fakta dan bukti baru yang sangat kuat. "Sudah sangat jelas. Tunggu saja tanggal mainnya," ujar si sumber. Menurut dia, temuan polisi itu cukup telak. Si pelaku sulit mengelak, tutur sumber tadi, dan jaringan serta aktor besarnya segera terungkap dalam waktu dekat.

Entah kebetulan atau tidak, begitu tugas TPF berakhir, Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar menjelaskan, pihaknya segera membentuk tim baru untuk menyelidiki kasus kematian Munir. Alasannya, menurut Da'i, langkah itu diambil Polri setelah mendapat masukan data dan fakta dari TPF. Tim itu, kata Da'i, untuk mendalami temuan TPF, termasuk empat skenario pembunuhan Munir.

Dua pekan lalu, TPF mengungkapkan adanya dokumen skenario pembunuhan Munir itu, yang diduga berasal dari salah satu lembaga intelijen. Seperti ramai diberitakan media, dokumen itu terdiri atas enam halaman. Isinya adalah skema dan peta, serta nama-nama orang yang terlibat dalam operasi jahanam itu. Yang terlibat, menurut dokumen itu, adalah sejumlah pejabat struktural di lembaga intelijen plus personel yang direkrut dari luar.

Rencana pembunuhan itu antara lain, pertama menghabisi Munir di mobil dengan "kecelakaan seolah-olah". Kedua, memakai santet. Ketiga, menaruh racun di kantor tempat Munir bekerja. Dan keempat, meracuni Munir di atas pesawat. Kalau benar, semua skenario gagal, kecuali yang terakhir. Faktanya, Munir memang tewas dalam penerbangan Garuda GA 974, rute Singapura-Amsterdam, pada 7 September tahun lalu. "Anggota kita bertambah untuk menyidik skenario satu, dua, dan seterusnya," ujar Da'i. Bos tim baru polisi itu adalah Wakil Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri, Inspektur Jenderal John Lalo.

Menurut Rachland, semua sisa tugas TPF kini menjadi beban kerja bagi lembaga yang berwenang, baik Polri maupun Badan Intelijen Negara. Menurut dia, tim ini juga sudah mengusulkan tiga hal kepada Presiden. Pertama, dibuat lembaga yang bisa memperkuat pekerjaan penyidikan ini. "Kami mengusulkan semacam komisi kepresidenan," ujarnya. Setidaknya, dengan komisi itu, pekerjaan polisi dan BIN akan jauh lebih mudah. Lalu, apa rekomendasi kedua dan ketiga? Rachland menolak menyebutkannya.

Dari Istana Negara, diperoleh kabar bahwa rekomendasi kedua dan ketiga menyangkut soal internal di kepolisian dan daftar nama tersangka yang harus segera diperiksa. Soal tekanan terhadap polisi itu pun sudah ada laporan yang masuk ke Presiden. Tetapi, seperti yang diungkapkan Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, tak ada indikasi bahwa lembaga TNI terlibat dalam kasus ini. "Sudah clear, tak ada mereka dari TNI yang terlibat," ujar Sudi.

Dalam soal ini, Rachland pun mengakui TNI tak terlibat. Si pelaku, kata Rachland, justru mencoba mengadu domba TNI dan lembaga swadaya masyarakat. "Silakan selidiki, semua teror terhadap istri Munir dicoba dikaitkan dengan lembaga TNI," ujarnya. Si pelaku memang ingin menciptakan citra bahwa Munir tewas karena ulah TNI, dengan begitu kebencian terhadap TNI muncul untuk menyesatkan motif pembunuhan itu. "Ini sangat kental unsur politiknya," ujar Rachland. Sayangnya, dia tak mau menyebut nama-nama tersangka yang direkomendasikan untuk diperiksa intensif itu. Dia juga tak mau buka mulut, apakah tersangka itu oknum tentara atau bukan.

Sebelumnya, polisi memang sudah memeriksa sejumlah saksi, termasuk meminta keterangan bekas Kepala BIN A.M. Hendropriyono dan bekas Deputi IV Muchdi Pr. Kedua pejabat BIN itu diperiksa karena ada dugaan pilot Garuda Pollycarpus yang kini menjadi tersangka adalah agen BIN. Namun ketegangan tampaknya terjadi antara Hendropriyono dan TPF, sehingga kedua pihak belum pernah bertemu sampai tugas TPF berakhir. Bahkan tim gabungan kasus Munir dari DPR RI yang mencoba melakukan mediasi pertemuan kedua pihak juga gagal.

Meski masih diselubungi misteri, harapan kasus Munir itu terungkap tampaknya kian dekat. Tapi semua itu bergantung pada langkah Presiden Yudhoyono pada pekan ini.

Nezar Patria, Yophiandi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus