Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Corak dari 1.300 suara

Inilah hasil pengumpulan pendapat tempo: para koruptor dianggap pantas ditembak mati. pengangguran dirasakan kian bertambah. pengawai negeri ternyata masih tetap menjadi imipian generasi muda indonesia.

20 Agustus 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KORUPSI ternyata dianggap musuh nomor satu di Indonesia. Korupsi dianggap begitu menjengkelkan sehingga para pelakunya "pantas" ditembak mati. Mengerikan? Tenang dulu. Ini salah satu kesimpulan dari hasil pengumpulan pendapat TEMPO. Seperti tahun-tahun sebelumnya, menjelang Hari Kemerdekaan tahun ini TEMPO melakukan poll, sebagai salah satu upaya memonitor pendapat masyarakat. Tujuan: sekadar merasakan getaran-getaran yang hidup di dalamnya. Dibanding tahun-tahun lalu, yang mengedarkan sekitar seribu kuestioner, poll tahun ini, yang dilaksanakan bulan lalu, lebih besar. Dari sekitar 1.500 daftar pertanyaan yang disebarkan di beberapa daerah di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sulawesi, tercatat 1.340 (88,14%) yang kembali. Respondennya macam-macam, antara lain pembantu rumah tangga, buruh kasar, petani, ibu rumah tangga, pelajar dan mahasiswa, pegawai negeri, anggota DPR, dan juga perwira tinggi ABRI. Tingkat pendidikannya pun beragam. Sebagian besar lulusan SLA (30,60%) dan sarjana muda (23,06%). Lulusan SD cuma 10,52%, sedang yang tidak pernah mengenyam pendidikan formal ternyata hanya dua responden (0,15%). Pegawai negeri dan anggota ABRI merupakan kelompok responden yang terbesar jumlahnya (32,16%). Sedang responden yang bekerja sebagai buruh kasar sedikit lebih banyak dari responden mahasiswa: 11,27% dibanding 10,90%. Lebih separuh pengisi kuestioner TEMPO kali ini berasal dari generasi muda: tercatat 27,54% responden berusia 21-25 tahun, dan 25,97% berumur 26-30 tahun. Itu memang disengaja. Suara dari kelompok muda inilah yang paling ingin direkam. Ada beberapa masalah yang kali ini menjadi sasaran pertanyaan: tenaga kerja, keadaan ekonomi, keamanan, dan korupsi. Pilihan ini berdasar pertimbangan, beberapa masalah tersebutlah yang paling menonjol tahun ini. Dengan sedikit variasi, ada sebagian pertanyaan yang mengulang poll tahun-tahun sebelumnya. Dari sini diharapkan dapat diukur perubahan sikap masyarakat. Masalah apa yang dianggap terpenting, tampaknya ada perbedaan pandangan. Krissantono, 39 tahun, anggota DPR dari F-KP, menganggap penanggulangan keadaan ekonomi yang memburuk sebagai prioritas utama. "Korupsi yang merajalela, pengangguran, dan kejahatan antara lain disebabkan oleh kondisi perekonomian. Semakin baik kondisi perekonomian, semakin berkurang keinginan untuk melakukan perbuatan negatif itu," katanya. Tapi buat Sulistyo Eko Maryoto, 19 tahun, masalah terpenting yang perlu segera ditangani adalah kemudahan memperoleh pendidikan. "Untuk memperoleh pendidikan, khususnya di perguruan tinggi, sekarang sangat sulit," katanya. Pemuda Yogyakarta yang tahun lalu mendadak terkenal karena membuat angket seks yang menghebohkan itu, berbicara berdasar pengalaman. Tahun ini lulusan SMA ini tidak diterima di perguruan tinggi negeri mana pun. Ketua Majelis Ulama Indonesia K.H. Hasan Basri, 63 tahun, beranggapan, pengangguran, memburuknya pere onomian, kejahatan dengan kekerasan, dan korupsi, merupakan hal yang perlu segera ditangani. "Soalnya dalam kaidah fiqh, membasmi kemungkaran lebih didahulukan daripada membentuk kebaikan," katanya. Karena itu ia menganggap kemudahan memperoleh pendidikan sebagai hal yang nomor dua. Keadaan Ekonomi Poll TEMPO kali ini mengungkapkan, sebagian besar responden rupanya menganggap prospek perekonomian Indonesia di tahun mendatang "tergantung tindakan pemerintah". Hampir separuh (47,61 %) responden menjawab demikian. Yang optimistis (menganggap keadaan ekonomi akan membaik) dan yang pesimistis (akan lebih buruk) hampir seimbang: sekitar 14%. Yang menganggap keadaan ekonomi akan "sama saja": 18,51%. Terhadap pertanyaan: Faktor apa yang menurut pendapat Saudara akan memperburuk perekonomian Indonesia? Jawabannya adalah: Keadaan ekonomi dunia 11,87% Korupsi 11,57%, Gangguan keamanan 2,09% Meningkatnya pengangguran 6,94% Tidak menjawab 55,90% Pertanyaan selanjutnya: Apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki perekonomian? Jawabannya: Meningkatkan pengawasan24,55% Menindak para koruptor21,49% Mengatasi pengangguran21,27% Untuk mengetahui keadaan ekonomi para responden, salah satu pertanyaan dalam poll menyangkut penghasilan mereka. Pertanyaannya: Tanpa memperhitungkan menurunnya nilai rupiah terhadap dollar, berapa persen kira-kira tambahan penghasilan saudara atau keluarga dalam 6 bulan terakhir ini? Tidak ada tambahan 41,79% 0-25% 33,13% 25-50% 11,72% 50-5% 3,28% lebih dari 75% 1,12% Sebagai catatan, poll 1980 dan 1982 menanyakan mengenai keadaan ekonomi rumah tangga para responden dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebagian besar responden (lebih dari separuh) ternyata menjawab bahwa dibanding lima tahun yang lalu kehidupan ekonomi mereka lebih baik. Namun dibanding tahun sebelumnya keadaan ekonomi pribadi mereka sebagian besar sama saja (1980: 42,29% dan 1982: 47,30%). Berbagai faktor, antara lain devaluasi rupiah, telah menyebabkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan dalam enam bulan terakhir ini. Berapa besar? Sebagian besar responden (45,97%) menjawab 25-50%, sedang yang menjawab 0-25% tercatat 37,31%. Kenaikan pengeluaran tersebut agaknya telah memaksa orang menekan atau mengubah pola pengeluarannya. "Karena harga barang-barang kebutuhan meningkat sampai sekitar 50%, saya tak bisa menabung lagi," kata Ny. Maria, 23 tahun, seorang ibu rumah tangga dari Surabaya yang bekerja sebagai guru Sekolah Taman Kanak-kanak. Responden seperti Ny. Maria yang tak sempat menabung lagi, tercatat 31,49%. Sedang yang memilih mengurangi pengeluaran untuk rekreasi 30.75% dan mengaku lebih sering meminjam uang 15,07%. Tenaga Kerja Lebih dari separuh responden (57,31%) menganggap tingkat pengangguran di tahun yang akan datang akan semakin bertambah. Hanya 6,27% yang menilai semakin berkurang. Namun cukup banyak (27,31%) yang beranggapan hal ini tergantung tindakan pemerintah. Apa yang menyukarkan orang memperoleh pekerjaan? Jawaban yang masuk: Lapangan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan keahlian 29,55% Lapangan kerja yang tersedia tidak sesuai dengan minat 11,27% Lapangan kerja semakin kurang 21,94% Beberapa responden menuding sebab lain. Ny Maria dari Surabaya, yang tadi sudah disebut, mengatakan, "Banyak tenaga yang semestinya sudah harus pensiun tetap dikaryakan. Lihat saja orang-orang pensiunan yang terus bekerja di pemerintah daerah, pabrik-pabrik, bahkan di desa. Seharusnya yang sudah waktunya pensiun harus dipensiunkan." Sedang seorang sarjana ekonomi lulusan sebuah universitas di AS yang kini bekerja di Bandung menganggap kebijaksanaan ekonomi pemerintah sekarang tidak mengarah pada usaha penciptaan lapangan kerja." Karena itu, menurut pendapatnya, yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi pengangguran adalah "mengubah strategi dan orientasi pembangunan ekonomi". Terhadap pertanyaan yang sama: Apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi pengangguran, jawaban para responden adalah: Membuka lapangan kerja baru yang sesuai dengan tingkat kemampuan para pencari kerja 51,04% Meningkatkan kualitas pencari kerja agar memenuhi persyaratan 22,39% Pada poll tahun 1980, diajukan pertanyaan: profesi yang diingini responden untuk diri mereka sendiri atau anaknya. Waktu itu berturut-turut pilihannya adalah (41,68% dan 31,68%), pedagang atau pengusaha dan pegawai negeri. Dalam poll kali ini pertanyaan yang diajukan adalah: Apa yang paling perlu dicari seseorang dalam bekerja? Jawabannya: Jaminan keamanan (tidak akan kehilangan pekerjaan) 30,90% Penghasilan yang tinggi 18,58% Kerla yang menyenangkan 16,19% Kedudukan yang terhormat 5,30% Pekerjaan yang penuh tantangan 3,58% Pekerjaan yang mudah 1,87% Jawaban itu bisa ditaksirkan sebagian besar masyarakat sekarang ini masih berselera memilih menjadi pegawai negeri yang memang paling memberikan jaminan keamanan. Bila dibandingkan jawaban dari berbagai daerah, ternyata responden dari Sumatera Utara yang paling banyak mencari jaminan keamanan dalam pekerjaan (12,93%). Daerah lain, sekadar contoh, Jakarta 23,56%, Jawa Barat 34,45% dan Jawa Tengah 28,26%. Yang menarik dari jawaban di atas, ternyata hanya sedikit sekali (3,58%) responden, yang sebagian besar berusia muda, mencari pekerjaan yang penuh dengan tantangan. Penghasilan yang tinggi dan pekerjaan yang menyenangkan rupanya lebih menarik buat generasi muda kita. Pertanyaan berikutnya: Faktor apa yang akan mempermudah mendapatkan pekerjaan? Keahlian 30,82% Banyak relasi dan koneksi 20,90% Kesediaan melakukan pekerjaan apa saja 18,13% Kejujuran dan disiplin ternyata kurang dianggap penting oleh para responden. Kejujuran cuma mendapat angka 5,45% sedang disiplin 2,39%. Yang patut dicatat: ternyata koneksi merupakan faktor yang penting yang memudahkan seseorang memperoleh pekerjaan. Keamanan Meningkatnya gangguan keamanan, terutama kejahatan dengan kekerasan, dalam tahun-tahun terakhir ini, cukup menyolok. Belakangan aparat keamanan di beberapa daerah meningkatkan usaha untuk menumpas kejahatan tersebut, yang agaknya cukup berhasil memperkecil angka kejahatan. Salah satu pertanyaan dalam poll TEMPO adalah: Dalam perkiraan Saudara, bagaimana tingkat gangguan keamanan di dalam enam bulan mendatang? Jawaban yang masuk: Semakin berkurang 42,69% Tergantung tindakan pemerintah 26,57% Semakin buruk 14,18% Sama saja dengan sekarang 12,01% Yang menyolok, ternyata responden dari Jawa Tengah yang paling optimistis pada menurunnya gangguan keamanan (61,41%). Daerah-daerah lain angkanya cuma sekitar 40%. Para responden agaknya menilai meningkatnya angka kejahatan disebabkan oleh ancaman hukuman yang ringan serta keadaan perekonomian kita. Itu terlihat dari jawaban atas pertanyaan: Tindakan apa yang dapat mengurangi gangguan keamanan? Memperbaiki keadaan perekonomian 33,21% Memperberat hukuman 31,19% Memperbanyak petugas keamanan 13,88% Selain pilihan di atas, ada responden yang melihat sebab lain. "Disiplin sekarang ini makin merosot. Maka tak heran kalau ada orang masuk kantor membawa senjata tajam dan Gepeng membeli pistol," kata Sarlito Wirawan Sarwono. Sedang Sulistyo Eko beranggapan, yang dapat mengurangi gangguan keamanan adalah pendidikan moral sejak kecil. "Bila orang Indonesia bermoral baik, negara kita akan aman dan korupsi tak akan terjadi," ujarnya. Kebencian masyarakat terhadap pemeras dan perampok ternyata tak sebesar kebencian terhadap koruptor. Itu tersimpul dari jawaban terhadap pertanyaan: Siapa saia yang menurut pendapat saudara pantas ditembak mati? Koruptor kelas berat 19,03% Pengedar narkotik 10,15% Segala macam koruptor 9,85% Para perampok 6,42% Pemeras 3,73% Pengusaha yang menyuap pejabat 2,76% Seorang responden Artijo Arkostar, ketua LBH Yogyakarta, membuat catatan: "Saya setuju koruptor kelas berat ditembak mati, asal melalui keputusan pengadilan. Secara makro koruptor lebih merugikan kepentingan umum daripada gali." Yang sangat menarik: sebagian besar responden (43,21%) ternyata tidak hanya memilih satu dari pilihan di atas, tapi sekaligus menunjuk beberapa -- bahkan semua -- pilihan yang "pantas" ditembak mati. Mungkin ini bisa diartikan: masyarakat semakin penasaran dan gemas terhadap segala macam penyeleweng, hingga bersikap keras terhadap mereka. Salah satu responden yang bersikap keras seperti itu adalah Akhmad, 30 tahun, yang pekan lalu ditemui di Bandung. Menurut dia, bukan cuma koruptor kelas berat yang perlu ditembak mati. "Kalau mau dibasmi, basmi saja semuanya, jangan ada yang terkecuali," katanya dengan bersemangat. Selain koruptor, perampok dan pengedar narkotik juga perlu ditembak mati. Korupsi di Indonesia sudah keterlaluan, katanya. Pengedar narkotik pantas ditembak mati. Alasan: merusak generasi muda. Krissantono, Sekretaris Bidang Keanggotaan F-KP, menambah satu lagi dalam datar mereka yang pantas ditembak mati: pemerkosa wanita. "Mereka tidak mengenal rasa kasihan terhadap korbannya. Lagi pula perbuatan mereka ikut meresahkan rakyat kebanyakan yang menjadi sasaran perbuatan mereka," katanya. Korupsi Terbongkarnya banyak kasus korupsi belakangan ini rupanya membuat banyak responden menyimpulkan: tingkat korupsi sangat dipengaruhi tindakan pemerintah. Ini tampak dari jawaban pada pertanyaan: Dalam perkiraan Saudara, bagaimana tingkat korupsi dalam tahun-tahun mendatang? Tergantung tindakan pemerintah 39,18% Sama saja 24,48% Semakin buruk 22,16% Semakin berkurang 9,33% Ny. Harmiati, seorang bidan dari Medan, yang memperkirakan korupsi di waktu yang akan datang akan semakin buruk, mengemukakan alasan: "Saya belum bisa diyakinkan oleh tindakan pemerintah sekarang. Hendaknya kita juga lebih tegas seperti yang dilakukan pemerintah Malaysia: ada menteri yang karena korup diajukan ke pengadilan. Di sini mana?" Apa yang membuat berlarutnya korupsi? Menurunnya nilai dan norma yang luhur 24,03% Kurangnya pengawasan 22,46% Hukuman yang terlalu ringan 18,81% Makin tingginya tingkat kebutuhan hidup 8,73% Menurut para responden, "resep" memberantas korupsi adalah dengan: Meningkatkan pengawasan 30,45% Memperberat hukuman 29,03% Menghukum mati koruptor 14,70% Menghukum mereka yang menyuap pejabat 2,91% Beberapa responden menjelaskan lebih lanjut tentang alasan pilihan mereka. Soenarjo Oemar Sidik, 64 tahun, bekas anggota DPRGR dan Konstituante, secara tegas menuding menurunnya nilai-nilai luhur sebagai penyebab korupsi. "Pelakunya sudah tidak punya rasa nasionalisme dan patriotisme. Dia hanya mementingkan hidup sendiri. Rasa berbangsa dan bernegara untuk mengisi kemerdekaan sudah hilang dan pikirannya," ujarnya bersemangat. Syafrullah Pohan, 35 tahun, anggota F-KP DPRD Medan, punya pendapat lain tentang korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah. "Penataran P-4 bagi warga Korpri tampaknya masih seperti slogan saja, belum terpatri di lubuk hati," katanya. Karena itu ia melihat perlu ditingkatkannya pengawasan, hukuman pelaku korupsi diperberat -- kalau perlu dengan hukuman mati. "Jika itu dilakukan minimal 50% korupsi dapat diberantas," ujarnya. Masih lemahnya fungsi pengawasan, diakui oleh Ny. Harmiati, bidan dari Medan yang tadi. "Pengawasan sebenarnya ada, tapi tak berjalan karena dibikin tak berfungsi oleh yang perlu diawasi. Karena itu pengawas harus diawasi pula. Artinya, bila perlu, pengawasan diawasi, dan yang terakhir ini perlu diawasi pula. Begitu selanjutnya," katanya. Pertanyaan terakhir: Seberapa jauh korupsi dapat diberantas dalam lima tahun mendatang ini? Dapat dikurangi sampai 25% 28,21% Dapat dikurangi sampai 50% 11,49% Dapat dikurangi lebih dari 50% 8,81% Dapat diberantas habis 5,30% Dari jawaban di atas terlihat bahwa tampaknya para responden tidak begitu optimistis korupsi bisa dibabat. "Penumpasan secara tuntas kelihatannya tidak mungkin. Jika bisa menurun 25 sampai 50% saja sudah sangat baik" kata K.H. Hasan Basri. Pengumpulan pendapat selalu merupakan pengumpulan di suatu saat. Perasaan yang lewat, berita-berita yang muncul, kejadian yang baru terjadi, dapat mempengaruhinya. Namun poll tidak cuma penting untuk menyimak apa yang dirasakan orang banyak. Ia juga penting untuk mencocokkan pendapat kita sendiri dengan pendapat khalayak ramai. Mungkin hasil di atas ada gunanya bagi Anda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus